7. 🕵‍♂️

724 56 0
                                    

Samudra meneguk minuman kaleng di tangannya masih cemas menunggu, sudah hampir setengah jam para dokter yang menangani Biru juga belum keluar, Dirga bahkan sudah kembali ke kantor polisi, tidak lama pintu terbuka membuat Samudra menghela nafas leg...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Samudra meneguk minuman kaleng di tangannya masih cemas menunggu, sudah hampir setengah jam para dokter yang menangani Biru juga belum keluar, Dirga bahkan sudah kembali ke kantor polisi, tidak lama pintu terbuka membuat Samudra menghela nafas lega mendekat, "bagaimana keadaan sahabat saya dok ?", tanyanya langsung.

Dokter itu meringis, "teman kamu sudah sadar, sedang istirahat di dalam, hanya saja penyakit ginjalnya sudah kronis masuk stadium 3".

Deg

Jantung Samudra berpacu tidak karuan mendengar fakta yang mengejutkan, kepalanya terasa berat sekarang, tubuh melemas, energi seakan terserap semua, cowok itu membuka pintu setelah dokter pergi, cowok itu mendengus kesal melihat seringai kecil terlihat di wajah Biru, "kenapa ? Wajah lo kek orang baru saja di tolak", celetuk Biru asal.

Samudra memutar bola mata malas duduk di kursi, "sejak kapan ?", tanyanya tanpa membalas pertanyaan cowok itu, Biru mengatupkan bibir bingung menjawab, "hm tidak usah khawatir, penyakit ini sudah turunan dari keluarga, gue masih kuat toh semua orang akan mati", ujarnya tersenyum tipis.

Tidak ada balasan dari Samudra ingatan cowok itu kembali mengingat kilasan kematian Biru, "lo nginap di rumah gue mulai hari ini, nanti kita ke tempat lo ambil barang", ujarnya, Biru yang akan mengatakan sesuatu terhenti mendengar ucapan Samudra, "gue tidak terima penolakan Sabiru", lanjutnya menekan nama Biru.

Keduanya kembali diam dengan pikiran masing-masing.

Di sekolah Naomi terlihat gelisah melirik kearah bangku Samudra yang belum kembali sampai pelajaran terakhir, gadis itu tidak sengaja bersitatap dengan Nabila, tatapan yang tidak terbaca, Nabila memalingkan pandangan menatap kedepan berusaha fokus mendengarkan penjelasan dari guru di depan.

Dimas yang tidak sengaja melihat mendengus, menghembuskan nafas menatap buku paket di meja belajar, "belum ada kabar dari Samudra ?", tanya guru di depan menutup buku.

"Mungkin cari mangsa baru pak", celetuk salah satu teman kelas asal, Dimas memutat bola mata malas unjuk tangan membuat guru itu menoleh kearahnya, "pulang pak, habis di kerjain satu kelas", ujarnya, terdengar umpatan tertahan dari para murid di dalam kelas.

Guru itu menganggukan kepala keluar dari kelas, para murid berhamburan ikut keluar begitupun dengan Naomi yang bergegas menuju gerbang mencari angkutan umum pulang kerumah.

Seorang gadis cantik keluar dari UKS dengan tubuh yang sudah lemas, rasa sakit di perut akibat haid pertama membuat gadis itu merasa tidak bertenaga, tepat di tangga tubuh gadis itu luruh ke bawah berpegangan pada pegangan tangga bersandar menekan perutnya, gadis itu merogoh ponsel menggerutu menatap ponselnya mati total.

"Ck sial banget gue hari ini, gara-gara Vania yang meninggal setiap bel berbunyi sekolah jadi sepi arhh sial", umpatnya menggerang kesakitan mencoba berdiri namun belum sempat menegakan tubuh seorang dari belakang tiba-tiba muncul mendorong.


"Aaaaaaaaaaaa"

Bbuubbbhhh


"Ssstt auuuhhh", jerit gadis itu merasakan sakit tepat di belakang kepala gadis itu, leher terasa kaku di gerakan, pandangan mengabur, darah segar mulai keluar dari belakang kepala mencoba melirik kearah tangga membelalak melihat seorang turun perlahan menggunakan jubah kebesaran berwarna hitam menutupi seluruh tubuh sampai wajah sama sekali tidak nampak.


Bughh

"Auuhh uhukk".


Gadis itu menjerit mencoba menahan sepatu orang itu dari dadanya, "Disya, jangan khawatir rasa sakit yang lo rasakan tidak akan terasa lagi selamanya", gumam orang itu membuat gadis yang di panggil Disya tertegun menyeritkan dahi mendengar suara orang itu seperti suara robot.

"Ssshhhttt"

Rasa sakit semakin terasa saat orang itu menyekik leher Disya kuat dengan kaki yang menekan dada, "sebentar lagi rasa sakit yang lo rasakan tidak terasa lagi Disya", gumamnya terkekeh melihat mata Disya kini membelalak ke atas, nafas sudah berada di tenggorokan, setelah nafas Disya berhenti orang itu melepas cekikan pergi begitu saja meninggalkan mayat gadis itu.

Samudra masuk kedalam rumah dengan koper besar milik Biru memasukan kedalam kamar tepat di samping kamarnya, "lo istirahat, jangan khawatir kamar itu selalu gue bersihkan", ucapnya keluar dari kamar.

Biru menganggukan kepala menyendu, "Sam, berhenti memperlakukan gue seperti orang yang akan meninggal besok, gue tidak apa-apa", ujarnya membuat Samudra berhenti tepat di ambang pintu tanpa menoleh.

"Gue tidak memperlakukan lo seperti itu, hanya saja gue cuma punya lo sekarang, jangan pernah berpikir untuk pergi untuk kedua kalinya, gue pastikan lo bisa dapat pendonor", ujarnya kembali melangkah menuju kamar.

Biru tertegun di dalam kamar menghembuskan nafas, sifat alami cowok itu muncul kembali, tatapan Biru menyendu naik ke atas tempat tidur membaringkan tubuh yang masih terasa lemas, diam - diam menitikan air mata meratapi takdir hidup yang penuh dengan rasa sakit.

¤¤¤

The Search 🕵‍♂️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang