Jantung Samudra berdetak tidak menentu mendengar apa yang Dirga katakan, tatapan cowok itu berubah menyandu, dada tiba-tiba terasa sesak, tidak ada percakapan lagi di antara mereka, Dirga kembali menjalankan mobil, sampai di rumah, Samudra keluar melempar senyum tipis tidak lupa mengucapkan terima kasih, Dirga mengangkat tangan menganggukan kepala menancap gas menuju rumah sakit tempat mayat akan di otopsi.
Dirga tertegun setelah sampai di sana sudah ada pak Haikal menatap tajam ke arahnya, "saya sudah bilang Dirga, jadikan Samudra sebagai pelaku, ringkus dia jebloskan kedalam penjara, kamu tidak lihat sekarang ada korban lagi", omel pak Haikal langsung.
Dirga mengepalkan tangan menahan emosi membalas dengan tatapan tajam, "kenapa anda begitu yakin jika Samudra adalah pelaku sebenarnya ? Anda punya bukti yang mengarah pada Samudra?", tanyanya.
Pak Haikal mengatupkan bibir tidak bisa membalas perkataan pria itu, "apa yang terjadi di sini ? Kenapa kalian terlihat berdebat ?", tanya seorang tiba-tiba datang menengahi, kedua pria itu menoleh membelalak kaget dengan kemunculan kepala kepolisian di rumah sakit tengah malam seperti ini.
"Eh pak Arhan, apa yang membawa bapak datang ke sini ?", tanya pak Haikal dengan nada ramah, para anggota diam-diam mencibir, "saya datang ke sini karena mendapatkan kabar dari kantor ada korban lagi di SMA Wisteria, ini bukan kasus biasa, saya harap kalian bisa menemukan pelaku dalam waktu satu bulan jika tidak jabatan kalian terancam".
"Siapa yang mengabari anda ?", tanya Dirga bingung.
"Saya"
Semua menoleh ke arah sumber suara membelalak kaget melihat pria di sana yang terlihat masih tampan mengenakan jas berwarnah putih keluar dari ruang otopsi, "pak Tarra", ujar kompak kecuali pak Arhan, siapa yang tidak mengenal beliau, dokter hebat yang menjadi tranding topik beberapa tahun terakhir karena prestasi yang dia miliki di luar negeri.
"Apa kabar pak Arhan ?, senang melihat wajah kaku anda lagi", sapa pria itu terkekeh pelan, pak Arhan memutar bola mata malas, "tidak usah basa basi, langsung saja bagaimana hasil otopsi mayat korban ?", tanyanya jengah sendiri menatap tingkah sahabatnya yang terlihat tidak berubah sama sekali.
Pak Tarra berdecih sinis berdehem sejenak menatap yang lain, "baik saya akan menjelaskan hasil otopsi yang di lakukan secara kilat, hasilnya sama dengan korban pertama, jangan kaget saya bisa tahu soal korban pertama saya mendengar semuanya dari pak Arhan, tapi ada hal yang ingin saya sampaikan, kemungkinan pelaku adalah orang yang tidak bisa melawan secara langsung alias pemgecut", ujarnya menyeringai.
"Kenapa anda bisa menyimpulkan seperti itu ?", tanya Dirga penasaran.
Pak Tarra tersenyum bersitatap sejenak dengan pak Arhan sebelum kembali menatap Dirga, "pelaku menyerang dari belakang di saat kondisi korban kurang sehat, korban pertama memiliki penyakin jantung, sedangkan korban kedua tengah menstruasi yang membuat perutnya terasa kram dan lemas hal itu yang membuat pelaku dengan mudah melakukan aksinya dengan cara mendorong korban terlebih dahulu dari atas tangga".
"Setelah melihat keadaan korban yang semakin lemas di sanalah pelaku membunuh dengan cara mencekik leher korban, namun ada perbedaan dari korban pertama dengan kedua, korban pertama kemungkinan sempat melakukan perlawanan hal itu yang membuat pelaku memotong jari telunjuk merasa geram dengan perlawanan yang di lakukan korban pertama", jelas pak Tarra secara rinci.
Semua diam mencerna perkataan dokter itu, Dirga menyeritkan dahi ada yang janggal, "jika pelaku adalah orang pengecut seperti yang anda katakan kenapa pelaku berani melakukan pembunuhan ? Seorang pengecut akan berpikir berkali-kali untuk melakukan sesuatu ?", tanyanya benar-benar bingung bercampur penasaran.
Pak Tarra kembali tersenyum, "seperti yang di katakan pak Arhan kamu memang teliti Dirga, betul yang kamu katakan itu, seorang pengecut tidak akan mudah melakukan pembunuhan jika tidak ada orang besar yang melindungi, kamu paham maksud saya ?", ujar pak Tarra menyelipkan pertanyaan pada Dirga.
Mata pria itu membelalak kaget paham menganggukan kepala, sepakat dengan apa yang di katakan pak Tarra, tanpa ada yang menyadari seorang di antara mereka mengepalkan tangan, rahang mengeras, mata menajam, amarah terpancing begitu saja dari dalam, sekuat tenaga menampilakan senyuman tipis menutupi apa yang kini menggebu di dalam hati.
¤¤¤
YOU ARE READING
The Search 🕵♂️
Mystery / ThrillerSamudra Aldebaran, cowok tampan, penyendiri, kaku, tidak suka bersosialisasi, bukan tanpa alasan cowok itu membatasi diri tapi kemampuan aneh yang dia miliki membuat cowok itu menikmati kesendirian. Namun kehidupan cowok itu berubah, kemampuan aneh...