[4] - When She Finally Gave Up?

718 97 13
                                    

⚠️ Part ini berisi adegan kekerasan dan s (word). Dimohon kebijaksanaannya saat membaca! ⚠️

Abi pernah membaca satu kutipan yang menarik bahwa sebelum manusia dilahirkan di dunia, mereka akan diperlihatkan kehidupan yang akan mereka jalani di dunia. Susah, senang sedih semuanya adalah takdir yang sudah ditentukan sejak awal. Jika mereka menyanggupi, maka Tuhan akan menakdirkannya untuk menjalani kehidupan di dunia.

Jika memang benar adanya, lantas apa yang Tuhan perlihatkan pada Abi sehingga dirinya menyetujui perjanjian itu? Bukankah saat itu dirinya sangat gegabah karena menyetujui perjanjian itu? Abi mencoba mengingat kembali, apakah selama hidupnya dia pernah memiliki kenangan yang indah. Namun, mau sekuat apapun dia berpikir dia tidak menemukannya.

Sejak awal kehadirannya di dunia, tidak ada yang menginginkannya, termasuk orang tua kandungnya. Wanita yang enggan disebutnya sebagai Ibu itu hamil entah dengan pria mana karena hingga detik ini Abi tidak pernah melihat wujud ayah kandungnya.

Abi hanya tumbuh bersama eyang yang selalu berada di sampingnya, menemaninya hingga dewasa. Dan ketika eyang sudah meninggalkan dunia ini, Abi merasa kehilangan tumpuan untuknya bertahan.

Hidupnya mulai berubah saat semesta mempertemukannya dengan dengan Alden tiga tahun silam. Alden berbeda dengan pria-pria lain. Pria itu tidak pernah mempermasalahkan latar belakangnya. Tidak pernah menatapnya dengan pandangan mencemooh seperti yang lainnya. Namun, hal itu didapatnya dari keluarga besar pria itu. Sejak awal mereka berpacaran, orang tua Alden tidak pernah menyetujui hubungan mereka. Abi bisa mengerti hal itu. Jika dia berada di posisi keluarga Alden dia tentu saja akan menolak mentah-mentah anak kesayangannya berpacaran dengan wanita dengan asal usul tidak jelas seperti dirinya.

Abi dan Alden bagaikan bumi dan langit. Alden lahir sebagai wujud dari doa dan pengharapan tulus dari kedua orang tuanya. Sedangkan Abi, lahir dari hasil kesalahan yang wujudnya tidak diinginkan.

"Ibu nggak sayang sama Abi ya, Eyang?"

Eyang menghentikan aktifitas sejenak. Menyisir rambut cucu semata wayangnya tiap sore menjelang maghrib memang sudah menjadi kebiasaannya. "Mana ada seorang Ibu yang ndak sayang sama anaknya, Nduk."

"Tapi, Ibu berbeda dengan Ibu teman-teman Abi di sekolah, Eyang."

"Berbeda?"

Abi kecil mengangguk pelan. "Ibu selalu marah tiap Abi peluk Ibu. Ibu nggak pernah nungguin Abi di sekolah. Ibu nggak pernah buatin Abi bekal seperti Ibu teman-teman Abi. Apa karena Abi punya salah sama Ibu makanya Ibu benci sama Abi, Eyang?"

Abi menghapus air matanya yang tidak sengaja menetes saat ingatan masa kecilnya terbesit di pikirannya. Saat itu, Abi kecil tentu belum mengerti bahwa sejak awal ibunya tidak menginginkan kehadirannya. Pikirannya masih naif, berpikir ibunya membencinya karena dia anak yang nakal. Namun, ternyata tidak sedangkal itu. Abi baru menyadarinya setelah kejadian itu, kejadian yang sangat membekas dalam otaknya.

Abi kecil sudah mandi sore hari ini. Hal yang sangat malas dilakukannya karena air di rumahnya sangat dingin. Jika sedang manja, Abi akan meminta eyang memanaskan sepanci air untuknya mandi. Tapi, hari ini eyang menerima banyak pesanan kue dan belum juga pulang, jadi Abi tidak bisa meminta hal itu.

Hari ini adalah hari yang spesial. Kata eyang, ibu kemungkinan akan pulang hari ini. Ibu sudah tidak pernah pulang sejak beberapa bulan yang lalu. Abi sangat merindukan ibunya meskipun ibu selalu marah tiap kali melihatnya.

Abi berpikir, alasan Ibunya selalu marah ketika Abi mendekatinya adalah karena dirinya malas mandi. Maka dari itu, sepulang sekolah tadi Abi langsung menarik handul kecilnya dan bergegas ke kamar mandi. Tangan kecilnya yang bergetar karena kedinginan tidak dia hiraukan. Asalkan ibunya bisa menyayanginya, Abi rela.

Blessing in DisguiseWhere stories live. Discover now