Jangan lupa vote komen sebagai dukungan 💚
Happy reading~***
Elvano duduk di seberang wanita yang beberapa saat yang lalu hampir menerkamnya, sayang sekali justru prajurit yang selalu di sebut lumba-lumba darat itu menerkamnya lebih dulu.
"Nona Angelia Sovia, identitas Anda sudah ada di tangan kami. Kami tidak akan mengacaukan tugas Anda, tapi jika Anda bersedia bekerja sama," tutur prajurit berdarah Korea itu.
Anggi justru terlihat tenang, sejak tadi dia hanya diam tanpa mengucapkan apa pun.
"Katakan. siapa dan apa yang akan Anda bongkar di desa yang tidak ingin Anda tinggalkan ini?"
Tidak ada jawaban dari Anggi, lalu Vano kembali berkata, "Tujuan kita berbeda, kita bisa bekerja sama dan setelah selesai, mari untuk saling tidak mengenal."
Anggi menatap prajurit yang sejak tadi berbicara tanpa dia tanggapi. "Itu tidak mudah," tuturnya.
"Kenapa? Apa Anda meremehkan pasukan kami?" tanya Vano karena dia yakin Anggi pasti sudah tahu kalau dirinya dan yang lain adalah sekelompok prajurit. Namun, hanya kekehan yang Vano dapatkan.
"Jangan tersenyum seperti itu, nanti saya jatuh cinta dan Anda tidak pernah saya lepaskan," imbuhnya lalu tersenyum miring.
Tiba-tiba pintu terbuka, lalu keduanya segera menoleh.
"Hentikan omong kosongmu, Elvano." Fahmi masuk lalu di ikuti Adam dan yang lainnya termasuk tiga laki-laki misterius itu. Vano menggaruk tengkuknya lalu Fahmi menepuk bahunya.
"Nona Anggi atau Angelia, sudah sampai mana Anda menyelidiki orang-orang desa ini?" Adam memasang lampu minyak di tembok lalu menempel kertas yang sudah penuh dengan tulisan yang ditemukan di kediaman Anggi. "Bukan Sole yang tertulis, tapi Sadico. Apa ini?" lanjutnya.
Namun, yang ditanya masih saja diam. Hingga akhirnya wanita itu berkata, "Prajurit selalu menggunakan kekerasan."
"Jaga ucapan Anda, karena kami selalu mengutamakan keselamatan warga sipil," jawab Adam dengan cepat.
Anggi berdehem kemudian menatap semua orang yang sedang menatapnya. "Jika kalian ingin bekerja sama, kalian harus melakukan ini semua sampai tuntas."
"Kami hanya akan mengeluarkan warga sipil dari tempat ini, sisanya kami akan menyerahkan Ke—"
"Sesuai kesepakatan awal, kita akan bekerja sama sampai akhir." Vano memotong ucapan Fahmi dengan cepat.
"Itu bukan ranah kita," sanggah Fahmi sembari menatap Vano. "Jangan sampai kejadian beberapa tahun yang lalu kembali menimpa kita lagi," lanjutnya.
"Jika ingin mengeluarkan warga dari tempat ini, berarti kalian harus terlibat," sahut Anggi.
Semuanya terdiam, mereka memikirkan ucapan Fahmi dan juga ucapan Anggi. Mereka tidak ingin mengulangi kejadian yang sudah berlalu, tapi mereka juga memikirkan misi mereka.
YOU ARE READING
The Next Mission (Prajurit Mata Elang 2)
FanfictionBagaimana pun juga Prajurit Mata Elang tetaplah 7. Raganya memang terpisah tapi jiwanya masih ada di Prajurit Mata Elang. Tujuh tahun yang lalu bukanlah sebuah kisah sedih, itu adalah sebuah kisah perjuangan dalam menjalankan sebuah misi besar. Itu...