AWAL YANG BAIK

17 1 0
                                    

Aliyah baru saja selesai salat Isya. Saat Aliyah pulang ternyata sudah malam sekali. Aliyah terlalu asyik mengobrol dengan Rara, sampai tidak tahu waktu. Beruntungnya Dewa tidak protes apapun. Bahkan laki-laki itu memesan makanan dari luar, karena Aliyah belum sempat memasak untuk makan malam. Sebenarnya, Aliyah merasa bersalah telah menelantarkan suaminya begitu saja. Walaupun, Aliyah dan Dewa tidak saling mencintai, tetapi Aliyah seharusnya menjalankan peran sebagai istri dengan baik. Itu yang selalu bundanya ingatkan pada Aliyah. Bukan hanya harus tebal iman dan menjaga kehormatannya sebagai seorang muslimah, tetapi perlu juga berbakti pada suami.

"Gimana belanjanya?" tanya Dewa sembari mendekati Aliyah.

"Lumayan melelahkan. Ya, tapi senang bisa ketemu Rara," jawab Aliyah.

"Oh."

Entah apa yang telah Aliyah perbuat, hingga mulut itu hanya menjawab singkat. Bahkan Aliyah mendengar jawaban Dewa begitu menyebalkan sekali. Namun, Aliyah tetap tersenyum. Aliyah sudah menyiapkan kesabaran yang begitu besar malam ini. Seperti yang tadi Aliyah dan Rara bahas, ia harus mulai bisa mengendalikan emosinya di depan Dewa. Dan, banyak-banyak tersenyum agar pernikahan ini bukan seperti seseorang yang sedang saling bermusuhan di dalamnya.

"Tadi kamu ngobrol sama penghuni depan?" tanya Aliyah yang saat keluar dari lift, sempat melihat Dewa mengobrol dengan gadis penghuni depan apartemennya. Tetapi, obrolan mereka selesai ketika Aliyah datang. Gadis itu hanya tersenyum ke arah Aliyah.

"Lo denger kita ngomongin apaan?" tanya Dewa.

"Enggak, aku cuma lihat kalian sempat ngobrol. Emang ngomongin apaan?"

"Nah, lo mulai kepo. Biasalah obrolan pertemanan."

"Obrolan pertemanan? Bukannya dia baru di sini? Aku aja baru lihat dia hari ini. Sebelumnya, kamu udah pernah kenal sama dia? Atau jangan-jangan kalian udah pernah tidur bare-" ucap Aliyah yang mulai menjalar kemana-mana. Sampai Dewa terpaksa menutup mulut Aliyah dengan telapak tangan.

"Siapa yang ngajarin lo berprasangka buruk kayak gini? Dalam Al-Qur'an udah ada larangannya. Ada jelas di surah Al-Hujurat ayat 12. Lo tahu enggak isinya?"

Aliyah menggelengkan kepala, sambil mencoba melepaskan tangan Dewa. Tetapi, Dewa dengan santainya masih menutup mulut Aliyah dengan telapak tangan. Benar-benar Dewa antara sedang tidak sadar atau memang sengaja melakukan itu. Aliyah tentu geram, namun ia jauh lebih ingin mendengarkan isi dari ayat Al-Qur'an yang Dewa sebutkan barusan. Sejujurnya, Aliyah belum tahu mengenai ayat itu. Aliyah mungkin mengerti berprasangka buruk itu dilarang. Gadis berkerudung itu juga menyesal sempat berprasangka buruk pada Dewa. Namun, penjelasan lebih lengkap soal larangannya, Aliyah belum mendalaminya. Aliyah masih harus banyak belajar, lebih baik lagi jika ia belajar dengan suami menyebalkannya ini.

"Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang," lanjut Dewa menjabarkan ayat itu.

"Kalau lo udah paham, baru gue lepasin tangan gue. Udah ngerti, belum?" tanya Dewa yang hanya dijawab anggukkan kepala oleh Aliyah.

Kemudian, telapak tangan besar itu tidak lagi menutup mulut Aliyah, membuat Aliyah merasa lega. Sedangkan, Dewa tersenyum menyebalkan. Tentu sebelum Aliyah berhasil menjerit, Dewa sudah menjauh darinya. Aliyah sudah mengepalkan tangannya kesal. Sejak tadi berusaha sabar, tetap saja sulit jika suaminya adalah Dewa.

"Dewa!! Tangan kamu bau! Kamu habis ngapain sih?" kesal Aliyah.

"Hah? Seriusan bau?" Dewa kaget.

"Bau kaos kaki, tangan kamu," gerutu Aliyah yang cemberut.

"Waduh, kacau juga tuh tangan. Maaf deh, Al. Gue tadi habis megang kaos kaki, lupa enggak cuci tangan. Mana itu kaos kaki belum ganti seminggu."

"Pantesan bau banget! Dasar jorok!" ucap Aliyah yang berapi-api.

Aliyah menghampiri Dewa yang terpingkal-pingkal mendengar kemarahannya. Laki-laki itu sama sekali tidak merasa bersalah. Wajah tengilnya terlihat jelas, membuat Aliyah semakin geram. Tetapi, lagi-lagi Aliyah ingat harus lebih banyak sabar. Aliyah mengusap dadanya berulang kali, sembari memperbanyak istighfar.

"Ya lo juga sih nuduh suami yang aneh-aneh. Itu balasannya, lain kali coba lagi."

"Kamu tega gituin istri sendiri. Padahal kasih tahu baik-baik juga bisa."

"Iya, iya, gue minta maaf. Ini cuma gara-gara Vellin yang ngajak ngobrol gue, jadi berdebat malam-malam. Gue juga baru kenal tadi. Dia cuma tanya seputar apartemen sama nanyain gue kerja apa. Udah itu aja," jelas Dewa.

"Oh, jadi namanya Vellin. Terus, kamu kasih tahu ke dia, kerjaan kamu apa?"

"Tadinya enggak mau gue jawab. Tapi dari pada dia penasaran, kan kasihan Al. Ya gue jawab, gue arsitek."

"Oh gitu," jawab singkat Aliyah.

Ekspresi Aliyah tampak biasa saja. Aliyah tidak curiga lagi seperti tadi. Walaupun, feeling Aliyah mengatakan gadis penghuni baru itu tertarik pada Dewa. Tetapi, Aliyah tidak mau kembali berprasangka buruk. Aliyah lebih memilih menjalankan rencana yang sudah dibahasnya dengan Rara tadi. Selagi Dewa sedang bersantai di depan televisi, Aliyah hendak menawarkan pijat.

"Ada yang mau lo tanyain lagi?" tanya Dewa ketika melirik Aliyah.

"Hmm, enggak ada," jawab Aliyah yang lebih mendekati Dewa. Aliyah lalu diam sejenak.

"Dewa?" panggilnya.

"Apaan?"

"Kamu lagi capek, enggak? Mau aku pijetin?" tanya Aliyah yang lumayan gugup, takut Dewa menertawakannya.

Aliyah sudah siap jika Dewa menganggap Aliyah aneh, karena mendadak ia menjadi perhatian seperti ini. Tetapi yang terjadi selanjutnya, tidak sama dengan isi kepalanya. Aliyah justru dikejutkan dengan Dewa yang tiba-tiba berbaring di pahanya. Bahkan Dewa tanpak nyaman. Sedangkan, Aliyah terdiam beberapa saat. Otaknya masih berusaha mencerna apa yang Dewa lakukan saat ini.

"Ayok! Katanya lo mau mijetin gue. Nih, bagian sini Al," tunjuk Dewa pada bagian pelipis.

"Iya, aku pijetin. Tapi, berbaringnya enggak harus di paha aku. Di situ juga ada bantal sofa," protes Aliyah.

"Enggak enak, jauh lebih nyaman paha lo," jawab Dewa santai sambil memejamkan mata.

Aliyah hanya menghela napas, mungkin itu awal yang lebih baik. Apalagi kelihatannya Dewa menikmati pijatan tangan Aliyah di pelipis laki-laki itu. Sampai-sampai Dewa mengantuk, beberapa kali Dewa menguap. Aliyah hendak menyuruh Dewa pindah ke kamar. Namun, Dewa bukannya beranjak dari posisi itu, Dewa malah merubah posisi.

Saat ini Dewa berbaring miring menghadap perut Aliyah. Wajah Dewa benar-benar berada di depan perutnya. Aliyah bisa merasakan hembusan napas Dewa yang mengenai perutnya. Itu benar-benar membuat jantung Aliyah berdetak lebih cepat. Aliyah dibuat frustasi oleh kelakuan Dewa, tetapi Dewa malah dengan manjanya meminta tangan Aliyah berganti mengusap kepala Dewa.

"Nah, gitu Al. Gue mau tidur bentar," ucap Dewa.

"Tidur di kamar aja, nanti badan kamu sakit semua tidur di sofa," Aliyah masih mengusap-ngusap kepala Dewa.

"Bentaran Al, gue ngantuk banget," ucap Dewa yang hanya bisa dijawab anggukkan kepala oleh Aliyah. Lalu, Dewa benar-benar masih memejamkan mata, tidak terganggu dengan suara televisi ataupun yang lainnya.

SUJUD CINTA MANHATTAN [SUDAH TERBIT]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon