Chapter 6 : Peduli Apa?

11.7K 157 1
                                    

Jangan lupa vote dan komen yaaa🥰

Jangan lupa vote dan komen yaaa🥰

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Beberapa hari kemudian..

Asmara ingat betul bagaimana rasanya ciuman itu.

Bukan memabukkan, tetapi justru membuat kepalanya terasa pusing. Oleh karenanya sebelum mulut Arven menjelajah semakin dalam, Asmara lebih dulu melepas pagutan mereka dengan mendorong dada Arven hingga pria itu tersandar.

Persetan dengan dua pasang mata yang menatapnya terkejut, Akash serta Jovan, Asmara memutuskan turun dari pangkuan pria itu lalu berlari kecil keluar dari ruangan bar. Meski samar-samar terdengar gelak mereka yang menertawakan Arven. Ia enggan peduli.

Asmara terus melangkah sampai pergelangannya ditahan.

"Mara!"

"Lo marah gue cium?" Asmara menunduk menatap lantai. Arven berdiri di hadapannya tanpa rasa bersalah secercah pun. Apakah pria itu tidak sadar apa yang barusan dia lakukan? Ciuman, ya ciuman pertama yang Asmara jaga sepenuh hati telah direnggut begitu saja tanpa izin.

Asmara menarik tangannya. "Anterin Mara pulang. Mara ngantuk."

Arven tahu mungkin gadis ini syok. Dia tersenyum. "Oke," Kemudian berbisik lembut. "Ngomong-ngomong thanks ciumannya, bibir lo manis."

Seketika keinginan Asmara menjambak rambut pria itu semakin kuat. Namun tiba-tiba seseorang menyadarkannya.

"Mara!" Terlonjak kaget, Asmara menatap Bimo si cowok berkacamata yang entah sejak kapan berdiri di sampingnya.

"Ngapain kamu ngelamun?" tanya Bimo. "Tuh, kelas ibu fifi bentar lagi mulai. Ayo masuk!"

Entah, berapa lama juga dia sudah berdiri di depan kelas layaknya patung. Asmara lihat lorong kelasnya amat sepi. Astaga! Pasti lama sekali. Dia pun menyusul Bimo ke dalam kelas kemudian menempati di kursinya, Bimo duduk di depannya.

"Bimo," panggilnya. Asmara ingin bertanya sesuatu sebelum dosen mata kuliah pertama masuk. Bimo menoleh menatapnya.

"Kenapa, Ra? Pulpen kamu habis?"

Bimo sangat tau kebiasannya, tetapi bukan itu yang Asmara maksud. Suatu hal, penting, dan agak memalukan.

"Bukan."

"Terus? Ayah kamu marah-marah lagi?"

Itu juga benar. Tapi juga bukan.

"Kamu udah pernah ciuman?"

"Hah. Ma-maksudnya?" Bimo sampai memutar kursi sebab terkejut dengan pertanyaan temannya itu.

"Aku tanya kamu udah pernah cium perempuan apa belum, atau sebaliknya, kamu yang dicium perempuan?"

"Pernah sih, tapi aku cium dia pipi bukan di bibir. Kenapa, Ra? Kamu pengen aku cium?"

"Apa sih Bimo!" Muka Asmara memerah.

Boyfriend With BenefitsWhere stories live. Discover now