"Ah. Anda putra Pak Yoga Pratama, ternyata. Baru kali ini saya bertemu langsung. Mari, silakan duduk. Kalau gadis cantik ini, pasti Dek Elaine, ya?"

Elaine tertegun melihat Dalton menyodorkan tangannya. Sekilas Elaine terlihat ragu. Haruskah ia menjabat tangan pria ini yang bukan mahramnya? Bahkan terhadap Adli yang om angkatnya sendiri, dia tidak pernah berjabat tangan.

Adli menatap Elaine tajam. Jangan salaman dengannya! Jangan kalahkan syari'at agamamu, hanya demi jual beli! Jelas itu pesan Adli meski hanya melalui sorot mata. Meski Adli sendiri masih belum bisa tegas menolak bersalaman untuk urusan bisnis dengan rekan wanita yang bukan mahramnya, biarlah itu jadi pertanda bahwa dirinya memang belum jadi muslim yang taat. Tapi tidak dengan Elaine! Jangan Elaine! 

"M-Maaf. Iya, saya Elaine," jawab Elaine sambil mengatupkan tangan di dada. Teringat pesan Adli untuk tidak membungkukkan kepala di depan pria ini, maka Elaine menurut.

Tampang Dalton kembali kecut. Ia menarik kembali tangannya yang kini menganggur di udara.

"Elaine memang masih remaja, tapi dia bukan anak-anak. Dan dia memang tidak bersalaman dengan yang bukan mahramnya. Semoga dimaklumi," jelas Adli.

"Oh. I see. Salamnya orang Arab, ya," komentar Dalton sinis.

Wajah Adli dan Elaine berubah. Jika bukan karena membawa nama Syeikh Yunan Lham, mungkin Adli sudah marah atau setidaknya pergi dari tempat ini sekarang juga.

"Bukan, Pak Dalton. Itu salamnya orang muslim. Bukan orang Arab," tegas Adli.

Adli dan Dalton saling tatap tanpa senyuman. Suasana terasa tegang. Bahkan kedua staf Adli turut berkeringat dingin. Ditambah lagi, ada sembilan orang bersama Dalton. Mereka seperti akan dikeroyok saja.

"Baiklah. Sepertinya kalian tidak datang berdua saja," ucap Dalton sambil mengamati kedua pria muda di belakang Adli.

"Kenalkan. Danny, akuntan saya, dan Ronny, insinyur di perusahaan saya," Adli memperkenalkan kedua stafnya. Yang bernama Danny sudah menyodorkan tangan, hendak bersalaman dengan Dalton, tapi Dalton terlihat enggan.

"Oke. Silakan duduk. Mari kita mulai meeting ini," kata Dalton yang langsung duduk, membiarkan Danny mengambang tangannya tanpa dijabat.

Danny terlihat menahan malu. Dalton membalas kejadian dengan Elaine dan melampiaskannya pada Danny. Elaine jadi merasa bersalah dengan Danny. Adli memberi tatapan yang dipahami Danny untuk menghibur dan agar mereka bersabar dengan meeting yang sepertinya akan berlangsung menyebalkan ini.

Dalton duduk di samping seorang stafnya, lalu Adli dan Elaine duduk di seberangnya. Sementara staf Adli duduk di meja sebelah Adli. Tersebar mengelilingi mereka, duduk para staf Dalton.

"Panggilkan pelayan, minta mereka membawakan menu," titah Dalton.

Pria yang duduk di samping Dalton, memberi isyarat jentikan jari, lalu tak lama seorang pelayan datang.

"Silakan pesan apa saja yang kalian mau. Jangan khawatir, saya yang tanggung semuanya," ucap Dalton jumawa.

Adli, Elaine dan kedua staf Adli, membuka buku menu.

"Coffee latte," kata Adli.

"Vanilla and coconut yoghurt smoothie," kata Elaine sambil menelan saliva saat melihat harga-harga di dalam menu.

Sementara kedua staf Adli kompak memesan melon juice.

"Kok tidak pesan menu makanan? Jangan malu-malu. Bukankah kita di sini untuk makan malam?" Dalton menawari dengan nada setengah memaksa.

ANXI EXTENDEDWhere stories live. Discover now