207 - Wasiat

300 97 16
                                    

.

.

"Kebersamaan kita sekarang, adalah karena Syeikh yang mempertemukan kita."

.

.

***

"Syeikh mewariskan tempat suluk ini buat saya?" tanya Yunan syok.

Umar mengangguk. "Iya. Beliau bilang, kamu akan sering bepergian dan sangat sibuk. Maka itu, kamu tak akan sanggup mengurus tempat suluk sendirian. Itu sebabnya, Zhafran ada di sini," imbuh Umar.

Pandangan Yunan beralih ke Zhafran. Mereka bertiga di ruangannya Ustaz Umar.

Mendengar wasiat Syeikh, Yunan nampak bimbang. Syeikh tak pernah bilang apa-apa soal ini sebelumnya.

"Apa rencanamu, Yunan? Apa kamu punya rencana lain?" tanya Umar dengan pandangan menyelidik. Dia jadi khawatir pembicaraan ini membuat Yunan merasa tidak nyaman karena jangan-jangan Yunan tidak menyukai penawaran ini.

Yunan menundukkan kepala, dengan alis berkerut.

"Sejujurnya, saya tadinya berpikir akan tinggal di rumah Ayah. Saya sebenarnya masih punya tanah dari rumah peninggalan orang tua kandung saya, yang letaknya tidak jauh dari rumah mertua saya. Jadi saya berpikir akan membangun rumah di sana, tapi pelan-pelan. Jadi, selama rumah itu belum selesai dibangun, saya pikir akan tinggal di rumah Ayah dulu," jawab Yunan.

Umar mengangguk. "Kalau untuk pekerjaan, kamu ada rencana?" tanya Umar lagi.

Yunan menggeleng. "Em ... entahlah. Saya berpikir untuk melanjutkan mengajar di kampus almamater saya. Selain dari itu, saya belum ada ide," jawab Yunan mengangkat bahu. "Sejujurnya, saya tidak paham dengan yang dimaksud Syeikh, bahwa saya akan sangat sibuk," tambah Yunan dengan ekspresi bingung.

Umar kembali mengangguk. "Begini saja. Kamu pikirkan dulu baik-baik. Mengenai tempat suluk, kamu jangan terlalu ambil pusing, karena sekarang Zhafran sudah ada di sini. Nanti kalau misalnya kamu berubah pikiran dan memutuskan setuju untuk in charge di sini, kami menerimamu dengan tangan terbuka," ucap Umar tersenyum.

"Kheir, Ustaz. Afwan, bukannya saya tidak mau di sini. Saya mau sekali, tapi saya baru saja kembali dari Ribath Hadramaut. Empat tahun tidak pernah bertemu keluarga saya," jelas Yunan merasa tidak enak.

"Iya tentu saja. Kami paham. Ya 'kan, Zhafran?" tanya Umar sambil melirik ke arah Zhafran.

 "Ya, Syeikh. Anda jangan khawatir. Saya akan menjaga tempat ini sebaik mungkin, sambil menunggu Syeikh datang," ucap Zhafran tersenyum. Masih optimis Yunan akan memutuskan setuju tinggal di tempat ini bersamanya.

Yunan mengusap kening. "Dan nanti kamu akan memanggilku 'Syeikh' tiap harinya," ucapnya lesu.

"Oh pastinya," sahut Zhafran. Zhafran dan Umar tertawa.

"Oh ya. Saya akan jelaskan dulu. Mengenai tempat suluk ini. Tempat suluk ini mandiri secara keuangan. Maksudnya, karena lahannya yang sangat luas,  di sini ada kebun singkong, ubi, pisang, buah-buahan dan sayur mayur, bunga -- itu saya yang tanam. Tolong dirawat -- plus ada kolam ikan. Tiap harinya ada warga setempat yang merawat ikan-ikan dan membersihkan kolam jika diperlukan, memancing ikan dan memanen hasil kebun untuk dijual ke pasar. Orang itu ikut mendapat bagian dari penjualan. Selama ini saya yang memegang laporan keuangannya. Kalau ada kalian di sini, saya akan sangat senang, karena pekerjaan saya jadi berkurang," kata Umar dengan cengiran.

"Nantinya, di luar jadwal suluk, kalian juga akan membuka pengajian untuk masyarakat sekitar, tepatnya pengajiannya nanti di masjid. Karena kalau barak tempat suluk, itu khusus untuk peserta suluk. Suluk diadakan dua tahun sekali. Saat rabi'ul awal ketika bulan maulid, dan saat bulan Ramadan. Akan saya berikan daftar kegiatannya nanti. Suluk tidak ditarik biaya, alias gratis. Mereka diberi makan di sini dari hasil kebun. Siapa pun boleh mendaftar, tapi peserta dibatasi hanya dua puluh lima orang tiap periode suluk. Itu peraturan dari Syeikh Abdullah. Beliau khawatir peserta akan kehilangan fokus jika terlalu banyak jumlah pesertanya. Dan juga, untuk meminimalisir ... ehem ... konflik," Umar berdehem, teringat waktu zaman Yoga suluk, Yoga sempat bertengkar dengan Rizky, temannya sendiri, dan Yoga membuat banyak masalah, di antaranya membuat seragam suluk teman-temannya luntur dengan warna merah, dan dia juga membakar habis dapur. Yoga Pratama memang sungguh luar biasa, batin Umar.

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang