200 - Pesan Terakhir

330 95 39
                                    

.

.

"Dan sebagaimana kita dikumpulkan di dunia, semoga kelak Allah kumpulkan kita di akhirat."

.

.

***

Setahun berlalu ...

Ilyasa duduk di meja belajar, menatap fokus ke arah buku yang dipelajarinya. Tulisan 'Philosophy of God' tercetak pada sampul depannya. Ilyasa menulis sesuatu di buku tulisnya. Poninya jatuh nyaris menutupi mata. Tubuhnya sudah lebih tinggi sekarang. Bagi yang mengenalnya, akan langsung melihat perbedaannya dibanding saat pertama kali ia tiba di Kairo dua tahun lalu.

"Oppa, mau ikut? Kita mau jalan bareng anak-anak ke kafe," ajak Bagas dan Dino yang sudah bersiap dengan outfit nongkrong.

"Aku gak ikut," jawab Ilyasa tersenyum.

"Wuih! Oppa! Rambutmu gondrong begini! Ke salon sana! Potong rambut!" komentar Bagas terheran-heran.

"Gampang. Ntar-ntar aja potong rambutnya," jawab Ilyasa nyengir.

"Penampakanmu kayak bad boy anggota geng motor," canda Bagas tertawa sebelum dia pamit bersama Dino keluar.

Ilyasa kembali melanjutkan belajarnya. Bibirnya bergerak-gerak saat menghapal. Dia bertekad tidak akan memotong rambutnya sebelum dia lulus dan menikah dengan Raesha.

Masalahnya, kalau sampai ada dua studi yang nilainya buruk, mahasiswa harus mengulang setahun. Itu adalah pemborosan waktu. Ilyasa tak sudi berada jauh dari Raesha terlalu lama.

Penjurusan baru saja dilakukan kemarin, saat Ilyasa memasuki tahun ketiganya di sini. Dari berbagai cabang jurusan fakultas Ushuluddin, Ilyasa memilih Dakwah Islamiyyah. Meski jurusan itu memikatnya, Ilyasa sadar jumlah mata kuliah jurusan itu cukup banyak.

Maka Ilyasa harus cermat mengatur waktu. Tidak boleh ada satupun mata kuliah yang gagal! Tidak satupun!

.

.

Di koridor asrama, Bagas mengobrol dengan Dino.

"Oppa jadi serius banget ya, belajarnya. Udah gak pernah jalan-jalan lagi, sekadar refreshing bentar aja gak mau. Padahal ini akhir minggu," kata Dino.

"Iya. Gak tau ada kejadian apa. Mungkin dia mau buru-buru nikah sama yayangnya, kali," sahut Bagas sambil mengunyah permen karet.

.

.

Ponsel Ilyasa berbunyi di meja. Notifikasi chat masuk. Raesha mengirim foto wisuda SMA-nya.

Senyum di bibir Ilyasa terulas, saat melihat Raesha mengenakan kebaya krem dan jilbab berwarna emas. Ada bunga mawar menyembul keluar dari tas tangan Raesha.

Selamat lulus, sayang. Kamu cantik banget. Awas, ada yang godain ntar. Itu bunga mawar dari siapa?

Pesan chat itu dikirim Ilyasa.

Raesha menjawabnya tak lama setelahnya.

Makasih, Oppa. Bunga mawarnya, tadi ada yang kasih.

Alis Ilyasa berkerut.

Siapa? tanya Ilyasa singkat.

Hm ... temen satu angkatan juga. Raesha mengakhiri jawaban tidak jelas itu dengan ikon cengiran.

Laki atau perempuan? tanya Ilyasa lagi. Jelas tidak puas dengan jawaban Raesha.

Laki-laki, jawab Raesha akhirnya mengaku.

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang