308 - Jenguk

215 82 16
                                    

.

.

"Kalau kamu pergi, aku bakal nyusul pokoknya."

.

.

***

Adli menempelkan ponsel di telinganya, dengan tangan gemetar. Ia duduk di kursi tunggu koridor ICU, lantaran khawatir jika berdiri, gemetar di lututnya akan nampak. Ayahnya sedang kolaps sekarang. Dana sudah tua. Jadi dia sekarang adalah satu-satunya laki-laki keturunan Danadyaksa yang menjadi tumpuan di momen-momen yang teramat berat ini.

"A-Assalamu'alaikum," sapa Adli begitu di ujung sambungan sana, Haya mengangkat teleponnya.

"Wa'alaikumussalam, Kak. Ada apa, Kak?" sahut Haya.

Adli menyisiri rambutnya yang kusut dengan satu tangan, seraya menarik sebanyak-banyaknya oksigen ke otaknya.

"A-Ada beberapa musibah yang menimpa keluarga kita, Haya."

"Musibah? Musibah apa, Kak?" tanya Haya polos. Sepertinya berita Kak Ilyasa meninggal, belum sampai ke Haya.

"Dengarkan Kakak baik-baik. Tolong jangan langsung pulang ke rumah. Kamu dan Elaine,  tolong temani Ismail dan Ishaq di rumah mereka. Karena kami semua masih di rumah sakit. Sepertinya, terpaksa menginap di sini."

"Lho? Ada apa, Kak? Kenapa Kakak di rumah sakit? Ikut melepas kepulangan keluarga Kak Yunan?"

Adli mengusap wajahnya sembari menghela napas.

"Kamu belum dengar? Kak Ilyasa meninggal keracunan."

Haya nyaris berteriak saking syoknya. Ia kemudian terdengar menangis. "Ya Allah. Kak Ilyasa meninggal? A-Aku baru tahu!"

"Tolong jaga Ismail dan Ishaq. Lalu ... matikan saja televisi di ruang tengah, atau setel video kartun. Lalu ... "

"O-Oke, Kak. Aku dan Elaine akan jaga mereka."

"Lalu, ada satu lagi," ucap Adli dengan suara berat.

"Apa, Kak?" tanya Elaine yang terdengar tegang di ujung sana.

"Ayah kena stroke, setelah melihat jenazah Kak Ilyasa."

"Ya Allah!" seru Haya saat tangisnya pecah, membuat Adli menangis juga bersamanya.

"Yang sabar, Haya. Kita bisa melewati ini insyaallah. Ayah akan sembuh insyaallah," kata Adli menyemangati, padahal melihat dari reaksi dokter tadi, perasaan Adli jadi tidak enak.

"K-Kondisi Ayah parah, Kak?" tanya Haya di tengah isak tangis.

"Ayah tadi dicek CT scan-nya, lalu sekarang masuk ICU. Makanya Kakak dan Ibu menginap di sini. Kak Raesha masih pingsan di UGD."

"Allah ... ya Allah," gumam Haya masih menangis.

"A-Apa Elaine ada di dekatmu?" tanya Adli sambil mengurut kepalanya yang pusing.

"Ada, Kak. Sebentar. Elaine!"

Terdengar suara kresek saat ponsel Haya berpindah tangan.

"O-Om Adli! Afwan, aku dengar percakapan tadi."

"Ya. Tolong titip Ismail dan Ishaq ya, Elaine."

"Iya, Om! A-Anu. Om jangan lupa makan malam, dan jangan lupa salat!"

Adli tersenyum dengan sorot mata lembut. Pesan termanis untuknya hari ini.

"Aku cuma mau denger suara kamu aja sih, sebenernya." Adli mengusap matanya. Air mata ini tak juga berhenti. Dia takut sebenarnya. Takut sekali. Bagaimana kalau Ayah --

ANXI EXTENDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang