Prolog

3.9K 345 12
                                    

Di pemakaman pada siang hari yang di landa hujan, suasana menjadi semakin hening dengan gemuruh lembut hujan yang jatuh dengan lembut di atas tanah yang masih segar. Langit yang kelabu menambah kesan haru dan kesedihan di antara para hadirin yang berkumpul di sana. Seseorang duduk sendiri di dekat pusara yang baru saja ditutup, dengan tatapan kosong yang terpaku pada sebuah frame foto yang diletakkan di atasnya.

Dalam tatapan kosongnya, terlihat kekosongan yang mendalam, seolah-olah segala kehidupannya telah terhenti sejak kepergian orang yang sangat dicintainya

Hoppsan! Denna bild följer inte våra riktliner för innehåll. Försök att ta bort den eller ladda upp en annan bild för att fortsätta.

Dalam tatapan kosongnya, terlihat kekosongan yang mendalam, seolah-olah segala kehidupannya telah terhenti sejak kepergian orang yang sangat dicintainya. Air hujan bercampur dengan air mata yang tak henti mengalir dari matanya yang sedih, mengalir di pipinya yang lembut seolah hujan itu sendiri turut berduka atas kehilangan yang begitu besar.

Dalam suasana yang penuh duka, seseorang itu merenungkan momen-momen indah yang mereka lewati bersama sang istri yang kini telah pergi. Dia merasa hampa, seolah-olah separuh dari dirinya telah tercabut dan ditinggalkan di sana bersama pusara yang masih segar. Pada pagi yang sama, istrinya telah berjuang melahirkan, namun takdir berkata lain, dan sekarang dia harus menghadapi kenyataan bahwa kehilangan itu nyata.

Namun, di antara kepedihan dan kesedihan, ada kekuatan yang muncul dari dalam hatinya. Dia merasakan cinta yang masih tetap hidup, meskipun sang istri telah pergi. Dia menyadari bahwa meskipun fisiknya tidak lagi bersama mereka, cinta mereka tetap abadi dalam hatinya, tak terpengaruh oleh waktu atau jarak. Dan di bawah guyuran hujan yang turun dengan lembut, dia menemukan ketenangan dalam keyakinan bahwa cinta mereka akan terus hidup, meski dalam kenangan yang indah.

"Terima kasih, sayang. Tunggu aku, ya. Nanti kita akan bertemu lagi," ucap seseorang yang membiarkan dirinya terguyur air hujan.

"Sayang, ayo pulang. Kamu bisa sakit. Ikhlaskan istrimu yang sudah tenang di atas sana. Terus kirimkan doa untuk mendiang istrimu. Kamu harus kuat untuk buah hati kalian," ajak wanita berusia 45 tahunan.

"Tolong, 10 menit, mom."

"Baiklah. Mommy, daddy, tunggu di mobil, sayang," wanita itu pergi meninggalkan arena makam.

"Terima kasih, untuk kado paling indahnya, sayang. Tunggu aku, ya. Aku menyelesaikan tanggung jawabku dulu di dunia ini. Setelah semuanya selesai, aku janji akan pulang menyusul kamu."

Seseorang itu mendekatkan tubuh dan wajahnya ke batu nisan.

Chup,,,

"Love you Rose Manoban," ujar orang itu setelah memberikan ciuman di batu nisan.

Dengan hati yang berat namun penuh dengan ketenangan, seseorang itu bangkit dari posisinya di samping pusara yang baru saja ditutup. Dia merasakan bahwa dia telah cukup lama mengucapkan kalimat perpisahan kepada mendiang istrinya, dan sekarang waktunya untuk melanjutkan perjalanan hidupnya yang baru.

Langkahnya menuju mobil yang menunggu tak jauh dari sana, di mana kedua orang tuanya telah bersiap untuk kembali ke rumah sakit. Langit masih menyirami mereka dengan gerimis halus, seolah-olah memberikan ketenangan dan dukungan dalam saat-saat yang sulit ini.

BROKEN WINGDär berättelser lever. Upptäck nu