32 | Hal-hal Tak Terduga

4 1 0
                                    

Sesuatu yang tidak diduga bisa jadi membuat diri bahagia atau justru sebaliknya. Sama seperti yang Zia rasakan saat ini, mobil Juna berhenti disebuah bangunan kosong. Zia benar-benar tidak mengerti apa tujuan cowok itu membawanya ke tempat sepi seperti ini.

Langit malam terlihat mendung, tak lama kemudian hujan turun, bertepatan saat Zia menatap langit tanpa bintang itu. Setelah beberapa menit, Juna akhirnya keluar dari mobil dan menarik kasar tubuh Zia. Saat keluar dari mobil, setiap rintik hujan terasa menusuk kulit.

"Kita mau ngapain kesana, Kak?" tanya Zia disela-sela suara hujan yang menderu. "Zia takut gelap!" katanya lagi yang sama sekali tidak ditanggapi oleh Juna.

Setelah sampai di bawah atap bangunan tersebut, Juna mendorong tubuh Zia hingga berakhir pada tembok. Zia meringis saat merasakan sakit pada punggungnya, bersamaan dengan kebingungan yang hadir di benak. Ia sama sekali tidak paham kenapa Juna bisa berubah seperti ini, padahal dihari-hari sebelumnya cowok itu tidak pernah berkata kasar sekalipun.

"Sakit?" tanya cowok itudatar. Juna menatap Zia dengan sorot penuh kebencian. "Lebih sakit mana saat kesucian lo direnggut secara paksa?"

Gadis itu mendongak menatap Juna yang sekarang mendekat. "Zia nggak ngerti."

"Lo nggak ingat ini tempat apa?" Alisnya terangkat sebelah. "Ini tempat dimana bokap lo ngehancurin hidup adik gue bertahun-tahun lamanya!" Suaranya meninggi membuat Zia ketakutan.

"A-adik?" Zia semakin kebingungan dengan kalimat yang Juna utarakan barusan. Ia sama sekali tidak paham kemana kalimat-kalimat Juna bertuju.
Juna tertawa hambar sebelum melanjutkan.

"Lo ingat kasus pemerkosaan yang bokap lo lakuin ke anak SMP berinisial AS?" katanya datar, tangannya bergerak menarik kuat kedua rahang Zia agar gadis itu mendongak. "AS. Ayu Sarasmitha, atau yang lo kenal sebagai Ayumi. Dia adik gue!" lanjut Juna dengan penuh penekanan. Ada sedikit nyeri yang ia rasakan saat mengingat kejadian yang juga menusuk hatinya itu. Kejadian yang memulai segala kehancuran pada diri Ayumi.

Tubuh Zia menegang seketika, bulir air mata mengalir tepat setelah kalimat itu diutarakan. Saat Agnes menarik tubuhnya ke gudang waktu itu, Agnes sudah mengatakan hal ini padanya, tetapi ia tidak akan percaya begitu mudahnya dengan seseorang yang selalu mengusiknya itu.

Bukan hanya mengatakan kalau Ayumi adalah korban pemerkosaan yang dilakukan oleh ayahnya, tetapi Agnes juga mengatakan tentang teror yang ia terima dan inisial AS.

"AS. Arjuna Syariq. Dia yang udah neror lo selama ini."

Kalimat yang Agnes utarakan waktu itu terngiang di tempurung kepalanya bersamaan dengan tangis yang kian deras. Zia menarik napas dalam-dalam, bersiap untuk berteriak meminta tolong.Namun, sebelum itu terjadi Juna sudah lebih dulu mencekik leher Zia hingga ia kesulitan bernapas.

"Lo kira gue mau deketin lo tanpa sebab?" Tawa hambar terdengar dari mulut Juna. "Gue mau buat lo ngerasain apa yang adik gue rasain sebelum lo kehilangan nyawa."

Semenjak melihat mental adiknya hancur kala itu, ia sudah berjanji akan melakukan hal yang sama pada anak dari sang pelaku. Dapat ia saksikan rasa sakit yang tak kunjung berkesudahan selama bertahun-tahun, Ayumi menangis setiap malam, tidak ingin makan selama berhari-hari hingga beberapa kali berniat untuk bunuh diri.

Ayumi merasa kalau hidupnya sudah tak berguna lagi. Kesuciannya telah direnggut paksa, dan gadis itu rasa pergi dari bumi mungkin adalah langkah yang tepat.

Akhirnya Juna pun berjanji akan membalas dendam disaat terakhir kalinya Ayumi memutuskan untuk bunuh diri. Sebagai Kakak, ia akan melakukan apapun agar sang adik tetap berada di sisinya.Juna bahkan tidak segan-segan untuk membunuh.

Cekikan Juna terlepas, membiarkan gadis itu bernapas sejenak. "Lo siap?" katanya dengan nada pelan, tetapi mampu membuat ketakutan Zia kian menumpuk. Senyum sinis tercetak di bibir cowok itusebelum wajahnya ia dekatkan dengan wajah Zia demi membunuh setiap jarak yang ada. "Jangan takut. Kita mulai dari bibir sebelum gue nikmatin tubuh lo."

Mendengar kalimat itu, tangis Zia pecah matanya tertutup rapat dengan rasa takut yang semakin menjalar . Kepalanya ingin menunduk tetapi Juna sudah lebih dulu memegang kedua rahangnya agar tetap mendongak.

Namun, di detik berikutnya tubuh cowok itu ditarik oleh seseorang sebelum berakhir tersungkur di atas lantai karena sebuah pukulan. Mereka datang tepat waktu, tepat sedetik sebelum Juna menyentuh bibir mungil Zia. Danu dan Davin menghajar Juna yang sudah merencakan hal buruk pada sahabat mereka.

Seperti apa yang mereka bilang, siapapun yang mencoba mengusik Zia, maka orang itu akan berhadapan dengan mereka bertiga.

Sementara itu, Devan menarik tubuh Zia yang kini menutup mulutnya tak percaya. Ia menggiring sahabatnya itu menuju mobil Danu yang terparkir di persimpangan jalan yang tidak jauh dari gedung tersebut.

Zia terisak, sesak di dadanya kian terasa semakin menjadi saat kenyataan menampar dirinya berkali-kali. Hujan yang masih turun menambah pilu dirinya.

Devan memeluk tubuh Zia, berusaha membantu Zia meringankan ketakutannya sejenak. Dia dan temannya yang lain pun turut merasakan sakit saat mengetahui kenyataan ini, apalagi saat mereka paham maksud sebenarnya Ayumi masuk dalam tim mereka.

*****

Mobil Ayumi terparkir pada sebuah persimpangan yang tidak jauh dari bangunan tua yang selama lima tahun belakangan selalu ia hindari. Karena setiap kali ia melihat bangunan tersebut, luka itu kembali teringat dan membuatnya membenci setiap inci dari tubuhnya.

Dari dalam sebuah mobil, seorang gadis duduk dengan bibir yang ia sunggingkan.
Sejak Juna tidak bisa dihubungi, Ayumi sedikit khawatir, namun, setelah melihat Zia keluar dari bangunan itu bersama Devan, ia menyadari rencananya telah digagalkan.

Namun, hal itu tidak akan membuat Ayumi menyerah untuk menghancurkan Zia. Jika ia gagal menghancurkan gadis itu, berarti ia harus melukai seseorang yang paling ia cintai.

Tidak jauh dari mobilnya terparkir, ia melihat Danu dan Davin yang baru saja keluar dari bangunan tua tersebut. Mereka kini berjalan menuju mobilnya.
Niat jahat seketika terlintas dalam pikirannya, kali ini ia yakin rencananya akan berjalan lancar. Sesuai perhitungannya, tubuh cowok itu akan terpental dalam waktu beberapa detik.

Ayumi memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi, sorot penuh kebencian tersirat dari matanya. Beberapa detik lagi, ia akan menyaksikan kehancuran gadis itu yang sebenar-benarnya.

Namun, perhitungannya sangat salah saat ia harus menginjak pedal rem ketika sadar bukan tubuh Danu yang menjadi korban. Melainkan tubuh gadis yang menjadi target awalnya.

Ayumi sama sekali tidak mengira bahwa Zia akan mendorong tubuh Danu hanya dalam waktu sepersekian detik kemudian. Tubuh Zia kini menghantam mobilnya hingga terpental beberapa meter.

Davin yang tadi ikut berjalan bersama Danu kini terpaku di tempat. Begitu pula dengan seseorang yang baru saja Zia selamatkan. Danu gemetar, ia berusaha berdiri meski menahan sakit akibat kepala yang menghantam sisi trotoar. Dengan langkah pelan, ia mendekat, lalu menatap tubuh gadis yang ia cintai tergeletak begitu saja di atas aspal.

Tubuh yang selama ini menemani disetiap kenangan hidupnya, kini hanya tergeletak tak berdaya. Danu merosot jatuh sebelum benar-benar sampai di dekat tubuh Zia. Tubuhnya gemetar, tak sanggup melihat gadis yang rela mengorbankan dirinya sendiri demi Danu. Bersamaan dengan air hujan yang semakin membuat lukanya terasa, Danu jatuh pada titik terendahnya. 

*****

3DZia : Rasa (Sudah Terbit) Kde žijí příběhy. Začni objevovat