14 | Menjauh

3 2 0
                                    

Kanzia menghela napas lega setelah tiba di parkiran sekolah karena ia baru saja terbebas dari pertanyaan bertubi-tubi yang dilontarkan Devan dan Davin. Mulai dari pertanyaan kenapa Zia berangkat bersama mereka hingga menebak bahwa Zia dan Danu sedang ada masalah.

Sebenarnya ia bisa menjelaskan apa yang telah terjadi semalam, tetapi karena pertanyaan mereka tidak menunjukkan keseriusan, ia memilih bungkam. Bahkan ia harus menahan kekesalan karena si kembar justru menjadikan masalahnya dengan Danu sebagai lelucon.

Setelah menyesali apa pun kesalahan yang dilakukannya semalam, Zia memutuskan untuk meminta maaf secara langsung saat tiba di kelas. Karena yang ia tahu sedari dulu, Danu akan segera luluh ketika melihat dirinya meminta maaf.

"Loh, Yum? Kok, lo duduk di sini?"
Suara Davin berhasil menarik kesadaran Zia saat melangkah ke dalam kelas. Ia melihat Ayumi duduk dengan tenang di meja yang biasa ia duduki. Tanpa berpikir panjang, ia menghampiri anggota baru 3DZia itu.

"Ini kan, mejanya Zia. Kenapa Yumi duduk di—“

"Gue yang minta," potong Danu kemudian menatap Davin. "Vin, Zia lo suruh duduk sama Dina aja!"

Tepat saat mendengar kalimat itu, Zia bungkam. Ia merasa jika kerongkongannya seperti tercekat sehingga untuk mengeluarkan sapatah kata pun tak bisa. Separah itukah luka yang ia ciptakan pada Danu?

Karena merasa tidak enak, akhirnya Ayumi berdiri. "Kayaknya gue enggak usah duduk di sini, deh. Lagian ini memang bangku Zia."

Danu menarik tangan Ayumi agar kembali duduk. "Kalo gue bilang enggak apa-apa, ya, berarti enggak apa-apa!"

Melihat hubungan kedua sahabatnya sedang tidak baik-baik saja, Devan memilih mengalah. Ia merasa kasihan pada Zia apalagi saat menyadari perubahan sikap Danu. "Lo duduk sama Davin aja, Zi, biar gue yang duduk sama Dina."

Baru beberapa langkah melewati Zia, langkah Devan terhenti saat merasakan tangan gadis itu menahannya. "Enggak apa-apa kok, Van. Devan duduk di tempat Devan aja," kata Zia lalu berusaha menampilkan senyum terbaik yang dapat dilakukan.

Mata Zia nyaris tak memperlihatkan sorot terluka. Ia kembali menjadi dirinya yang seperti biasa. Menjadi gadis yang selalu berhasil menyembunyikan luka. Ia berpikir jika luka tak harus selalu ditampilkan karena tidak semua orang benar-benar peduli atas masalah yang dihadapinya.

Devan masih belum bergerak, ia justru menatap Zia dengan tidak yakin karena gadis itu tetap tersenyum meski hatinya terluka.

"Enggak apa-apa, Van," kata Zia lagi, berusaha meyakinkan Devan bahwa ia sedang baik-baik saja. Namun, sebaik apa pun Zia bersikap seolah tidak terjadi apa-apa, Devan tidak akan pernah percaya.

*****

"Van, oper ke gue!"

Suara berisik itu berasal dari lapangan karena Devan, Davin, dan teman-temannya yang lain sedang bermain bola tanpa Danu.

Beberapa murid di sekolah ikut menonton pertandingan bola abal-abal yang diciptakan dua cowok kembar itu. Selain disenangi para siswi karena mereka salah satu konten kreator, mereka juga disenangi karena keahlian mereka dalam bermain bola.

Jika biasanya istirahat kedua Zia isi dengan makan es krim di kelas atau makan untuk yang kesekian kalinya di kantin, kali ini gadis itu lebih memilih duduk di pinggir lapangan sembari menunggu si kembar. Namun, sebelum berada di sana, ia sibuk mencari Danu, tetapi ia berhenti mencari tatkala matanya menangkap dua orang yang duduk di seberang lapangan. Ia lagi-lagi tersenyum miris karena posisinya memang sudah digantikan oleh Ayumi.

Zia mengambil satu botol air mineral. Saat hendak membuka penutup botol, gerakannya seketika terhenti saat menyadari seseorang duduk di sebelahnya tanpa persetujuan.

"Kak Juna?" katanya saat cowok itu menoleh.

"Ngapain sendirian di sini?" Dengan gerakan kepala, Zia menunjuk kedua sahabatnya di lapangan. "Nungguin mereka? Setia kawan banget."

Zia tersenyum. "Udah biasa, Kak. Lagian Zia juga bosen tadi di kelas. Mending liat mereka, kan?"

Juna mengangguk. "Dari konten yang kalian buat, kayaknya kalian kelihatan akrab banget, ya?"

Zia meneguk air mineral yang masih berada di tangannya. "Gimana enggak akrab, coba? Orang kita udah temenan selama sebelas tahun."

Juna melebarkan mata seolah-olah tidak percaya dengan ucapan Zia. Menurutnya, tidak ada persahabatan yang seawet mereka. "Really?"

Zia mengangguk yakin. "Temenan dari kelas satu SD. Zia bersyukur karena bisa sekelas terus sampe SMA."

Ada rasa senang di balik kalimat Zia barusan. Sebelas tahun bersahabat dengan tiga sosok cowok pelindung membuatnya benar-benar merasa beruntung.

Zia baru saja akan menutup botol minuman itu, tapi terlanjur dirampas oleh Devan. "Eh, Manusia Ikan! Enak aja main ngambil punya Zia."

Devan tak peduli, ia tetap meneguk air mineral itu hingga hanya tersisa setengah. "Makasih!"

"Danu mana—"

Kalimat Davin terputus saat melihat sosok Juna yang duduk di sebelah Zia. Matanya menyipit untuk memastikan apa yang dilihatnya. Sejak kapan Zia berteman dengan cowok selain mereka bertiga?

Juna tersenyum lalu mengulurkan tangan untuk berkenalan. Uluran tangan itu disambut baik oleh Devan dan Davin. Setelah melepaskan uluran tangan tersebut, Devan akhirnya bersuara. "Kok, mau temenan sama beruang kutub kayak dia?"

"Enak aja bilangin Zia beruang kutub!" bantah Zia seketika.

"Iyalah. Lo itu gendut, galak, jelek lagi. Mirip sama beruang kutub!" kata Devan kemudian terkekeh.

Gadis itu menekuk bibirnya sebal. Tak ingin cepat kalah, akhirnya Zia menjawab. "Kalo Zia gendut, galak, dan jelek, Zayn Malik enggak akan mau lamar Zia waktu itu!"

"Dih, najis!"

"Zi, lo liat Danu, enggak?" tanya Davin yang sejak tadi mencari keberadaan cowok itu. "Tumben banget enggak ikut main."

Gadis itu menggeleng, seolah ia tidak tahu. Padahal Danu masih berada di tempatnya semula bersama Ayumi. Ia hanya tidak ingin mengganggu waktu kebersamaan mereka. Ia kembali pada prinsipnya, tidak apa-apa terluka asalkan masih bisa melihat Danu.

Sementara beberapa meter dari tempat Zia, Danu sedang menatap gadis itu.  Meski Ayumi berulang kali mengajaknya bicara, ia hanya tetap fokus pada gadis yang sedang menunggu si kembar. Bukannya ia tidak ingin ikut bermain, tetapi ia harus mencari ide untuk konten mereka selanjutnya bersama Ayumi.

Ayumi masih fokus menatap layar ponsel demi mencari ide untuk membuat konten yang berbeda dari sebelumnya. Sejak tadi ia sudah memberi tahu Danu beberapa ide yang terlintas di pikirannya. Namun, ia tidak juga mendengar persetujuan dari mulut cowok itu.

"Danu!" Danu menoleh. "Gimana kalau cover lagu? Lagian 3DZia belum pernah cover lagu. Jadi, kita coba aja, siapa tahu bisa trending lagi."

Danu hanya mengangguk setuju karena sedari tadi pikirannya benar-benar tidak berada di tempat. Ia masih memikirkan perihal kejadian semalam. Apalagi saat dilihatnya Juna mendatangi Zia tadi.

*****

3DZia : Rasa (Sudah Terbit) Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu