22. Kembali Ke Rutinitas

1.2K 47 4
                                    

INI PART 22

Sebelum baca mohon dilihat dulu ya part-nya soalnya cerita ini gak berurutan gais hehe, thank you 🙏🏻

-----------------------------------------------------------

Balik ke Jakarta artinya mereka sudah siap untuk kembali ke rutinitas yang melelahkan. Harus kembali berhadapan dengan hiruk pikuk pekerjaan dan macetnya jalanan.

Belum lagi kalau di pekerjaan ada hal yang tidak terduga, memaksa pikiran  harus ekstra bekerja sampai kadang ngerasa stress tak terkira.

Seperti sekarang ini, Dzikri sedang menghadapi seorang pelanggan yang marah-marah karena pesanannya salah.

Padahal tadi dia sudah mengkonfirmasi berulang kali dan pelanggan itupun menyetujui kala Dzikri membacakan ulang pesanannya.

Tapi sekarang pelanggan tersebut justru tidak terima dan menyalahkan Dzikri yang katanya tidak becus bekerja.

"Maaf kak tadi kan saya sudah konfirmasi ulang ke kakak" ujar Dzikri mencoba menjelaskan. Ia juga menunjukkan daftar pesanan yang pelanggan tersebut minta di awal, "Ini kak pesanan kakak tadi, semuanya sudah sesuai"

Namun bukannya mereda, amarah pelanggan tersebut justru semakin menyala, "Lah ya mana gue tau, orang gue pengennya yang size gede malah lu kasih size kecil. Lu pikir gue bohong hah? Gue tadi pesen yang gede!"

"Kalau gitu saya ganti ya kak. Saya ambilkan sebentar" ucap Dzikri dengan sopan. Dia hendak bertanggung jawab dengan mengganti pesanan tersebut.

Namun belum sampai tangannya mengambil mangkuk berisi zuppa soup tersebut, sang pelanggan justru menepisnya membuat mangkuk tersebut jatuh dan isinya berantakan  di lantai

"Gak butuh! Lu cuma buang-buang waktu gue tahu gak, dasar pelayan tolol!"

Dzikri mematung. Ini pertama kalinya dia dipermalukan di depan umum. Wajahnya pucat pasi menatap  rekan-rekannya yang hanya diam menyaksikan.

Dzikri tahu, mereka mungkin tidak berani ikut campur, takut terkena imbas. Dzikri juga sebenarnya tidak masalah karena ini murni kesalahannya.

Namun apa mereka tidak ada belas kasihan sedikit pun pada Dzikri?Sekedar membantu menjelaskan pun tidak.

Tuhan, Dzikri harus gimana? -- batin Dzikri ketakutan.

Takut, malu, kesal, sedih, semua perasaan tidak mengenakan itu kini bersarang di hatinya. Sesak merambat melewati dadanya, hinga kerongkongan dan membuat matanya berair, ingin menangis sekarang juga.

"Ada apa ini?" ucap sebuah suara yang Dzikri tidak kenali.

Dzikri tidak tahu apakah dia harus bersyukur atau semakin takut kala seseorang dengan setelan jas lengkap berdiri dihadapannya, menggantikannya berhadapan dengan pelanggan tersebut.

Dzikri takut kalau-kalau orang itu adalah anak dari pemilik cafe yang katanya akan menjadi manager baru mereka mulai hari ini. Kalau sampai iya, matilah Dzikri!

"Lu siapa? Gak usah ikut campur!" tukas pelanggan tersebut tidak bersahabat. Sementara Dzikri memilih menunduk sembari memilin jarinya. Takut dengan kenyataan yang akan dia terima setelah ini.

"Saya manager di sini. Ada yang bisa saya bantu?"

BLAM!

Otak Dzikri ngeblank seketika.

"Jadi bener itu anaknya bos? Ya Tuhan gue harus apa? Gue gak mau dipecat plis" -- batin Dzikri memohon.

Pelanggan tersebut maju selangkah, semakin nyolot, "Oh lu managernya. Lain kali kalau cari pegawai yang bener dong masa nulis pesenan aja salah! Gue tadi pesen yang large malah dikasih yang small!"

Feeling LonelyWhere stories live. Discover now