PART 10 - 1

88.2K 2.4K 106
                                    

PART 10

Felicia melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Marco masih tidur dan ia tidak punya keberanian untuk membangunkannya. Tadi malam mereka bercinta berkali-kali. Mencecap kenikmatan sepuasnya.

Felicia tersenyum sambil mengoles selai cokelat pada roti tawar kesukaan Marco dengan pikiran melayang pada bagaimana ia memaksakan diri mengenakan lingerie seksi—meski sebenarnya merasa sungkan—semata-mata untuk membujuk Marco dan meredakan kemarahan suaminya itu.

Felicia ke kamar dan duduk di pinggir ranjang. Dengan ragu ia menyentuh lengan kiri Marco untuk membangunkannya. Belum sempat ia bersuara, Marco sudah membuka mata dan tersenyum tipis. Dada Felicia seketika berdebar tak menentu. Marco sangat jarang tersenyum. Dan senyumnya pagi ini mampu membuat seluruh sel di dalam tubuh Felicia berteriak senang.

"Pagi, Marc," sapa Felicia sambil menyunggingkan seulas senyum manis. Ia tidak tahu apa yang membuat perasaannya pagi ini berbunga-bunga. Mungkin karena mereka sudah berbaikan, atau juga karena percintaan dahsyat yang sangat memuaskan tadi malam.

"Fel...," panggil Marco dengan suara serak. Ia bergerak hingga selimutnya tersibak sebatas perut.

Darah Felicia berdesir melihat pemandangan sensual di depannya. Dada bidang yang ditumbuhi bulu-bulu menggoda. Benak Felicia seketika dipenuhi bayangan menyusurkan jemarinya di tubuh liat itu.

Marco menarik tangan Felicia yang sedari tadi menyentuh lengannya. Karena tidak siap, Felicia terjatuh ke atas tubuh Marco.

Felicia berusaha bangun. Tapi Marco menahan punggungnya. Sebelah tangan Marco menyentuh wajah Felicia.

Dalam sekedip mata, bibir Marco menyentuh bibir Felicia. Seluruh tubuh Felicia menggelenyar oleh hasrat.

Hanya sebuah ciuman dan hasratnya terbakar. Tapi tentu saja mereka tidak akan bercinta pagi ini. Felicia harus ke toko orangtuanya.

Dengan susah payah Felicia menarik diri. Ia menepis pelan tangan Marco yang mulai bergerilya di lekuk sensual tubuhnya. "Marc, aku harus ke toko."

"Tutup saja tokonya, Fel."

Tangan Marco membelai lembut pinggul Felicia, merambat turun ke paha langsingnya, sebuah isyarat nyata bahwa Marco ingin bercinta.

Felicia tertegun. Seluruh kulitnya seolah mati rasa mendengar kalimat itu. Ia tidak mungkin menutup toko itu. Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan. Biaya kuliah Devon, tempat tinggal baru untuk orangtuanya, karena sedikit harta yang mereka miliki sudah habis terkikis untuk biaya pengobatan ayahnya. Belum lagi dampak penutupan toko itu pada mental sang ayah. Selain itu, ia jadi tidak bisa bertemu Kelvin lagi.

"Orangtuamu bisa tinggal di salah satu rumahku."

Seperti bisa membaca pikiran Felicia, Marco bersuara. Hati Felicia tersentuh. Meski dingin dan datar, ternyata Marco sangat perhatian. Walau baru beberapa hari menjadi istrinya, Felicia tahu pasti Marco sangat kaya dan memiliki banyak rumah.

"Aku juga akan membayar biaya pengobatan ayahmu."

Felicia membeku. Sedetik kemudian ia menggeleng. Ia tidak mau berutang budi pada Marco. Ia juga tidak mau terlalu bergantung padanya.

Selain itu, Felicia juga tidak mau kehilangan kesempatan untuk berdekatan dengan Kelvin. Bila ia menutup toko orangtuanya, artinya intensitasnya untuk bertemu Kelvin akan berkurang.

Sejak pertama kali bertemu dengan Kelvin, Felicia sudah menyukainya. Bukan hanya karena pria yang beberapa tahun lebih tua darinya itu memiliki wajah yang tampan dan menawan hati, tapi juga oleh sikapnya yang hangat dan menyenangkan.

Felicia menarik diri hingga elusan Marco terlepas. Ia duduk di pinggir ranjang dengan wajah kaku.

Bukan Istri Bayaran [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang