21 | am all alone

Mulai dari awal
                                    

"Kalian kalo nongkrong biasanya dimana?"

Dicky berdecak. Kebiasaan Sagara, pasti malas baca grup chat. "Banyak sih. Tapi seringnya di Ohayou."

Berbicara tentang coffee shop, dulu Sagara ingin sekali punya coffee shop sendiri. Ia bahkan pernah membahasnya dengan Logan. Logan bilang kalau membuka coffee shop di jaman sekarang itu adalah ide yang cemerlang. Karna banyak coffee shop yang buka tapi selalu ramai. Peluang bisnisnya lumayan besar. Tapi karna Sagara tau kondisi Logan, jadi Sagara tak bisa berharap banyak kepada temannya itu. Apapun bantuan Logan, itu sangat berarti baginya.

"Gue ada rencana mau buka coffee shop," ucap Sagara, "menurut kalian gimana?"

"Anjrit beneran?" tanya Sultan tak percaya, "buka lah Gar. Nanti kita nongkrongnya di situ terus."

Dicky mengangguk. "Bener tuh! Kita bantuin kok Gar. Tenang, ada Sultan kok yang bisa nukang."

"Anjing lo, urusan nukang aja ke gue."

Louis tertawa mendengarnya. "Boleh juga tuh Gar. Ide bagus. Coffee shop sekarang lagi naik daun. Anak-anak muda pada nongkrong di sana sekarang."

"Tenang Gar, kita semua bakal bantu lo kok!"

Pukul 8 malam, Sagara sampai di rumah sakit dengan beberapa makanan ringan di tangan kanannya. Ia tidak tau harus membawa apa, tapi Sagara memilih makanan yang Nesya suka dan dapat dikonsumsi oleh perempuan itu. Sagara juga beli buah-buahan kok, tenang saja.

"Sagara!" pekik Nesya kesenangan saat yang membuka pintu kamarnya adalah Sagara. Bagi Nesya, tak ada yang lebih bahagia selain melihat Sagara datang menjenguknya, "akhirnya dateng juga!"

Sagara tersenyum kecil, ia menaruh tentengannya di meja. "Logan mana?"

"Udah pulang, Logan kan kerja," jawab Nesya, "kamu kan yang jaga aku malam ini?"

Sagara mengangguk mengiyakan. "Udah makan malam?"

"Udah kok tadi. Sagara bawa apa? Mau dong."

"Mau apa?" tanya Sagara, "makan buah aja. Apel?"

"Boleh."

Sembari memotong apel, Sagara memperhatikan Nesya. Tubuh Nesya semakin kurus, pipinya juga ikut tirus. Sahabatnya ini, bakalan sembuh kan? Jujur di sela-sela kesibukannya latihan kemarin, Sagara masih sempat mengkhawatirkan kondisi Nesya. Ia juga merasa bersalah karna selau tak sempat untuk menengok sahabatnya ini.

"Gimana kondisi lo?"

"Hm?" Nesya mengalihkan pandangannya dari televisi ke Sagara, "baik-baik aja. Lo liat gue masih sehat bugar kan?"

"Kenapa dirawat terus kalo kayak gitu?" tanya Sagara membuat Nesya bungkam, "emangnya nggak bisa rawat jalan?"

"Nggak mau," jawab Nesya, "gue suka di sini. Banyak yang nemenin."

Kenyataannya, kondisi Nesya malah menurun. Terlihat dari tubuhnya yang semakin mengurus dan wajahnya yang selalu pucat. Kepalanya juga tiba-tiba sering sakit sekali seperti ditusuk ribuan jarum. Penglihatannya kabur dan juga dunia terlihat berputar. Perutnya juga seperti tak mau mencerna makanan lagi. Setiap ada makanan yang masuk, mual yang Nesya rasa, selalu ada keinginan untuk mengeluarkan kembali makanan yang masuk ke dalam tubuhnya. Semua makanan juga terasa pahit di lidahnya. Ia juga sudah muak untuk mengonsumsi obat-obatan. Ia mau kehidupan yang dulunya kembali.

Yang tau kondisinya itu hanya Logan dan kedua orang tuanya. Tak ada yang boleh memberi tahu Sagara karna Nesya tak mau kalau Sagara tau kalau kondisinya menurun. Apalagi kalau Sagara tau Nesya menolak pengobatan di Singapura hanya karna ingin tetap bisa bertemu dengan Logan dan Sagara. Karna menurut Nesya, berobat dimana pun pasti hasilnya tetap sama saja. Ia tetap sakit dan umurnya juga tidak bisa bertambah.

love me wellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang