23 | there's nothing you can't do

64 11 7
                                    

Jarang bisa melihat pemandangan Sagara sudah ada di sekolah pagi-pagi sekali

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

Jarang bisa melihat pemandangan Sagara sudah ada di sekolah pagi-pagi sekali. Bahkan satpam sekolah yang tau Sagara sampai terkejut dibuatnya. Apalagi setelah melihat luka di ujung bibir Sagara yang masih basah, alias masih baru. Satpam Merah Putih sampai mengira Sagara sedang menunggu lawan berkelahinya kemarin untuk balas dendam. Makanya Satpam sudah menyiapkan mental dan kekuatannya kalau-kalau ada yang tawuran nanti.

Tapi sampai bel masuk berbunyi pun, Sagara masih di posisinya—di atas motornya bermain game di ponselnya sembari sesekali melirik ke arah gerbang sekolah. Ada Dicky dan Louis yang menyapa dan juga mengajaknya ke kantin untuk sarapan, tapi ditolak mentah-mentah oleh Sagara. Hingga akhirnya mereka berdua datang lagi menghampiri Sagara dengan perut yang sudah dipenuhi oleh nasi goreng, mengajak masuk ke kelas karna Guru yang mengajar pada jam pertama akan datang.

"Nungguin siapa sih lo?" tanya Dicky. Entah sudah keberapa kalinya ia bertanya tapi belum juga dijawab oleh Sagara, "Pak Tono aja sampe bingung noh liatin lo."

Karna Dicky, Sagara juga ikut melirik Pak Tono—Satpam sekolah yang sedang berkali-kali melirik ke arahnya. Sagara baru sadar ia diperhatikan oleh Pak Tono.

"Btw Gar, lo udah Kimia? Liat dong."

"Udah," jawab Sagara, "tapi nggak bisa diliat."

"Pelit banget najis!"

Sagara mengusap kasar wajah Dicky. "Bukunya masih di Aluna. Ayo masuk."

"Oh bilang dong," ujar Dicky sembari tertawa aneh dan mengikuti langkah Sagara yang mendahuluinya.

Bel istirahat pertama berbunyi, baru saja Sagara yang ingin mendatangi kelas Aluna. Tapi perempuan itu sudah ada di samping pintu kelasnya lebih dulu. Perasaan Sagara bercampur aduk, antara lega karna Aluna tidak apa-apa dan juga marah karna Aluna dari kemarin tidak ada kabar.

"Ini buku sama pakaian lo," Aluna mengulurkan tas kertas itu pada Sagara, "sorry telat. Jum'at kemarin gue tungguin di halte bus, lo nggak dateng-dateng."

Sagara menghela nafasnya kasar, menerima tas kertas itu. "Gue kira lo beneran pindah."

"Kenapa emangnya?" tanya Aluna sembari memperhatikan luka di ujung bibir Sagara, "lo abis berantem?"

"Tapi gue nggak liat lo tadi pagi," jawab Sagara tanpa menjawab pertanyaan Aluna yang satu lagi.

"Tadi pagi gue telat," jawab Aluna, "lo nungguin buku lo ya? Udah mau dikumpul ya? Atau malah gue telat ngasihnya? Aduh, Sagara maaf ya—"

"Kenapa bisa telat?" potong Sagara begitu saja.

"Gue telat bangun, makanya ketinggalan bus," jelas Aluna, "tempat tinggal gue yang ini jauh, gue harus dua kali naik bus ke sini."

Jangan bilang tempat tinggal Aluna benar-benar di dekat rumah sakit itu? Ya pantas saja Aluna terlambat. Kalau tidak berangkat dari jam 6 pagi, Aluna bisa-bisa telat sampai di sekolah.

love me wellDove le storie prendono vita. Scoprilo ora