21

11.1K 949 23
                                    


Rahel menatap ke jok samping dimana Jean tengah memainkan pisau lipat sementara pandangannya tertuju pada luar mobil. Yah dia berhasil membujuk Jean untuk ikut menghabisi keluarga Monroe meski sempat beberapa beberapa kali penolakan.

"Kau sudah siap Jean? "

"Ya. Kau sendiri gimana bang Alric? "

Rahel a.k.a Alric sempat terdiam namun detik selanjutnya dia terkekeh membuat Jean dan supir mengernyit bingung.

"Kenapa? "

"Hhaha tidak, gue ga nyangka lo ngenalin gue, padahal gue udah berusaha terlihat mirip seperti Rahel"

"Tentu saja, aura mu jauh lebih pekat dari bang Rahel. Bahkan tatapanmu jauh lebih tajam. Aku bisa membedakan karena aku sama sepertimu" ucapnya sambil menatap Alric tajam.

Alric terkekeh melihat raut wajah Jean yang sangat jauh berbeda dari biasanya. Dia kembali menyiapkan pistol sambil mengobrol dengan Jean.

"Jean, apa kau punya alter ego? "

"Tidak, aku tidak punya"

"Tapi kenapa sikapmu sekarang jauh berbeda dari kemarin? "

"Entah, bagaimana menjelaskan nya? Ya intinya ini sifat asli gue. Seorang berandalan yang sering membuat nyawa orang lain dalam bahaya. Sifat polos yang kalian lihat sehari hari cuma topeng yang gue pake, gue takut kehilangan, gue takut dikucilkan, gue takut sendirian. Gue,,, gue takut ga sempurna"

Alric terdiam, apalagi melihat cairan bening yang merembes dari pelupuk mata Jean. Dia ingin menenangkan tapi Jean langsung keluar dari dalam mobil karena mereka memang sudah sampai.

"Ini langsung masuk atau ada rencana lain? " tanyanya pada Alric.

"Langsung saja, gue males menunda-nunda. Jangan lupakan pistolmu"

Jean mengangguk, dia menangkap pistol yang dilemparkan Alric padanya. Senyum psikopat tercetak jelas di wajah keduanya. Mereka langsung menerobos masuk, menghujani bodyguard Monroe dengan peluru.

Jean dan bawahan Vincenzo yang lain fokus menghabisi pada penjaga mansion sementara Alric naik ke lantai atas, mencari keberadaan targetnya. Alric langsung mendobrak sebuah pintu yang dia yakini merupakan kamar Damian. Dan tanpa ba bi bu Alric melepaskan satu tembakan tepat di bahu Damian membuat pria kepala tiga itu terbangun.

"ARKH"

"Malam Damian, ada kata terakhir? "

Damian tidak terlihat takut sama sekali. Sebaliknya, dia hanya tersenyum mengejek membuat Alric kesal dan langsung menembak kepala Damian beberapa kali.

.
.
.
.

"Pada akhirnya Anka tetap terjebak di dalam mansion ya. Kayaknya memang mustahil Anka bebas. Aahh Anka pengen ke pasar malam lagi. Tunggu, kapan Anka pernah ke pasar malam ya? "

"Berfikir berlebihan lagi baby? "

Anka mengalihkan pandangannya dari jendela. Dia menggeleng sebagai jawaban.

"Ini sudah malam, kenapa belum tidur hm? "

'Karena ini hanya memori yang ga bisa Anka lupakan'- "Anka cuma kepikiran nanti kalo Anka pergi mommy akan sedih engga ya? "

"Jangan berkata demikian, baby tidak akan pergi kemanapun. Baby akan tetap di sini sama kami"

"Ya, tapi usia Anka cuma sampai sembilan belas tahun. Benar kan daddy? "

Theodor terdiam akan penuturan bungsunya. Dia membawa Anka ke pangkuannya lalu memeluk erat tubuh mungil itu.

"Maaf, maaf, daddy janji akan segera menemukan pendonor untukmu baby"

Ankara Si Antagonis Polos [ END √ ]Where stories live. Discover now