10

20.2K 1.8K 17
                                    

Malam semakin larut, suasana ruang rawat Anka terasa sepi lantaran semua penghuninya sedang tertidur, kecuali Anka dan Rahel yang masih terjaga.

Rahel sedari tadi menggendong Anka agar anak itu bisa kembali tidur tapi usahanya gagal.

"Anka, ini sudah larut. "

"Ga mau, ruangan ini menyeramkan. Anka ga mau mati di sini"

"Siapa yang bilang Anka akan mati hm? Kamu ga akan kenapa kenapa, ada abang di sini. Anka akan sembuh sebentar lagi, jadi Anka istirahat ya"

"Tidak hiks Anka akan mati hiks Anka tau itu, tapi tolong, biarkan Anka membalas dia"

"Dia? Siapa hm? "

"Tidak tahu, Anka tidak ingat. Tapi dia, dia menukar mata Anka. Dia buat Anka lupa keluarga Anka, Anka ga mau lupa mommy, daddy, abang, Anka ga mau lupa sama mereka. Gara gara dia Anka ga bisa hiks inget apa apa"

Rahel terdiam, menatap Zodyk yang sepertinya terbangun karena isakan Anka. Zodyk mendekat, dia mengambil alih tubuh Anka dari gendongan Rahel. Anka terkejut, dia seakan tak rela jauh dari Rahel.

"Abang mau bang Rahel"

"Sama bang Zo ya, kasihan bang Rahel pasti cape. Anka juga kenapa ga istirahat hm? Kepalanya sakit? "

Anka mengangguk sebagai jawaban, Zodyk dengan lembut mengusap kepala Anka pelan. Dilitiknya Rahel yang malah melamun, padahal dia tahu anak itu belum istirahat.

"Rahel, Lo tidur gih. Biar Anka gue yang urus"

Rahel tersadar dari lamunannya, dia mengangguk lalu beranjak menuju sofa. Zodyk cukup lama menimang Anka sampai anak itu terlelap. Dengan hati hati dia menidurkan Anka di brankar, dikecupnya kening Anka cukup lama sebelum kembali tidur.

.
.
.

Anka memandang ladang bunga yang ada di hadapannya. Tidak ada pohon yang ada di sekitarnya, warna merah dari bunga itu jauh lebih mendominasi daripada rumput liar.

"Indah, ah iya, ini dimana? "

Anka melangkahkan kakinya menyusuri ladang bunga, entah sudah berapa lama dia berjalan namun dia sama sekali tidak menemukan ujungnya. Anka menyerah, daripada mengerahkan tenaganya untuk sesuatu yang tidak jelas akhirnya, dia memilih duduk sambil menikmati hamparan bunga lycorice.

"Anka"

Anka menengok ke asal suara, alisnya terangkat sebelah saat dia mendapati seorang remaja yang jauh lebih muda darinya. Remaja itu penuh luka, entah itu luka cambuk atau lebam. Bahkan sebelah matanya terlihat buruk.

Anka berdiri, dia mendekat pada remaja yang sepertinya sedang malu.

"Siapa? "

Satu pertanyaan umum keluar dari mulutnya. Kepala Anka miring ke samping, menandakan kalau dia penasaran. Yah kebiasaan Anka kalau sedang berhadapan dengan sesuatu yang tidak dia mengerti.

"Aku Elkana, Ankara Elkana Vincenzo pemilik asli tubuh yang kamu tempati"

"Anka-ra? "

Elkana mengangguk, dia menyeret pergelangan tangan Anka menuju danau yang entah sejak kapan ada di hadapan mereka. Anka menatap pantulan dirinya di ari kolam yang jernih lalu menatap Elkana yang juga tengah menatapnya.

"Kamu manis, aaa bagaimana bisa seseorang yang lebih tua dariku terlihat menggemaskan seperti ini? Ugh rasanya ingin aku culik untuk diriku sendiri, tapi aku ga bisa"

Pipi Anka yang tirus menjadi sasaran tangan Elkana yang merasa gemas padanya. Padahal pipi itu hanya tulang terbungkus sedikit daging dengan kulit yang tipis.

Ankara Si Antagonis Polos [ END √ ]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ