17

13.8K 1.2K 8
                                    


"Anka, sudah mainnya baby. Om Brian bentar lagi datang loh"

Anka menengok dengan tatapan polos ke arah Michael. Tangannya masih menggenggam kuat bola mata miliknya dengan darah yang menodai hampir seluruh pakaiannya. Michael merasa gemas sendiri, dengan tidak sabar dia menggendong Anka lalu menghujani pipi tirus itu dengan banyak kecupan. Seolah melupakan kebrutalan Anka yang tadi dia saksikan bersama yang lainnya lewat rekaman CCTV.

"Ayah hentikan mulut ayah bau rokok! "

Michael menghentikan kegiatannya. Menatap penuh jijik pada Sherly yang tengah sekarat. Ingin dia membunuh jalang itu dengan tangannya sendiri namun Anka selalu mencegahnya dengan alasan ingin membalaskan dendamnya seorang diri.

"Kita ke atas ya, bersihkan tubuhmu baby sebelum om Brian sampai"

"Tapi Anka belum selesai main ayah. Gimana kalo dia mati sebelum menu utamanya? "

"Tidak baby, ayah pastikan itu"

"Kalo gitu suruh om Brian obatin dia jangan sampai dia mati dulu ya ayah"

"Ayah akan meminta dokter lain mengobatinya jadi tengah saja baby"

Michael membawa Anka ke kamarnya agar bau amis dan noda darah segera dia bersihkan. Sepanjang jalan banyak bodyguard dan maid yang merasa ngeri. Mereka memang tidak melihat bagaimana brutalnya Anka, namun dari tatapan sayu polos serta banyaknya darah, mereka yakin kalau Anka jauh lebih sadis dari pada semua pria Vincenzo. Apalagi bola mata masih digenggam kuat.

"Anka! Kok main sendirian doang? Jean juga mau loh. Gak adil "

"Sherly jatahnya Anka, Jean ga boleh ambil! "

Jean mendengar itu mengerucutkan bibirnya. Hey dia juga kesal dengan Sherly yang dengan seenaknya melukai Anka. Tadi saat di sekolah dia hanya bisa mengancam saja karena terlalu banyak yang menyaksikan dan dia tidak suka itu. Jean lebih suka bermain dengan targetnya di tempat sepi, tentu agar citra polosnya terjaga.

Dan jika kalian bilang Jean ppb itu gak salah karena memang itu sifat Jean. Sifat polosnya hanya pencitraan semata, tentu sifat itu muncul karena masa lalunya yang cukup kelam.

Jean dulunya merupakan anak tunggal yang dipaksa sempurna sejak masih balita. Semua yang berhubungan dengan masa depannya selalu di atur sampai usianya menginjak lima tahun. Dan di usia lima tahun kedua orang tuanya dibunuh tepat di depan matanya. Jean melihat dengan jelas bagaimana orang tuanya sekarat bahkan sampai dimutilasi. Jean selamat karena saat itu dia bersembunyi di bawah ranjang orang tuanya.

Selama lima hari setelah pembunuhan Jean diam memperhatikan tubuh yang perlahan membusuk tanpa ada niatan menguburkannya karena tidak ada perintah dari siapapun sampai tetangga sebelah rumahnya datang karena mencium bau busuk. Jean dituduh sebagai tersangka hanya karena dirinya memegang pisau yang digunakan pelaku pembunuhan.

Jean sempat mendekam di konseling sebelum di oper ke panti asuhan. Di sana pun Jean diperlakukan buruk. Dia dikucilkan dan dicap pembunuh. Hal itu membuat sisi bajingan Jean muncul. Dia menjadi anak bengis yang berperilaku selayaknya ucapan orang, dimana orang di sekitarnya mencap dia berandalan dia mengabulkannya. Bahkan Jean sempat akan membunuh teman satu pantinya yang berkata kalau Jean akan membunuh anak itu. Tapi karena takut kembali mendapat penolakan Jean berusaha sangat keras agar terlihat seperti pribadi yang lain.

Selama tiga tahun Jean berpura pura menjadi orang lain. Menyembunyikan sisi bengisnya dengan sikap polos hingga dia di adopsi oleh keluarga Vincenzo di usianya yang ke sembilan tahun. Empat tahun dalam lingkup Vincenzo Jean benar benar memainkan perannya sebagai remaja polos yang haus perhatian sampai suatu hari keluarga Vincenzo tak sengaja melihat kebengisan nya.

Ankara Si Antagonis Polos [ END √ ]Where stories live. Discover now