part 26 s2

2.5K 355 15
                                    

Hari ini pelajaran olah raga, dan karena Kara payah dalam hal olah raga dia tak mengikutinya. Sebaliknya, dia duduk di samping lapangan, menyaksikan teman sekelasnya yang tengah beradu tanding. Sekolah buangan? Sepertinya kata itu tidak terlalu cocok. Karena meskipun kebanyakan muridnya bermasalah dan mantan pidana, tapi banyak dari mereka yang memiliki iq tinggi.

Kara memainkan ponselnya. Dia tersenyum smirk saat ada berita pembunuhan atas nama Keenan terpampang di beranda. Dia semakin senang karena polisi sama sekali tidak bisa menemukan pelakunya.

"Kerja lo emang selalu rapi, Yudas. Haruskah gue kasih tambahan gaji? "

Kara menscrol lagi berita yang ada, dia menghela nafas membaca artikel tentang debut Kana yang dimana Kana sama sekali tidak menghadiri acara itu, atau bisa bilang kabur. Banyak dari awak media yang masih penasaran dengan Kana, karena hanya dia yang tidak hadir di acaranya sendiri.

Asik membaca, pikiran Kara teralih pada pesan yang dikirimkan salah satu bawahannya. "Sepertinya gue butuh bantuan seseorang yang punya koneksi tinggi. "

Kara menyandarkan punggungnya sementara wajahnya menengadah ke langit yang cerah. "Keandra Olivier.... Apa kakek mau bantu gue, hubungan kita udah renggang sedari dulu. "

Kara bangkit dari duduknya saat guru olahraga menghampirinya. "Kara, bapak tidak tahu apa alasanmu tidak mengikuti pelajaran bapak. Tapi bisalah kau ikut penilaian? Bapak tidak mau nilaimu turun hanya karena satu mata pelajaran. "

"Maaf pak, saya tidak bisa. Kaki saya sempat cidera saat saya masih kecil. Karena itu saya tidak bisa mengikuti pelajaran bapak. "

"Begitu ya, baiklah, bapak kasih kamu keringanan. Kamu temui pak Setyo, katanya ada hal yang harus disampaikan padamu. "

Kara mengangguk paham lalu pergi ke ruang guru. Sementara pak bagas, selalu guru olah raga kembali ke lapangan menghampiri muridnya yang lain yang tengah beradu tanding.

"Kenapa tuh pak si Kara, kok cuma dia doang yang ga ikut kelas olah raga? "

"Dia punya cidera kaki, mungkin cukup parah jadi dia tidak bisa mengikuti pelajaran olahraga. "

"Oh pantes, gue perhatiin dia jalannya agak aneh, mana pelan lagi. "

"Sudah sudah, kalian kembali berlatih. Minggu depan bapak adakan evaluasi. "

.
.
.

Kara menatap mansion megah di depannya. Mansion utama Olivier, tempat kakek dan paman bibinya tinggal. Kara menekan bel di samping gerbang, tak lama setelahnya gerbang itu terbuka otomatis. Dia menghampiri salah satu satpam yang bertugas dan seketika satpam itu membungkuk hormat.

"Apa tuan Keandra ada di dalam? "

"Ada tuan muda. Tolong tunggu sebentar, mobil jemputan anda segera tiba. "

Kara mengangguk paham. Dia duduk di kursi yang sudah disediakan oleh satpam itu. Tak lama sebuah mobil berhenti di depan Kara. Seorang bodyguard turun dari kursi kemudian dan mendekati Kara. Bodyguard itu menunduk begitu berada di hadapan Kara.

"Selamat datang tuan muda. "

Kara mengangguk sebagai tanggapan. "Jangan terlalu sopan padaku. Aku hanya tamu, bukan lagi tuan muda Olivier"

Bodyguard itu tak mengerti ucapan Kara, ingin menanyakan lebih lanjut tapi melihat raut wajah Kara yang nampak sedikit gelisah, dia mengurungkan niatnya.

"Mari tuan, tuan dan nyonya besar sedang menunggu. "

Kara mengangguk, dia masuk ke dalam mobil yang akan membawanya ke bangunan utama. Kenapa tidak bejalan kaki? Tentu saja karena jarak gerbang dan bangunan utama sangat jauh. Membutuhkan waktu sekitar 15 menit menggunakan mobil, bayangkan jika berjalan kaki, dua jam juga belum tentu sampai.

Sementara itu di dalam mansion, Keandra dan istrinya nampak sedang berbincang dengan bungsu mereka.

"Ayah, menurutmu apa alasan Kara kesini? Bukankah dia tidak terlalu suka di sini karena putraku? "

"Entahlah, bagaimana menurutmu? "

Asik berbincang, pandangan keduanya teralih pada pintu utama yang terbuka. Terlihat Kara yang masih mengenakan pakaian sekolah yang terbalut jaket tipis berwarna gelap. Sangat kontras dengan kulit putihnya.

Netra menera bertemu dengan netra merah delima milik Kara. Kara langsung membungkuk hormat, layaknya seorang bawahan kepada tuannya.

"Selamat siang tuan Olivier. Maaf saya mengganggu waktu istirahat anda sekalian. "

Keandra dan yang lainnya dibuat terkejut oleh bahasa Kara yang kelewat sopan. Kara memang biasa menggunakan bahasa formal saat bertemu tapi tidak pernah seformal ini.

"Kemarilah Kara. Bagaimana kabarmu? "

Kara mendekat dan duduk di tempat yang sudah disediakan.

"Seperti yang anda lihat, saya baik baik saja. "

Yoona Kim, istri Keandra menggeleng tak suka mendengar bahasa Kara yang terlalu formal. Dia berpindah duduk di sebelah Kara dan memeluknya hangat.

"Cucu nenek kenapa? Apa ada yang menyakitimu? Kenapa kamu bersikap seolah kita orang asing? Sayang, dengar nenek, katakan ada apa? "

Kara menghela nafasnya sesaat sebelum menjawab ucapan Yoona. "Saya bukan bagian dari Olivier maupun Lopez lagi. Tuan Hillary sudah membuang saya, jadi tidak sopan rasanya kalau saya bersikap kurang ajar. "

Keandra dan yang lainnya diam mencerna ucapan Kara. Begitu mereka mengerti, atmosfer di sekitar mereka terasa memberat, bahkan membuat Zion Olivier, bungsu dari Bima Olivier dan Rosalia Rodriguez menangis di pelukan abang tengahnya Calvin Olivier karena ketakutan.

"Apa dia bodoh? Memutuskan hubungan keluarga semudah itu? "

"Kek, mungkin alasannya karena gadis itu " ucap si sulung, Zaky Olivier.

"Benarkah begitu? "

"Benar, saya dituduh mendorong gadis itu dan sebagai konsekuensi nya saya tidak diizinkan menyandang nama Olivier dan tidak diperbolehkan kembali. "

Lia mendekat pada Kara, dia menangis memeluk ponakannya yang hanya menampilkan raut datar.

"Sayang, jangan menyebut dirimu tidak pantas. Kau tetap bagian dari Olivier, kalau dia membuangmu maka disinilah tempatmu sayang. Lihat bunda, lihat sekelilingmu sayang, kami siap menerimamu di sini, "

.......

Kara terpaksa bermalam di kediaman utama Olivier. Lia tak mengijinkannya kembali ke apartemen meski dia sudah berkata bahwa hidupnya masih nyaman. Lagi pula dia tak nyaman di sini karena Zion, anak berusia 14 tahun itu selalu menanyakan banyak hal yang membuatnya dilihat dan tak jarang dia membentak Zion hingga menangis.

Lagi pula, apa apaan ini? Dulu saat dia berkunjung hanya ada tatapan datar untuknya. Tapi kenapa sekarang berbeda?

Tak mau memusingkan semua itu, Kara keluar dari kamarnya untuk bergabung bersama Keandra dan yang lainnya yang tengah berkumpul di ruang keluarga. Lia menyadari kehadiran Kara memintanya untuk mendekat.

"Sini sayang, bergabunglah dengan kakak dan adikmu. Kamu suka teh chamomile kan? Bunda siapkan sebentar. "

Kara bergabung dengan Zaky yang tengah berkutat dengan tab nya. Suasananya terlihat tenang, berbeda sekali dengan mansion Mahendra yang ramai apalagi jika Kana dan Rean digabung jadi satu.

Tak lama Lia kembali. Dia meletakkan gelas berisi teh di meja lalu kembali duduk di tempatnya semula.

"Oh iya Kara, apa maksud perkataanmu siang tadi? "

Kara melirik Keandra sekilas lalu kembali memandang pada layar TV.

"Gadis itu punya hubungan dengan Hillary, apa maksudmu...

"Iya, dia cucu dari anak hasil perselingkuhan tuan Hillary dengan kekasihnya. Aku mendapatkan informasi itu dari salah satu kenalanku. Awalnya aku juga tidak percaya, tapi ada banyak bukti yang tidak bisa dielakkan. "

Bima tersenyum smirk, dia tahu keponakannya ini bukan anak biasa seperti Calvin. Buktinya saja dia bisa mendapat banyak informasi meski dia tidak banyak bertindak.



Tebece....

Oke mulai masuk ke konflik utama. Enaknya Kara turun tangan atau cuma nonton?

Ankara Si Antagonis Polos [ END √ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang