7

24.1K 1.9K 41
                                    


"Jelaskan apa yang terjadi Zodyk"

"Ck, papa ga usah tahu. Zodyk sama Rahel bisa menyelesaikannya sendiri"

Zodyk melangkah pergi setelah mengatakan itu, meninggalkan Berlin dan Fernan yang menahan marah.

"Anak itu! Bagaimana kalo kita minta ayah buat tinggal di sini, mungkin mereka berdua bisa sedikit menurut"

"Terserah kamu saja mas. Jika itu untuk kebaikan mereka, dan jika ayah tidak ada urusan di uk. "

Sinar matahari memaksa masuk melalui celah gorden membuat Anka yang tengah terlelap menggeliat tak nyaman. Netra hitam legam dan merah delima itu perlahan terbuka, dia menelisik sekitar yang terasa sunyi.

Anka mendudukkan tubuhnya, tak lama setelahnya dia beranjak menuju kamar mandi. Selang beberapa menit Anka keluar dengan wajah yang lebih segar.

Senandung kecil keluar dari bibirnya, dengan kaki yang melangkah lebar serta lompatan kecil Anka turun menuju ruang makan.

"Bunda, Anka mau main boleh? "

"Astaga, putra bunda udah ganteng aja. Mau main kemana emang hm? Sini sarapan dulu sama bunda"

Anka mengangguk saja lalu duduk di sebelah Berlin dan memakan makanannya. Dia tak peduli atau tidak sadar jika saat ini ada beberapa orang asing di ruang makan.

Anka sempat menghentikan acara makannya saat dia ingat ada pertanyaan yang sedari kemarin ingin dia katakan

"Bunda, Anka harus sekolah engga ya? Sejak minggu lalu Anka sering liat anak seumuran Anka pergi sekolah, sementara Anka engga"

"Anka mau sekolah juga? Kalo mau biar papa yang urus"

Mendengar itu Anka berbinar senang. Dia mengangguk semangat lalu kembali menghabiskan makanannya. Tingkahnya yang polos untuk anak 16 tahun membuat yang lain memekik gemas tertahan. Kalau saja tidak ada Frederick serta anak cucunya yang lain mungkin Berlin dan Fernan, bahkan kedua anaknya menghujani Anka dengan banyak ciuman.

"Bunda, mereka siapa? "

"Habiskan dulu makannya, nanti papa kasih tahu. "

Anka mengangguk saja, selang beberapa menit mereka selesai dengan acara sarapan. Zodyk dan Rahel sudah berangkat sekolah, menyisakan Anka dan yang lainnya. Fernan tidak ke kantor karena tidak ada jadwal meeting untuk siang ini.

Fernan memangku Anka di sofa sambil memeriksa berkas di tab nya. Mata Anka bergerak tak nyaman saat banyak pasang mata yang menatapnya penuh selidik.

"Papa"

"Kenapa sayang hm? Mereka keluargamu, bukannya tadi sudah papa kenalkan mereka? "

Anka mengangguk membenarkan, tapi bagaimanapun dia tak terbiasa ditatap seperti itu. Lagipula siapa yang tak risih ditatap tajam layaknya seorang pencuri yang ketahuan maling bra milik perempuan? Anka tak suka di sini, dia turun dari pangkuan Fernan lalu pergi ke taman belakang.

Langkahnya tetap diperhatikan oleh Sho Xavier Vincenzo, anak pertama Michael Vincenzo adik dari Fernan. Sho mengikuti kemana perginya Anka, meninggalkan para pria yang sedari tadi hanya diam.

Selepas kepergian keduanya, Frederick dan Michael menatap tajam Fernan seolah meminta penjelasan.

"Dari mana kau menemukan anak itu? "

"Bukan aku yang menemukannya ayah, cucu kesayangan mu itu yang menemukannya. Aku merawatnya karena dia sedikit mirip dengan bungsu Michael. "

"Kau tidak curiga dia memanfaatkan mu? "

Ankara Si Antagonis Polos [ END √ ]Where stories live. Discover now