48

7K 1.1K 39
                                    


Jenaka masih berdiri di tempatnya melihat Pram menyeret kursi kayu dekat meja untuk diletakkan di bawah jendela. Pria itu kemudian duduk di sana memberikan isyarat kepada Jenaka untuk kembali duduk saja. Ia tidak akan berubah pikiran. Dirinya yang harus menjaga Jenaka malam ini.

"Kenapa kamu baru beritahu kami sekarang, Jenaka? Dan kenapa beri tahu Jati lebih dulu bukannya saya?"

"Saya tidak bermaksud buat simpan ini sebagai rahasia. Saya memang merasa ada yang aneh tiga hari belakangan ini tapi saya pikir ini cuma firasat buruk sama kebetulan saja. Karena saya tahu bahwa saya tengah menjadi buronan orang-orangnya Raden Jaya dan itu membuat saya jadi lebih resah, saya pikir seperti itu."

Pram kemudian membuka jendela dan melihat ke arah luar dimana jalanan menjadi lebih gelap dari hari sebelumnya padahal biasanya di jam yang sama lampu jalan masih menyala terang mengingat jalan tempat penginapan ini berada di area ramai.

"Baiklah. Tapi kamu bisa meminta saya untuk jaga kamu kan? Kenapa harus meminta kepada Jati? Rasanya kalian berdua jadi sangat dekat akhir-akhir ini. Saya merasa tersisihkan."

"Ah itu .. karena kebetulan saja ada Jati yang ke sini tadi. Kalau kamu yang datang membawakan surat dari Cantika maka saya akan memintamu untuk menemani saya di sini."

Pram menetap Jenaka lekat-lekat. Pria itu tak bisa berkata-kata lagi. Gadis itu berkata dengan lugu membuat Pram tahu bahwa Jenaka mengatakannya tanpa ada kata berbohong. Mungkin Pram memang sedang cemburu berlebihan. Pria itu melipat kedua tangannya di depan dada merenung dalam kehingan.

"Jadi, apakah sudah ada balasan dari Tuan Iskandar?"

"Sudah."

"Apa responnya?"

"Ah itu ... ternyata Iskandar telah mengirimkan beberapa orang polisi untuk menjaga tempat ini. Dua orang lainnya tengah berada di kamar bawah bersama Jati untuk membicarakan cara Raden Jaya. Surat penangkapan akan segera diterbitkan dan ketika mereka mendapatkan perintah penangkapan Raden Jaya, mereka bisa langsung bertindak."

"Oh, langsung?" tanya Jenaka.

"Iya. bukti foto pesta dimana memperlihatkan Raden Jaya menganakan pin itu saja sudah cukup ditambah dengan buku tamu itu menambah kemungkinan hukuman yang Raden Jaya dapatkan karena telah melakukan perampokan dan pembunuhan berencana. Kepala pelayan akan diadili terpisah agar ia tidak membuka mulut tentang Raden Ayu Kartika."

Jenaka menghembuskan napas lega.

"Senang aku dengarnya. Sangat-sangat lega karena sebentar lagi Cantika bisa bebas dari tuduhan ini."

TAK. TAK. TAK.

Jenaka dan Pram mendongak untuk melihat ke arah loteng. Keduanya sama-sama mendengar suara aneh dari atas.

"Pram?"

"Terlalu tenang untuk seekor tikus atau kucing," jawab Pram lirih agar Jenaka tahu bahwa suara di atas adalah suara langkah kaki manusia yang berada di loteng.

Pram meletakkan telunjuknya di depan bibir meminta Jenaka untuk tidak bersuara. Pria itu merogoh sabuk bagian belakang tubuhnya untuk mengeluarkan sebuah senjata api kecil. Jenaka meletakkan tangannya di bawah bantal untuk meraih belati yang disimpannya di sana untuk berjaga-jaga.

Pram membuka pintu kamar mandi dengan kasar dan menemukan seekor kucing hitam yang mengeong.

"Kucing?"

Pram mengangkat kepalanya dan menemukan sebuah ventilasi kecil yang di bagian luar terdapat pipa melintang. Kucing itu sepertinya masuk dari ventilasi itu. Pria itu pun membawa keluar kucing tersebut dan mengusirnya melalui pintu.

Surat Untuk Jenaka (Complete)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora