21

7.1K 1.1K 55
                                    

Song of the day: Maling Jemuran by Nonaria

Keesokan paginya Jenaka bangun lebih cepat. Ia bertemu Jati dan Pram yang sudah duduk di meja makan dan Pram mengajak Jenaka untuk bergabung. Jati yang melihat Jenaka yang melihat kehadiran Jenaka tidak terlalu terkejut.

"Pada malam itu ... apakah Nona yang berkunjung ke pesta milik Raden Panji dan bukan Raden Ajeng?" tanya Jati langsung ketika Jenaka duduk di kursinya.

"Iya. Saya saudara jauh dari Cantika. Kami memang sering dibilang mirip dan malam itu Cantika sedang sakit, dia meminta bantuanku untuk menggantikannya."

"Saya sudah menduganya ... malam itu Raden Ajeng sangat berbeda. Pantas jika itu bukanlah Raden Ajeng."

Jenaka mengulurkan tangannya ke arah pemuda yang wajahnya masih penuh akan luka lebam itu.

"Perkenalkan, namaku Jenaka."

"Ah, Jenaka ... saya Jati."

Jenaka menjabat tangan Jati lebih lama begitu juga dengan Jati yang tak kunjung melepaskan jabat tangan mereka. Meski pun keduanya saling tersenyum tapi jelas antara Jati dan Jenaka tengah memeriksa satu sama lain apakah mereka benar-benar bisa dipercaya atau tidak. Jenaka memastikan bahwa apa pun yang terjadi, kakek buyut dan nenek buyutnya harus bersatu.

Persetan dengan Pram yang tidak menyetujuinya. Demi keberlangsungan dirinya di masa depan. Apa pun akan Jenaka lakukan untuk menyatukan Cantika dan Jati.

Pram memperhatikan Jati dan Jenaka yang masih berjabat tangan sejak satu menit yang lalu. Ia tidak suka ketika dua orang itu bersentuhan dengan waktu yang lama. Pram berdehem untuk mencuri perhatian keduanya tapi gagal. Dengan rasa kesal, ia harus berdiri dan memisahkan kedua tangan yang masih bertaut tersebut.

"Makanan yang ada akan dingin jika dibiarkan," ujar pria itu memisahkan Jati dan Jenaka.

Jenaka menerima makanan dari Pram begitu juga dengan Jati. Namun selama sarapan berlangsung, Jenaka mencuri pandang ke arah Jati begitu juga dengan Jati yang mencuri pandang ke arah Jenaka. Kehadiran Pram di meja makan saat itu tak terlihat membuat pria itu semakin kesal.

"Nona Jenaka, apakah kita jadi berjalan-jalan siang ini?" tanya Pram dengan senyum di bibirnya untuk mendapatkan perhatian Jenaka sejenak.

Jenaka menoleh sekilas memberikan pria itu sepersekian detik perhatian dan kembali melihat ke arah piringnya.

"Ya," jawabnya singkat.

Jenaka kembali melirik ke arah Jati. Kakek buyutnya itu ... entah kenapa Jenaka merasakan ada sesuatu yang aneh dari pemuda itu. Ia tidak mengatakan yang pasti tapi aura pemuda itu berbeda.

Pram mencengkram garpunya karena ia kembali kehilangan perhatian dari Jenaka. Gadis itu lebih memilih mencuri pandang ke arah Jati. Pria itu sedikit terkekeh. Baru tadi malam Jenaka bilang bahwa Jati adalah kakek buyutnya tapi gadis itu kini tak bisa melepaskan pandangan dari Jati. Apa Jenaka jatuh cinta pada kakeknya sendiri? Sungguh sesuatu yang menggelikan.

"Jati," panggil Pram dengan nada dingin.

"Jangan ulangi lagi dan pulanglah ke rumah ibumu. Jangan kembali ke tempat ini. Jangan tunjukkan wajahmu di depan kami lagi."

BRAK!

Jati dan Pram menoleh ke arah Jenaka yang terkejut dengan gebrakan meja gadis itu.

"Apa-apaan ini? Jati harus tetap berada ... di sini." Jenaka menoleh ke arah Jati yang menatapnya bingung. Gadis itu baru tersadar bahwa apa yang dilakukannya berlebihan. Ia hanya terkejut akan ucapan Pram padahal Pram tahu bahwa tujuan Jenaka adalah menjodohkan Jati dan Cantika.

Surat Untuk Jenaka (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang