4

12K 1.5K 23
                                    

Song of the day: Rindu Lukisan by Hendri Rotinsulu

Jenaka masuk ke dalam bawah kolong meja, Raden Ajeng kembali menutupnya dan merapikannya. Tiba-tiba saja pintu ruangan tersebut terbuka membuat Raden Ajeng terkejut. Ujung kakinya mendorong bagian kaki Jenaka yang masih terlihat.

"Tuan," sapa Raden Ajeng kepada seseorang.

Jenaka meletakkan kedua tangannya di depan mulut. Mencoba untuk tidak bersuara ketika mendengar beberapa suara tapak sepatu. Cahaya dari luar masih sangat cerah sehingga bayangan dari luar masih bisa dilihat oleh Jenaka dengan jelas.

"Cantika, sudah lama rasanya saya tidak bertemu denganmu. Saya senang mendengar dari teman saya yang mengajar di HBS jika kamu memiliki nilai yang sangat baik."

"Terima kasih, Tuan."

Raden Ajeng mempersilahkan pria tersebut untuk duduk di kursi yang sudah sediakan.

"Ah, saya selalu bertanya-tanya bagaimanakah bentuk saloon (ruang tamu) pribadimu. Sangat indah dan rasanya saya seperti mengenalmu lebih dalam lagi seperti ini. Saya sudah lama menanti untuk dijamu di tempat ini."

"Saya sudah berjanji kepada Tuan sejak minggu lalu."

Raden Ajeng menyentuh ujung pakaiannya gugup ketika pria yang lebih muda juga ikut masuk dan berjalan mengelilingi ruang tamu pribadinya dengan penuh minat.

"Tuan Jaksa, saya sangat jarang melihat Tuan Jaksa bersama Raden Panji pergi bersamaan seperti ini."

Pria yang lebih muda itu tersenyum simpul. Sebuah lesung pipit yang menjadi primadona di kalangan para wanita baik yang belum menikah hingga yang sudah menikah pun muncul ketika pria itu tersenyum. Menambah ketampanan yang sangat jarang mereka temui. Semua kalangan menyukai wajah pria itu.

"Saya dan Tuan Aryadiningrat akan berkunjung ke kediaman Controleur* karena urusan mendadak. Tapi Tuan Aryadiningrat sudah berjanji kepada Tuan Putri jadi saya pun mau tak mau harus ikut menemani Tuan Aryadiningrat."

"Ah, kamu bisa saja! Saya tahu kamu sama sekali tidak keberatan. Kamu kan suka lihat wajah calon istri saya yang cantik ini," balas Tuan Aryadiningrat sambil tertawa kencang.

Pria yang diajaknya berbicara itu ikut tertawa dan Raden Ajeng hanya bisa merona karena malu. Seorang jongos (pembantu) izin masuk dengan berjalan menunduk membawakan kudapan juga teh. Raden Ajeng sedikit mencuri lirik ketika pria lainnya itu berjalan ke arah meja tempat Jenaka bersembunyi.

Raden Ajeng meremas tangannya ketika pria itu duduk bersandar pada meja bertaplak kain putih itu.

"Tuan Putri sangat suka kerajinan ya? Saya melihat beberapa hasil lukisan yang indah."

"Belum selesai, Tuan."

"Saya juga mungkin akan mencari istri yang bisa melukis seperti Tuan Putri. Bahagia hati saya jika bisa mendapatkan satu. Benarkah begitu, Tuan?' tanyanya kepada Tuan Aryadiningrat.

"Benar sekali. Saya juga beruntung bisa mendapatkan Cantika sebagai calon istri. Dia pandai melukis. Saya sudah jatuh hati sejak melihat lukisan Cantika sejak tujuh tahun yang lalu. Lukisannya masih saya simpan di kamar."

"Ah, kalian berdua adalah pasangan yang sangat melengkapi. Saya jadi iri."

Raden Ajeng tidak terlalu ikut dalam perbincangan dua pria itu. Ia resah di tempatnya melihat teman Tuan Aryadiningrat yang begitu nyaman duduk dan bersandar di meja.

"Ah, berbicara dengan tentang lukisan. Apakah Tuan Jaksa ingin melihat lukisan saya yang terbaru? Saya melukis sebuah bunga yang dibawakan salah satu teman ketika saya berada di HBS* dua tahun yang lalu."

"Dengan senang hati, Tuan putri."

Cantika menghela napas lega ketika pria itu menjauh dari meja tempat Jenaka bersembunyi. Ia mengambil sebuah kanvas kecil yang sudah hampir selesai dilukis.

"Rasanya sangat cemburu. Saya sudah datang jauh-jauh untuk menemui calon istri saya tapi saya tidak dianggap seperti ini."

"Ah! Maaf, Tuan! Saya tidak bermaksud seperti itu! Saya hanya ingin menujukkan sesuatu kepada teman Tuan!"

Tuan Aryadiningrat tertawa kecil dan ikut ber indri. "Ne, Cantika. Saya hanya menggoda saja."

Pria itu ikut bergabung untuk melihat lukisan Raden Ajeng. Mereka bertiga kemudian membahas tentang sesuatu yang tidak dimengerti Jenaka.

Dari bawah meja, Jenaka sedikit lega ketika Raden Ajeng kembali berdiri di depan meja tempat dirinya bersembunyi dan berikan kurisnya kepada teman Tuan Aryadiningrat.

Jamuan itu mungkin berlangsung hampir tiga puluh menit lamanya. Raden Ajeng tersenyum ketika Tuan Aryadiningrat menghampirinya. Pria itu memegangi tangan Raden Ajeng dengan lembut.

"Cantika, saya ingin mengundangmu untuk datang ke kediaman saya besok. Akan ada sebuah pesta kecil."

"Pesta?" tanya Raden Ajeng.

"Besok saja. Saya akan memberitahumu besok. Kalau begitu saya pamit terlebih dahulu," ujar Tuan Aryadiningrat sambil membungkuk dan mengecup ujung tangan Raden Ajeng.

Teman Tuan Aryadiningrat hanya tersenyum dan kembali mengenakan topi lebarnya. Keduanya menaiki delman yang sedari tadi sudah menunggu meninggalkan kediaman Raden Ajeng.

Saat Raden Ajeng berbalik untuk kembali masuk ke dalam rumah. Dilihatnya sang ayah yang sudah siap mengintrogasinya tapi perempuan itu menggeleng.

"Saya ingin beristirahat sebentar."

"Raden Panji Aryadiningrat adalah pria terbaik. Semua perempuan ingin menikahinya. Tersenyumlah lebih lebar," ujar pria itu yang kemudian berbalik meninggalkan putrinya.

Raden Ajeng tersenyum simpul menahan rasa lelah yang sedari tadi menghinggapinya. Ia menolak ketika salah satu pembantunya menawarkan makan siang. Perempuan itu kembali ke ruang tamu pribadinya. Sebuah ruangan yang menjadi tempat persembunyiannya juga perlindungan dirinya kini sudah tidak sesuci sebelumnya.

Pria lain telah menghinggapi ruangan tersebut membuat Raden Ajeng merasa sesak.

Perempuan itu lupa akan kehadiran Jenaka yang sedari tadi tengah mencerna nama-nama familiar yang ia tahu. Raden Ajeng kemudian duduk di kursi sofa yang digunakan oleh Tuan Aryadiningrat tadi. Dikeluarkannya sebuah sapu tangan putih untuk mengusap pipinya yang mulai berderai air mata.

Suara isakan tertahan terdengar begitu lirih. Jika saja ruangan itu terbuka mungkin Jenaka tidak akan bisa mendengarnya. Gadis itu memberanikan diri membuka sedikit bagian taplak meja yang terjuntai ke bawah untuk melihat keluar.

Di depannya duduk Raden Ajeng Cantika yang menangis tersedu-sedu menggenggam sapu tangannya. Jenaka memberanikan keluar untuk mengulurkan kedua tangan memeluk perempuan itu dengan erat.

"Cantika. Semuanya akan baik-baik saja. Saya ada di sini," ujar Jenaka mencoba memberikan kenyaman untuk Cantika ... yang sudah ia sadari sejak tadi bahwa perempuan itu adalah ... nenek buyutnya. Ayutnya.

*Controleur (Kontrolir): Sebuah jabatan pemerintahan yang pernah ada di Indonesia pada zaman Hindia Belanda. Dalam penyelenggaraannya, dibentuk sebuah jabatan fungsional di antara pemerintahan Belanda dan pribumi yang hanya dapat dijabat oleh orang kulit putih, yang sifatnya nonstruktural dan berfungsi sebagai penghubung antara pemerintah Belanda dengan pemerintah pribumi.

Dalam pelaksanaannya, kontrolir dianggap sebagai koordinator pengawasan dari pemerintahan Belanda hingga ke tingkat paling rendah, di struktur pemerintahan Hindia Belanda. Di masing-masing kawedanan diangkat seorang pejabat sebagai kontrolir. Sedangkan di kecamatan, diangkat seorang asisten kontrolir.

*HBS (Hoogere Burgerschool): Sekolah pendidikan menengah umum pada zaman Hindia Belanda untuk orang Belanda, Eropa, Tionghoa, dan elite pribumi dengan bahasa pengantar bahasa Belanda.

***

Vote dan komennya sangat diapresiasiii! Terimakasih semuanya!

Surat Untuk Jenaka (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang