8

9.1K 1.3K 22
                                    

"Tuan, ini adalah pakaian untuk Anda. Maaf jika membuat Anda menunggu. Maaf jika pegawai kami salah mengirimkan pakaian Anda. Jika saya tahu, biar saya saja yang mengunjungi kediaman Anda."

Pria tadi mendekati pemilik toko dan menerima pakaian miliknya.

Jenaka menggigit bibirnya menahan kesal ketika pria itu tak sengaja menyenggol bahunya.

"Het spijt me (Saya minta maaf)"

Jenaka hanya mengangguk tanpa menoleh ke arah pria tersebut. Ia menghampiri pria yang menyapanya tadi yang sudah membawakan pakaian milik Raden Ajeng.

"Maaf, Raden Ajeng. Untuk yang satu lagi belum siap. Mungkin baru bisa diambil besok. Hari ini baru selesai yang ini saja."

Jenaka memeriksa pakaian milik Raden Ajeng kemudian membuka kantong untuk membayar. Pintu toko terdengar berdenting di belakangnya yang artinya pria tadi sudah pergi meninggalkan toko. Jenaka sedikit bingung melihat mata uang di depannya.

"Raden Ajeng tak perlu membayar sekarang. Karena masih ada pakaian yang belum selesai, Raden Ajeng bayar besok saja."

Jenaka merasa lebih lega mendengarnya. Ia belum belajar tentang mata uang saat itu kemudian mengangguk berterima kasih menerima pakaian yang sudah jadi. Jenaka keluar, menunggu di luar toko kembali mengenakan topinya agar tidak ada yang mengenalinya. Tak selang beberapa lama, Raden Ajeng telah kembali dan meminta maaf karena harus meninggalkan Jenaka seorang diri.

Jenaka ingin bertanya dengan siapa Raden Ajeng bertemu tadi tapi ia mengurungkannya karena ia tidak ingin membuat Raden Ajeng merasa bertanggung jawab harus menjelaskan semuanya kepada dirinya. Jenaka kemudian menjelaskan baru satu saja pakaian milik Raden Ajeng yang sudah selesai dan harus diambil lagi besok.

"Oh, langit sudah sangat berawan! Kita harus segera pulang sebelum hujan!" ajak Raden Ajeng menarik tangan Jenaka untuk ikut dengannya.

Keduanya berlari kecil ketika langit mulai menurunkan rintiknya. Sedikit demi sedikit rintik kecil berubah menjadi sangat deras. Mereka berhenti sejenak di sebuah rumah yang tertutup tetapi Raden Ajeng memaksa Jenaka untuk terus melanjutkan perjalanan mereka.

"Tapi, kamu nanti bisa sakit!" ujar Jenaka dengan nada lebih tinggi agar suaranya tidak tenggelam oleh suara deras hujan.

"Tidak apa-apa!"

Di keadaan hujan seperti ini mungkin saja ayahnya akan pulang lebih awal dan Raden Ajeng tidak ingin keberadaan jeanka diketahui oleh orang lain.

"Selain itu kita harus kembali lebih awal sebelum ayah pulang!" sambung Raden Ajeng membuat Jenaka mengerang.

Jenaka tidak bisa mengelak karena apa yang dikatakan oleh Raden Ajeng ada benarnya. Ia tidak boleh terlihat karena itu pasti akan menimbulkan banyak pertanyaan. Ia pun berlari bersama Raden Ajeng yang tersenyum lebar memeluk Pakaian barunya agar tidak basah tapi punggu juga rambutnya sudah basah kuyup.

"Cantika! Apakah kamu tidak apa-apa!?" tanya Jenaka lebih kencang karena suara hujan begitu deras sehingga meredam suaranya.

"Tentu! Sudah lama saya tidak seperti ini! Ini menyenangkan, Jenaka!" balas Raden Ajeng berteriak. Kakinya melompat kecil mengajak Jenaka untuk ikut bersenang-senang.

Suara tawa mereka menyatu dengan derasnya hujan. Jenaka melihat wajah Raden Ajneg yang tertawa lepas sambil mendongak membiarkan rintik hujan mengenai wjahnya. Mereka berlarian bergandengan tangan berlomba berlari secepat mungkin. Jantung Jenaka berdebar cepat melihat wajah Raden Ajeng yang sesekali menoleh ke arahnya dengan rona cantik.

Jenaka ikut tertawa kecil melihat Raden Ajeng yang menikmati waktunya di bawah hujan. Mereka tiba di rumah dengan begitu mudah karena tak ada orang di sana. Tepat saat Raden Ajeng dan Jenaka membersihkan tubuh mereka, Raden Ajeng mendengar suara beberapa orang yang sedang berbicara. Ia kemudian menyuruh Jenaka untuk segera kembali ke kamar. Raden Ajeng juga meminjamkan baju tidur untuk Jenaka.

Surat Untuk Jenaka (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang