28

6.5K 1.1K 91
                                    

⚠️: Kekerasan Seksual

Berita yang tak terduga itu datang begitu tiba-tiba. Jenaka dan Pram mematung tak bisa berkata-kata. Pram menggeser tubuh Jenaka agar ia bisa berbicara lebih dekat dengan inspektur polisi yang membawa berita tersebut.

"Apa maksudnya?"

"Pelayan rumahnya yang akan membawa sarapan menemukan jasad Raden Panji tergeletak di lantai ruang kerjanya. Saya butuh Anda untuk ikut saya melihat tempat perkara."

"Apakah ada terduga? Saksi semua sudah diamankan?"

"Saksi pelayan juga penjaga rumah Raden Panji tadi malam mengatakan melihat terduga terakhir bertemu dengan Raden Panji tadi malam. Putri Wedana telah kami amankan di kantor kepolisian."

Jantung Jenaka seperti ditikam oleh sebuah belati tak kasat mata. Ia mencengkram tangan Pram yang ada di sampingnya untuk menahan diri agar tidak terjatuh. Pram sigap menahan kedua pundak Jenaka.

"Ca-cantika? Bagaimana bisa?"

Pram mengangguk mengerti. Ia meminta inspektur itu untuk menunggu sebentar. Dengan lembut Pram membawa Jenaka masuk dan duduk di sofa. Pria itu berjongkok sambil memegang erat kedua tangan Jenaka. Keterkejutan yang didapat membuat Jenaka tak bisa memikirkan apa-apa. Ia tidak mengerti mengapa semua ini bisa sampai seperti ini.

Cantika? Pembunuhan Raden Panji? Tidak mungkin ... pasti ada sesuatu, pikir Jenaka.

"Pram," panggil Jenaka pelan.

"Ja, lieve?"

"Saya mau bertemu Cantika. Entah kenapa rasanya ada yang salah. Cantika tidak mungkin melakukan ini."

"Saya paham kegundahan kamu. Saat ini, tenang lah lebih dulu. Raden Ajeng juga pasti sedang sangat terkejut saat ini. Kalau kamu panik, Raden Ajeng juga akan panik. Saya akan antar kamu untuk menemui Raden Ajeng setelah saya melihat tempat perkara terlebih dahulu."

Jenaka menghirup udara panjang. Apa yang dikatakan oleh Pram ada benarnya. Jika ia ingin bertemu dengan Raden Ajeng maka dirinya harus tenang terlebih dahulu. Raden Ajeng butuh dukungan moral darinya.

"Kamu benar."

Pram mengusap rambut Jenaka kemudian berdiri.

"Jenaka, saya tidak bisa bawa kamu jika kamu berpakaian seperti itu. Saya bisa meminjamkan pakaian yang bisa kamu kenakan."

Jenaka memperhatikan pakaiannya. Ia setuju dengan Pram. Ia tidak mungkin mengenakan kain panjang batik juga kebaya. Sulit untuk Jenaka bergerak dengan leluasa. Ia pun kembali meminjam pakaian Pram yang serba besar. Gadis itu melipat beberapa bagian agar pakaian itu bisa pas di tubuhnya. Tak lupa ia juga menggunakan tali gesper untuk mengencangkan bagian celananya.

Pram sudah menunggu di depan sambil berbicara dengan pria yang merupakan inspektur polisi tersebut.

"Pram," panggil Jenaka.

"Kita berangkat," ajak Pram.

Mereka bertiga naik menggunakan mobil menuju kediaman Raden Panji. Di sana sudah banyak pria dan orang yang berjaga. Jenaka memegang tangan Pram ketika mereka harus melewati kerumunan pria juga wanita yang menangis. Jenaka mengernyit melihat semuanya. Mereka menangisi kepergian Raden Panji seperti menangisi kepergian keluarga terdekat mereka.

Para penjaga yang berdiri di depan kediaman mengizinkan inspektur polisi, Pram juga Jenaka untuk lewat.

"Mereka siapa? Kenapa mereka menangis berlebihan?" tanya Jenaka sambil mengintip ke arah belakang dimana para pria juga wanita banyak menangis tersedu-sedu.

Surat Untuk Jenaka (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang