38

6.2K 1K 33
                                    

Bab ini dan beberapa ke depannya pembahasannya agak berat yaa ^^

Tetap happy reading!

***

Persidangan untuk Raden Ajeng telah dimulai sejak satu jam yang lalu. Jenaka tak bisa bergabung karena persidangan dilakukan tertutup. Gadis itu menunggu bersama Jati di ruangan milik Pram. Mengingat Jenaka dan Jati tidak boleh terlihat oleh keluarga Raden Panji atau keluarga Raden Ajeng, maka keduanya hanya bisa bersembunyi menunggu Pram membawa berita terbaru tentang hasil persidangan.

Pram memang tidak terlibat. Tetapi bagi seorang jaksa yang bekerja di Mahkamah Pengadilan, Pram tidak bisa dilarang untuk melihat salah satu persidangan yang dihelat.

Perwakilan Raden Ajeng tengah menjelaskan pembelaan dari sisi mereka. Pram memperhatikan Raden Ajeng yang hanya diam di tempatnya. Semakin lama senyum wanita itu semakin menghilang. Dulu pertama kali ia bertemu dengan wanita itu, Raden Ajeng adalah gadis yang ceria. Dan Raden Panji perlahan merebut sinar itu

Wedana duduk di kursi bersama jejeran saksi juga keluarga Raden Panji yang diwakili oleh Raden Jaya, sang adik. Bupati, sebagai ayah Raden Panji tak ikut bergabung. Pram memperhatikan semua orang di sana. Beberapa dari mereka adalah Ambtenaar. Pegawai Negeri Hindia Belanda yang bekerja di Departemen Pengadilan.

Pram mengenal mereka. Walaupun tak semua, namun para Ambtenaar adalah kalangan yang suka bergaya glamour. Mereka bekerja untuk uang. Yang artinya, mereka akan menguntungkan sisi yang menguntungkan mereka. Pram harus-harus berhati-hati. Pihak Raden Ajeng sungguh dalam posisi yang tidak menguntungkan di sini, jika memang konspirasi pembunuhan Raden Panji ini melibatkan orang Belanda maka keadaannya bisa menjadi lebih buruk.

"Tidak, Yang Mulia. Bahkan dalam keterangan pihak penyidik juga Inspektur Kepolisian pun mengatakan bahwa ini kemungkinan besar merupakan sebuah upaya perampokkan. Tak ada satu bukti pun yang ditemukan di pihak terdakwa. Darah yang ada di pakaian terdakwa berasal dari telinganya yang terluka ketika Raden Panji mencoba melecehkan terdakwa."

"Dia bisa saja membuang belati untuk membunuh di sepanjang jalan dia pulang!" tuduh Raden Jaya yang terlihat kesal karena pihak Raden Ajeng sama sekali tidak mencoba untuk mengalah.

Pram duduk dengan menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Ia menunggu kesaksian Iskandar yang akan menyampaikan tentang temui racun bisa kobra yang ia temukan. Itu mungkin akan membuat Raden Jaya sedikit lengah. Mereka memang belum bisa membuktikan keterlibatan Raden Jaya secara langsung. Tapi beberapa bukti ... mengarah padanya.

Iskandar pun berdiri untuk memberikan hasil penyidikan terbaru terkait rentetan kejadian yang terjadi. Pram menunggu dengan sabar apa yang akan Hakim tentukan. Jika dia menolak bukti racun itu maka sama saja hakim langsung memenangkan pihak keluarga Raden Panji yang artinya Raden Ajeng akan menjadi tersangka saat ini juga.

Tapi jika tidak ...

***

Jenaka duduk resah di tempatnya. Ini sudah dua jam lebih tapi sepertinya tak ada tanda-tanda bahwa Pram akan kembali. Jati masih bisa duduk dengan tenang. Tapi tidak dengan Jenaka. Gadis itu akan berjalan kian kemari. Kepalanya penuh akan kemungkinan-kemungkinan buruk.

Jenaka tidak tahu dengan proses persidangan di zaman kolonial ini. Ia hanya bisa menunggu hasilnya.

"Jenaka, bisa duduk saja?" pinta Jati yang mulai tidak nyaman dengan keresahan yang Jenaka pancarkan.

Seperti sebuah kicauan burung, Jenaka hanya mendengarkan tanpa peduli. Ia tetap melangkahkan kakinya ke setiap sudut ruangan kemana pun ruang kosong ada, ke situlah kaki Jenaka membawanya.

Gadis itu baru berhenti berbicara ketika ia mendengar suara sayup-sayup mendekat. Ia segera mengintip di sela-sela pintu yang sedikit terbuka. Dilihatnya Wedana yang berjalan cepat bersama seseorang yang tak Jenaka kenal. Mungkin pria itu adalah orang yang mewakili pihak Raden Ajeng?

Surat Untuk Jenaka (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang