"Gue tau, materinya bikin bosen, tapi tolong fokus dulu, gue sebentar lagi ada zoom, rapat sama BEM hukum buat bahas kolaborasi kegiatan univ sama anak hukum." Tutur Kiel, dan kemudian pria itu mencubit hidung Gaby dengan gemas.

Gaby menggelengkan kepalanya, agar Kiel segera melepas jepitan tangan pria itu di hidungnya. Gaby bersungut kesal pada pria itu.

"Mas Kiel kalo jelasin yang pelan, jangan cepet cepet dong."

Kiel tampak menghela nafas panjang. Sungguh, Kiel memberi penjelasan sesabar dan sepelan mungkin pada perempuan itu.

"Kalo ada jasa bagi kapasitas otak, gue rela bagi setengah kapasitas otak gue ke lo, sepertinya." Gumam Kiel sembari membuka buku coretan miliknya.

"Kenapa? Nggak ikhlas ngajarin? Ya gak usah ngajarin kalo gitu." Gaby melotot pada pria itu. Jangan dikira ia tidak mendengar gumaman pria itu, ya! Telinga Gaby masih normal!

Kiel menoleh pada Gaby, ia menyentuh pipi Gaby dengan tangannya, mengarahkan wajah perempuan itu agar mau menatapnya.

"Hadep gue." Tandas pria itu, membuat Gaby balas menatap Kiel.

Kiel menyibakkan poni Gaby ke atas, lalu bibirnya mendekat dan mengecup kening Gaby.

"Sim salabim!" Kiel kembali mengecup kening Gaby setelah mengucapkan mantra, "otak lo jadi 4G!"

"Mas Kielll!" Gaby memekik, merasa kesal dengan pria itu. Ia kemudian menjauhkan wajah Kiel dari keningnya.

"Udah, sekarang fokus. Habis ini gue tinggal bentar buat rapat. Kalo lo capek boleh istirahat bentar." Kiel mengarahkan kepala Gaby agar menghadap ke layar MacBook.  

Gaby cemberut, tapi anehnya sekarang otaknya bisa lebih lancar dan enteng daripada tadi. Ia begitu tenang dan fokus mendengarkan penjelasan dari Kiel. Pria itu dengan telaten menjelaskan dan menjabarkan ringkasan buatannya kepada Gaby.

Mungkin ini semua berkat mantra sihir dari Kiel. Otak Gaby yang sebelumnya 3G berubah menjadi 5G. Atau mungkin karena kecupan pria itu di keningnya? Yang membuat Gaby menjadi bersemangat?

Entahlah, tapi selama dua puluh menit lamanya, otak Gaby menjadi encer sekali. Bahkan disaat Kiel sudah beralih fokus pada rapat zoomnya, Gaby masih setia duduk di depan layar dan membaca semua rangkuman Kiel, lalu ia kembali merangkum catatan itu menjadi catatan yang lebih ringkas versinya di buku miliknya.

Kiel yang sedang rapat zoom juga sesekali menoleh, menatap Gaby yang berjarak setengah meter darinya. Pria itu menopang dagu, mengamati dengan seksama bagaimana Gaby mengerutkan dahinya, mempoutkan bibir kecilnya, atau mengetukkan bolpoinnya di pipi dan kemudian di kepala.

Melihat itu, Kiel memiringkan tubuhnya dan menjulurkan tangannya untuk menghentikan kegiatan Gaby yang mengetukkan bolpoin di keningnya itu.

"Stop it, Gaby." Tegur Kiel. Pria itu menarik bolpoin dari tangan Gaby, lalu menaruhnya di atas meja. Tangan Kiel kembali ke kening Gaby, mengelusnya dengan lembut disana. "Ntar sakit. Jangan di gituin."

Suaranya nyaris tidak terdengar. Pria itu  berbisik lembut dari posisinya. Padahal mikrofon zoomnya mati, namun entah apa yang membuat pria itu berbicara begitu lembutnya.

Gaby mematung sesaat, sebelum melirik pria itu. Matanya berkedip cepat, apalagi saat Kiel menggelengkan kepalanya, memberi isyarat agar Gaby jangan melakukan itu.

"Kak Kiel. Halo?" Panggilan yang ditujukan kepada Kiel itu membuat Kiel melepaskan tangannya dari kening Gaby, dan dengan cepat Kiel kembali fokus pada MacBooknya. Ia berdehem beberapa saat sebelum menjawab.

"Sorry sorry. Iya, kenapa?" Kiel nampak kikuk. Ia menggaruk keningnya yang tidak gatal.

"Sorry kak, mikrofonnya masih off." Tegur salah satu anggota yang mengikuti rapat zoom itu.

Love Attack Where stories live. Discover now