19. Rumah Masa Kecil

Start from the beginning
                                    

Charlotte, dengan tenang, memberikan jawabannya, "Maafkan kami atas ketidaknyamanan ini, Josephine. Kami tidak dapat mengetahui seluruh rincian, namun, kami bersama-sama telah datang untuk melindungi Lily dari ancaman ini. Adakah yang mencurigakan terjadi di sekitar rumah ini dalam beberapa waktu terakhir?"

Josephine terdiam sejenak, berusaha mengingat setiap peristiwa yang mungkin berkaitan dengan ancaman mengerikan ini. Namun, tak satu pun hal mencurigakan yang terlintas dalam ingatannya.

"Kami tak pernah menemukan tanda-tanda aneh atau perilaku yang mencurigakan," ujar Josephine dengan hati-hati, "Semuanya berjalan seperti biasanya."

Lily, yang selama ini hanya mendengarkan dengan hati-hati, merasa takut dan gelisah. Dia meraih tangan Josephine dengan lembut, mencari dukungan di tengah ketakutan yang melingkupinya.

Josephine menyentuh pipi Lily dengan lembut, mencoba menenangkan hatinya yang resah. "Jangan khawatir, Lilyku," bisiknya, "Kami akan mengatasi ancaman ini bersama-sama dan melindungimu dengan sepenuh hati."

Lily merasa terharu dengan dukungan Josephine yang penuh kasih sayang. Dia menatap Josephine dengan penuh kepercayaan dan tersenyum lembut. "Terima kasih, Josephine. Kamu adalah Ibu yang luar biasa."

Saat malam tiba, ketika hujan lebat turun, Josephine duduk di ruang tamu dengan Lily di pangkuannya. Dia merasa tenang dan aman, mengetahui bahwa ada orang-orang yang begitu peduli dengan dirinya dan putrinya.

Charlote duduk di sebelahnya, tersenyum dan menepuk bahunya lembut, "Kami akan selalu ada untukmu, Josephine. Kamu dan Lily adalah keluarga bagi kami. Kami bersama-sama menghadapi segala hal, baik suka maupun duka."

Josephine tersenyum penuh syukur, "Terima kasih, Charlotte. Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan tanpa kalian. Kalian telah menyelamatkan nyawa Lily dan mungkin juga nyawaku."

Chloe, Charlotte, dan Ben juga merasa terharu dengan momen kebersamaan ini. Mereka melihat betapa besar arti persahabatan dan dukungan dalam menghadapi tantangan hidup. Keempat sahabat itu merangkul Josephine dengan penuh kasih sayang, memberinya dukungan dan harapan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Beberapa hari kemudian, saat senja memudar, keempat sahabat itu berpamitan dari rumah Josephine. Cahaya senja memancarkan warna hangat yang menghiasi cakrawala, sementara embusan angin sepoi-sepoi membelai lembut daun-daun pepohonan. Mereka berdiri di depan pintu rumah Josephine. Air mata menghiasi sudut mata mereka, mencerminkan kepedihan dan kebahagiaan yang bertolak belakang pada saat bersamaan. Mereka membawa kenangan indah dari petualangan mereka di masa lalu dan kebersamaan yang tak tergantikan. Tetapi kehadiran Josephine membuat mereka merasa terharu dan berarti. Dia telah menjadi bagian dari kelompok ini, dan sekarang mereka harus berpisah.

"Ingatlah selalu, kami ada di sini untukmu, di mana pun dan kapan pun kamu butuhkan," bisik Charlotte perlahan, seolah suara itu mengalun bersama angin.

Lily, dengan matanya yang cerah dan senyum manisnya, mendekatkan diri pada Josephine. Dia merasa kehangatan dalam pelukan ibunya, dan dengan lembutnya, ia melingkarkan lengannya kecil di sekitar leher Josephine. Pelukan itu terasa istimewa, seperti ada sesuatu yang magis yang mengalir di antara mereka.

"Josephine, aku merasa begitu dekat denganmu," bisik Lily dengan suara lembut yang seolah-olah berasal dari hati yang dalam. "Seperti kita telah bersama sejak lama."

Josephine tersentak kaget oleh kata-kata Lily. Matanya bertemu dengan mata putrinya yang muda itu, dan dia merasa ada sesuatu yang luar biasa dalam kedekatan mereka pada saat itu. Sesuatu yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

"Kamu benar, Lily. Aku merasa seperti kita memiliki ikatan yang istimewa," jawab Josephine sambil menyapu lembut rambut pirang putrinya. "Kamu sangat mirip dengan bayi ini, dan aku merasa begitu dekat padanya juga."

Lily hanya tersenyum, seakan dia memahami lebih dari yang dapat diucapkan oleh kata-kata. Tidak ada rasa takut atau bingung dalam tatapannya, hanya penuh kehangatan dan rasa cinta yang mendalam.

Tiba-tiba, di tengah pelukan mereka yang ajaib, terjadi sesuatu yang ganjil. Cahaya lembut dan hangat mulai menyelimuti mereka berdua. Seperti kilauan bintang di malam gelap, cahaya itu berdansa dan memancar dari antara mereka, membentuk lingkaran cahaya yang menyatu.

Mereka merasa kehangatan yang begitu besar dan kedekatan yang begitu intens, seolah-olah waktu berhenti sejenak. Dan di tengah kilauan cahaya itu, Josephine merasa ada sesuatu yang familiar dan ajaib tentang Lily, sesuatu yang menghubungkan mereka dengan cara yang tak terduga.

Perlahan, cahaya itu memudar, dan suasana kembali normal. Josephine dan Lily tetap berpelukan, tetapi mereka merasa seperti telah berada di alam semesta lain untuk sesaat.

"Josephine, apakah kau melihat cahaya tadi?" tanya Lily, tatap matanya yang penuh rasa ingin tahu menatap ibunya.

Josephine mengangguk, "Ya, Lily, aku merasakannya juga. Rasanya begitu ajaib dan indah."

"Mungkin kita memiliki ikatan khusus, ibu," ujar Lily dengan bijaksana, seakan dia tahu lebih banyak dari yang seharusnya diketahui anak kecil.

Josephine tersenyum dan mencium kening Lily dengan penuh kasih sayang, "Kamu benar, sayang. Kita memiliki ikatan yang luar biasa, dan aku bersyukur atas kehadiranmu dalam hidupku."

Momen magis itu telah menguatkan ikatan di antara Josephine dan Lily. Mereka merasa bahwa hubungan ibu dan anak mereka bukan hanya keterikatan darah, tetapi juga sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata, tetapi dirasakan dengan sepenuh hati. Mereka tahu bahwa kehangatan itu akan selalu menyertai mereka dalam setiap langkah perjalanan hidup mereka bersama.

Josephine tersenyum pada mereka, wajahnya penuh dengan rasa syukur dan harapan. "Terima kasih, anak-anak," ucapnya dengan suara lembut. "Kalian telah memberiku banyak hal berarti. Sekarang, aku akan pergi ke tempat yang aman dan menjaga diriku dengan baik. Tetapi kalian selalu akan ada di hatiku."

Lily, Chloe, Charlotte, dan Ben berbicara dengan nada hangat, "Kami juga akan selalu mengingatmu, Josephine. Semoga kau selalu bahagia dan selamat dalam petualanganmu selanjutnya."

Mereka merangkul Josephine sekali lagi, merasa sedih karena berpisah, tetapi juga bersemangat untuk melihat apa yang masa depan bawa untuk mereka masing-masing. Josephine melambaikan tangan pada keempat sahabat itu saat mereka berjalan meninggalkan rumahnya, menuju ke perjalanan berikutnya dalam hidup mereka.

Mereka masing-masing tahu bahwa kehidupan adalah tentang bertemu dengan berbagai orang dan mengalami perpisahan, namun persahabatan yang mereka miliki akan selalu menjadi pilar kuat yang menopang mereka dalam setiap langkah mereka. Saat senja memudar dan malam tiba, keempat sahabat itu melangkah maju dengan penuh keyakinan dan harapan untuk masa depan yang menakjubkan.


The Portrait of Lily Morgan (Wattys 2023)Where stories live. Discover now