Inside Out 9 2/3

559 60 10
                                    

••
Khai sedang tiduran di sofa dan menjadikan paha First sebagai bantalannya, sementara First memainkan rambut Khai seraya menatapnya dengan gemas. Matanya, pipi gembul-nya, serta poni yang menutupi keningnya membuat First ingin mencubitnya sampai menangis.

"Kalo lo punya kakak pasti dia kakak yang beruntung punya adik selucu ini," puji First hanya ditanggapi kekehan oleh Khai.

"First," panggil Khai seraya matanya menatap langit-langit rumah First, karena saat itu Khai menginap dirumahnya.

"Hmm?" First tak bisa mengalihkan pandangannya walau hanya sedetik. Mungkin ini yang di maksud dengan karma itu nyata.

Khai kemudian bangun dan duduk di sebelah First, kini bahu First lah yang menjadi tempat sandarannya. Setelah First mengakui isi hatinya beberapa waktu lalu, Khai menjadi lebih manja, begitupun sebaliknya.

"Khai banyak bohong sama First," dia kemudian menatap lantai dan menghela napasnya. Saat itu pikiran Khai mulai sedikit terbuka, tidak ada gunanya lagi menyembunyikan tentang keluarganya kepada First yang berstatus sebagai kekasihnya. Khai sudah merasa nyaman dan percaya kepada First, jadi dia ingin menceritakan semua hal tentangnya.

First tak mengerti apa yang sedang Khai bicarakan, itu sangat serius sepertinya. "Kenapa? Lo bohong tentang perasaan lo? Aslinya lo gak beneran sayang kan sama gue?"

Khai mencubit pinggang First perlahan, "bukan."

"Terus apa dong?"

"Tapi janji First jangan marah, ya?" Khai menaikan jari kelingkingnya memberi isyarat pada First untuk melakukan hal yang sama, tanda sebuah perjanjian.

First mengangguk kemudian menautkan jari kelingkingnya dengan milik Khai, "apapun itu gue gak akan pernah marah."

First tahu, hal sekecil apapun menjadi beban pikiran untuk Khai. Jadi First memutuskan untuk tidak mempermasalahkan apapun, dia mencoba untuk tetap menahan emosinya demi Khai. Saat itu kondisi Khai sangat buruk, dia membutuhkan lebih banyak kasih sayang.

"Orang yang selalu Khai ceritain."

"Inisial K yang selalu rebut kebahagian lo ?"

Khai mengangguk, "dia saudara Khai."

"Iya kah?" First sedikit penasaran, sepertinya orang ini bukan kerabat jauh Khai, tebaknya.

"Tepatnya saudara kembar Khai. Iya First, Khai bohong kalo Khai anak tunggal. Khai cuman gak suka dia selalu ambil kasih sayang ibu sama ayah dari Khai, itu alasannya kenapa Khai nutupin semua ini dari First."

Sejujurnya First sedikit terkejut dan ingin bertanya lebih banyak padanya, dia ingin marah karena di bohongi oleh Khai, tapi dia harus mengendalikan amarahnya. "Seriusan? Mirip dong?" 

Awalnya First tidak mempercayainya karena First pikir seseorang seperti Khai selalu berimajinasi, mengingat kondisi Khai belum baik. Tapi setelah Khai memperlihatkan sebuah foto dirinya bersama Khao baru First percaya, foto itu bukan editan.

First mengambilnya dan memperhatikan foto itu baik-baik, mereka benar benar mirip. Bedanya Khai lebih terlihat lugu sedangkan Khao terlihat sangar.

"Namanya Khao, dia lahir sepuluh menit sebelum Khai," dia menghela napasnya, " First kalo ada di posisi Khai gimana, dia punya semua yang dia mau. Sedangkan Khai? Ibu sama ayah pilih kasih." Air matanya menguatkan argumennya, First percaya sekarang.

First merangkul pundaknya dan mengelusnya perlahan, "lo benci sama dia?"

"Sebenernya engga, Khai cuma iri aja. Khao kadang baik sama Khai, tapi Khai gak tau kebaikannya itu tulus apa cuman buat ngejek Khai doang karena dia anak kesayangan ibu sama ayah."

INSIDE OUT | KHAOFIRSTWhere stories live. Discover now