Inside Out 2 2/3

674 76 1
                                    

•••
Khao membuka kembali buku jurnal milik Khai, ada tiga lembar halaman yang dia robek. Khao berpikir itu mungkin hanya coretan atau catatan salah. Ternyata Khai tidak menuliskan tentang First saja, dia menulis tentang teman-temannya juga. Khao membuka lembar demi lembar dengan cermat siapa tahu adiknya ini menuliskan sesuatu tentang Pond, orang yang sempat dia curigai di sekolah tadi.

Ada satu halaman yang Khai tulis tentang orang-orang yang sering merundung-nya dulu. First ada di dalam catatan Itu, dan sepuluh nama lainnya. Sebelum mencari tahu siapa Pond, dia lebih tertarik pada kekasih Khai itu.

Ternyata perlakuan First pada Khai seburuk itu dulu. Pantas saja saat kelas sepuluh Khai selalu pulang tanpa sepatu, ternyata geng First menyembunyikan bahkan merusak sepatu miliknya. Itu sama sekali tidak mencerminkan seorang siswa.

"Kenapa sekarang lo mau pacaran sama dia?" Kata Khao di sela-sela kegiatan membacanya.

Yang paling parah adalah ketika Khai sedang berganti pakaian, celana seragam miliknya di sembunyikan sampai sekarang belum di kembalikan. Entah mereka menyembunyikannya di mana. Saat itu Khai benar benar tidak membawa baju ganti lain, selama satu jam dia diam di dalam toilet berharap seseorang dapat meminjamkan celana padanya. Untung saat itu ada Joong yang meminjamkan celana olahraganya, jika tidak mungkin Khai akan terus menerus diam di kamar mandi selama mungkin.

Tangan Khao mulai mengepal, dia ingin marah sekarang. Dalam pikirannya mengapa Khai tidak pernah mengatakan ini padanya, selama ini dia melihat jika Khai baik-baik saja. Bodoh sekali.

Ada satu hal lagi yang membuat Khao tercengang, di sana tertulis jika First adalah anak dari guru kedisiplinan di sekolahnya sebelum dia meninggal beberapa waktu lalu, apa ini sepadan? Anaknya sering merundung sedangkan orangtuanya sering mendisiplinkan siswa-siswi nakal, apa dia tidak tahu kelakuan putranya. Atau mungkin karena dia anak dari guru kedisiplinan jadi dia bebas dari segala hukuman, apa itu adil untuk yang lain?

"Anak emas," gumam Khao.

Entahlah, tapi Khao merasa jika First ada sangkut pautnya dengan kematian Khai. Bukannya menuduh, tapi jika di lihat dari catatan yang Khai tulis, sepertinya mereka berdua tidak benar-benar saling mencintai dan mungkin saja Khai lah yang terobsesi dengan orang ini. Dia tidak ingin menyimpulkan ini dengan cepat, dia harus mencari tahu mengapa Khai selalu menghabiskan malam dengannya.

"Lo kalo mau lampiasin hasrat lo ke cewe aja Khai, kenapa lo lampiasin ke orang ini?" Khao masih tidak bisa menerima fakta jika adiknya gay. Di negaranya memang hubungan seperti itu di bebaskan, tapi dia tak menyangka jika adiknya seperti itu.

Khao terkejut ketika orangtuanya tiba-tiba masuk ke kamarnya dan memberi isyarat. Itu artinya di luar ada seseorang yang mengenal Khai tapu tidak mengenal Khao. Dengan segera Khao mengubah tampilannya sebagai Khai.

"First?" Ini kali pertamanya First mengunjungi rumahnya, atau mungkin selama Khao sekolah diam diam Khai selalu membawa First ke rumah.

"Lo baik-baik aja, kan?" Tanya First di sambut heran oleh Khao, dia sehat seperti biasanya.

Khao mengangguk, "kenapa lo ke sini?"

"Mau ngajak lo jalan lah, ibu lo aja ngizinin."

Itu artinya memang satu keluarga banyak menyembunyikan rahasia dari Khao, lalu apa salah Khao? Mengapa dia tidak berhak mengetahui masalah keluarganya sendiri? Dia bukan orang asing.

•••

First membawanya ke sebuah kedai kopi dengan nuansa alam, mengapa demikian, karena di dalam kedai tersebut di penuhi tumbuhan hijau. Dekorasi nya saja seperti di dalam hutan, menurut orang-orang yang mengunjungi tempat itu, suasananya membuat siapapun betah berlama lama di sana. Siapa tahu dengan mengajak Khao,maksudnya Khai ke sana bisa sedikit memperbaiki hubungan mereka. Pikir First.

Pesanan sudah siap di meja, First menyodorkan sebuah plastik kepada Khao, "dari Phu, dia takut lo kambuh kalo jalan sama gue."

Itu obat yang sama dengan yang di berikan Phuwin di kelas, "lo tenang aja, gue gak papa."

First tersenyum kemudian menyelipkan obat itu ke dalam saku jaket yang di kenakan Khao, "gue khawatir sama lo."

Khao hanya tersenyum tanpa berniat menjawabnya, yang sekarang dia khawatirkan adalah kopi yang ada di depannya. Khai memang sangat menyukai kopi, tapi tidak dengan Khao, mencium baunya saja sudah membuatnya mual.

Dia memberanikan diri untuk mencicipi kopi di depannya ini, dia tidak bisa menyembunyikan wajah tidak sukanya.

"Kenapa? Bukannya suka kopi?"

Sial, First memperhatikannya ternyata. "Tenggorokan gue sakit," jawabnya.

"Udah di obatin?"

Mengapa orang ini banyak bertanya, "gue permisi ke toilet bentar ya."

First hanya mengangguk dan tersenyum.

•••

Khao dengan cepat membasuh wajahnya dengan air, "gila apa gue di kasih kopi, yang bener aja."

Dia bercermin dan menatap wajahnya sendiri, terlintas wajah Khai tersenyum menyapanya. Helaan napas terdengar dari mulut Khao, "sampai kapanpun gue gak bisa jadi lo."

Khao merogoh saku jaketnya mengambil obat yang First berikan tadi. Dia takut jika Khai kecanduan obat-obatan, apalagi obat ini sebuah obat penenang. Khao tidak tahu jelas fungsi obat ini, tapi dia sering mendengar banyak orang yang kecanduan obat yang sedang dia pegang ini.

"Gue gak percaya kalo lo kaya gini," dia memasukkan kembali ke dalam saku jaketnya. Dia tidak ingin membuat First curiga dengan kepergiannya jika berlama-lama.

•••

"Maaf lama," Kata Khao kemudian kembali duduk di tempatnya tadi. First sudah menghabiskan setengah kopinya, sementara miliknya masih utuh.

"Kalo es di kopinya leleh nanti gak enak lho," kata First.

Benar, es di dalam kopinya mencair, jika semuanya mencair kopi itu tidak akan memiliki rasa. "Buang aja kalo gitu, gue takut tenggorokan gue makin sakit."

"Gak enak sama yang punyanya," First mengambil kopi milik Khao, "buat gue aja ya?"

"Ambil," daripada dia harus membuangnya, benar kata First itu tandanya dia tak menghargai yang membuat kopi ini, walaupun dia membayar tetap saja.

Khao memperhatikan First dengan baik-baik, perlakuannya selembut ini kepada Khai, bahkan sepertinya dia juga menyayanginya. Entah mengapa dia punya pikiran jika First lah penyebab kematian Khai. Dia butuh bantuan untuk memecahkan ini.

"Kenapa liatin gue terus?" Tanya First.

Khao dengan cepat mengalihkan tatapannya ke lain arah, dia malu. "Gak papa."

"Yakin?"

"Apa sih?"

First tertawa melihatnya, lihat wajah Khao memerah sekarang. "Gue suka sama lo yang versi ini, tetep kaya gini ya ?"

Tak tahu harus menjawab apa, Khao pura pura melihat setiap sudut kedai tersebut mengalihkan pandangannya. Sial.

•••

INSIDE OUT | KHAOFIRSTWhere stories live. Discover now