Inside Out 6 2/3

521 61 12
                                    

•••
Khao menyodorkan segelas air pada First. Dia sudah memberitahu semuanya tentang Khai juga tentang dirinya. Dia memberitahu alasan mengapa dia harus nekat berpura-pura menjadi Khai demi untuk mengetahui lingkungan macam apa yang membuat Khai mengalami depresi. Khao tidak memberitahunya bahwa sebenarnya dia mencurigai First, dia harus merahasiakan beberapa hal juga dari First. Sejauh ini Khao mengenal First sebagai pribadi yang baik, dia punya alasan mengapa dia menjadi pelaku perundungan.

Setelah dirasa First mulai tenang dan menerima fakta yang baru Khao berikan padanya, Khao mengambil album foto di dalam lemari milik Khai dan menyerahkannya pada First, barangkali dia tidak percaya jika kekasihnya memiliki saudara kembar. "Apa Khai gak pernah bilang dia punya adik atau kakak?" Tanya Khao.

First menggeleng seraya tangganya sibuk membuka lembar demi lembar album foto itu dan memerhatikan foto di dalamnya dengan seksama. "Dia bilang, dia anak tunggal," jawab First.

Jika bertanya lebih banyak lagi pada First sepertinya itu percuma, First tidak tahu apapun mengenai silsilah keluarga Khai. Seperti yang dikatakan First, dia tahunya jika Khai adalah anak tunggal. Apa salah Khao sampai Khai tidak mengakuinya sebagai saudara kembar, teman teman sekolah Khao saja tahu jika Khao memiliki saudara kembar. "Selain lo sama Pond, siapa lagi yang suka nyakitin Khai?"

First menutup album foto itu dan mengembalikannya pada Khao, dia percaya sekarang. "Khai gak pernah cerita apapun sama gue. Setau gue dia punya jurnal yang mungkin isinya permasalahan dia semua."

Lagi lagi jurnal itu, Phuwin dan First tidak ada bedanya, mereka menyarankan Khao untuk mencari tahu masalah Khai lewat jurnal itu. Tapi lihat sekarang, bahkan Khao tidak menemukan petunjuk apapun dalam jurnal itu. Dia hanya menemukan biodata orang-orang yang terlibat dalam perundungan yang diterima Khai, selain itu dia tidak menemukan alasan lain tentang kondisi psikisnya.

"Lo tau tentang kesehatan mental Khai?"

First mengangguk, "gue punya hasil pemeriksaannya. Kalo lo penasaran, besok pulang sekolah dateng ke rumah gue."

Tunggu, apa sebegitu takutnya Khai memberitahu kondisi psikisnya sampai hasil pemeriksaannya harus dia berikan pada First. "Kenapa harus lo?" Tanya Khao.

"Itu yang pengen gue tau. Saat itu gue mikir kalo Khai punya masalah keluarga, makannya gue gak tega kalo harus mainin hati dia."

"Bajingan, lo cuman mau manfaatin dia? Ilang akal sehat lo!" Khao memalingkan wajahnya sambil berdecih, dia tak habis pikir dengan motif First untuk mendekati saudaranya hanya untuk kesenangannya.

"Oh iya, berarti kemaren gue ciuman sama lo gitu?" First sengaja mengalihkan pembicaraannya, ada sesuatu yang di sembunyikannya dari Khao. Dia tidak bisa mengatakannya sekarang apalagi setelah mengetahui fakta mengejutkan jika Khai sudah tiada.

Khao menerima pertanyaan apapun selain ini, apa ini merupakan hal penting yang harus mereka bahas sekarang? Pertanyaan konyol.

"Mau pulang kapan? Biar gue anter," kata Khao yang akhirnya bisa menjadi dirinya sendiri. Sikapnya berubah drastis ketika berbicara dengan First, jika kemarin dia berbicara baik dan manis, sekarang dia berbicara tegas dengan wajah datar dan sikap dinginnya. Itu lebih baik.

"Gue tanya apa di jawabnya apa," First sedikit menggodanya. Menyebalkan.

"Ya lo ngapain cium cium gue?"

First menunjuk dirinya sendiri, dia ingat bagaimana malam itu Khao yang lebih mendominasi ciumannya. Dia bukan satu-satunya orang yang harus di salahkan di sini, lagi pula First tidak tahu jika dia bukan Khai. "Kenapa lo nya mau? Kan bisa bikin alesan?"

Sekarang apa yang harus Khao katakan, dia malu. Malam itu memang Khao tidak menolaknya, justru dia memberikan umpan baik pada First yang membuatnya kehilangan akal dan membiarkan dirinya mendominasi ciuman itu.

Khao memilih untuk diam dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. Jika First melihat wajahnya yang memerah, First pasti akan mulai menggodanya. Sebenarnya First juga tidak ingin memperpanjang ini, dia hanya mencoba mencairkan suasana yang mulai menegang.

"Khai, maksud gue, Khao."

Panggilan itu membuat Khao kembali menolehkan wajahnya ke arah First. "Kalo lo masih bahas itu, mending lo pulang dari rumah gue."

First tertawa setelah mendengar jawaban Khao, padahal dia tak berniat untuk mengungkitnya lagi. "Gue minta maaf ya, gue bener bener gak tau kalo lo bukan Khai."

"Hmm."

"Dari awal gue sadar kalo lo bukan Khai yang gue kenal. Lo tau, Khai gak pernah semanis itu sama gue."

"Hah?" Khao mulai tertarik dengan pembicaraan ini. Dia meminta First untuk menceritakan lebih banyak tentang Khai.

First menceritakan pada Khao bagaimana sikap Khai padanya. Khai tidak pernah bersikap manis dan romantis pada First, yang ada hanya kebencian. Khai terpaksa mengikuti semua yang First katakan demi membalaskan dendamnya, sudah berkali-kali Khai mencoba untuk mencelakainya. Dari situ First mulai menyadari bagaimana jahatnya dia dulu pada Khai sampai Khai sangat membencinya. Awalnya First memang tidak menyukai Khai, tapi lama-kelamaan dia mulai tertarik dan mencoba benar benar mendekatinya. Itu juga dia lakukan supaya Khai tidak bertindak gegabah yang malah akan menyakiti dirinya sendiri nanti. Tapi sayang seribu sayang dia tak bisa bertemu dengannya lagi di saat hatinya mulai menerima Khai.

"Gue paham, tapi yang kalian lakuin sama-sama salah," kata Khai di sela-sela perkataan First.

"Lo bener, gue emang salah."

Khao kembali bisa merasakan bagaimana First menyesali perbuatannya. "Nasi udah jadi bubur."

"Gue minta lo jangan kasih tau orang tua lo soal gue yang udah tau kalo lo bukan Khai."

Khao memiringkan kepalanya dan mengerutkan keningnya heran. Mengapa harus seperti itu, bukannya bagus, itu artinya First bisa membantunya. "Kenapa?"

"Maaf tapi gue pengen tahu tentang keluarga lo, gimana mereka perlakuan Khai, dan apa mereka peduli sama Khai."

"Peduli lah."

"Gue percaya kalo lo emang peduli sama Khai, tapi apa lo gak curiga sama ibu atau ayah lo juga?"

Yang First katakan sama sekali salah, dia membantahnya, "mereka gak mungkin jahat sama Khai."

"Pokoknya lo harus bantuin gue."

Niat awal adalah Khao yang meminta pertolongan padanya, mengapa sekarang berbalik. Tapi ini cukup baik, selain Phuwin dia mempunyai sumber terpercaya lainnya yang bisa membantunya untuk keluar dari masalahnya. Phuwin mengatakan jika First lebih mengetahui banyak hal tentang Khai, bagus sekarang dia bisa langsung bertanya tanpa harus berpura-pura menjadi orang lain.

Ada satu yang membuat Khao heran, mengapa suasana hati tiba-tiba berubah. Sesaat First terpukul mendengar kabar kematian Khai, tiba-tiba dia menggoda Khao kemudian meminta pertolongan Khao untuk mencaritahu tentang keluarganya. Ini cukup aneh. Tapi untuk sekarang sebaiknya Khao menyingkirkan pikirannya dulu, mungkin memang ini salah satu sifat First yang belum diketahuinya.

•••

Maapin Typonya.

1 part lagi nyusul wehh harus nulis ulang draft nya ilang😭😭

INSIDE OUT | KHAOFIRSTحيث تعيش القصص. اكتشف الآن