Inside Out 3 1/3

668 75 2
                                    

•••
Target selanjutnya masih dengan orang yang sama yaitu First, Khao menaruh banyak curiga padanya semenjak membaca tulisan Khai di jurnal tentangnya. Hubungan yang mereka jalani tidak sehat, seperti yang Khai tulis bahwa First baik hanya karena ada keinginan. Mungkin saja dia baik seperti itu karena ada sesuatu yang tengah dia tutupi, dia butuh teman untuk mengungkap kebenaran ini. Satu satunya yang mungkin bisa dia percayai adalah Phuwin, dia satu satunya teman yang paling dekat dengan Khai.

Pagi ini Khao mengajak Phuwin untuk pergi ke perpustakaan, dia merasa itu satu-satunya tempat paling aman untuk dia meminta bantuan padanya tanpa di ketahui siapapun. Dia sudah memikirkan ini semalaman, dia sudah siap membongkar identitas aslinya hanya kepada Phuwin.

Perpustakaan masih sepi, tidak ada siapapun yang mengunjungi perpustakaan sepagi ini, itu bagus.

"Obat lo abis? Padahal gue bisa kasih pas pulang nanti gak harus ke perpus kaya gini," kata Phuwin sembari berpura-pura melihat-lihat buku yang berjejer di rak.

Khao menghela napasnya mencoba membebaskan dirinya untuk bisa terbuka pada Phuwin. "Bukan itu, gue mau jujur sama lo."

"Marahan lagi sama First? Gue gak ngerti sama kalian berdua."

"Gue bukan Khai."

Bukannya terkejut, Phuwin malah tertawa mendengarnya. Dia pikir orang di depannya ini tengah membuat sebuah lelucon. Dia segera menghentikan tawanya sebelum di tegur petugas perpustakaan karena berisik. "Terus kalo bukan Khai siapa?"

Khao tahu jika Phuwin pasti tidak akan mempercayainya, itu sebabnya dia sudah mempersiapkan semuanya sejak awal. Dia membawa foto dirinya bersama Khai dan menyerahkannya pada Phuwin, "gue punya kembaran."

Sulit di percaya, tapi ini nyata. Phuwin segera mengambil foto berukuran kecil itu dari tangan Khao, "kok lo baru bilang punya kembaran sih?"

"Gue bukan Khai!" Khao kembali menegaskan itu karena di lihat dari wajahnya, Phuwin tidak mempercayai jika dia bukan Khai.

"Maaf gue gak bilang sebelumnya, karena gue gak tahu kalo lo temen deketnya Khai."

Kening Phuwin berkerut saat mendengar itu, dia menatap foto itu kemudian wajah Khao secara bergantian. Jika di pikir-pikir memang ada yang aneh dari sikap temannya setelah dua hari menghilang, dia seperti amnesia sementara tentang dirinya dan lingkungannya. Lagi pula, Khai tidak pernah mengatakan jika dia memiliki saudara kembar.

Phuwin menatap lekat-lekat wajah Khao untuk memastikan itu bukan temannya. "Terus Khai kemana?" Tanyanya.

Khao menghela kasar napasnya, dia masih berduka sampai sekarang. Dia memegang bahu Phuwin enggan untuk mengatakannya. "Khai gak ada."

"Pindah sekolah?"

"Dia udah gak ada!"

"Hah?" Tubuh Phuwin terdorong ke belakang dengan sendirinya, dia tidak mau menyimpulkan sebelum Khao menjelaskannya secara rinci.

Ingatannya kembali saat dia menemukan adiknya tergeletak tak bernyawa di belakang gedung terbengkalai itu, masih bisa dia rasakan bau darah segar dan dinginnya tubuh Khai yang di terpa angin malam. "Dugaan sementara dia bunuh diri."

Mata Phuwin terbelalak saat kalimat itu keluar dari mulut Khao. "Khai? Bunuh diri?"

Khao mengangguk, "tapi gue gak sepenuhnya percaya kalo dia bunuh diri."

"Maksud lo ada orang lain di balik kematian Khai? Apa lo yakin?"

Phuwin sudah mengenal Khai sangat baik, kalau pun Khai bunuh diri dia percaya itu. Dia selalu mengatakan jika dia tidak sanggup lagi untuk menjalani hidupnya, bahkan untuk bertahan hidup Khai ketergantungan dengan obat penenang. Sungguh di sayangkan dia tidak bisa mencegah temannya melakukan hal di luar nalar itu.

Masih ada rasa tak percaya tentang berita kematian Khai, Phuwin bertanya sekali lagi untuk memastikannya. "Lo siapa?"

"Gue Khao, dan gue di sini mau minta bantuan lo buat cari tau motif apa yang bikin Khai sampe nekat bunuh diri."

Phuwin benar-benar penasaran dengan apa yang terjadi sebenarnya. Dia setengah tak percaya tentang cerita itu, Khai dari dulu tak pernah bisa serius. Dia menarik lengan Khao untuk duduk sembari berpura-pura membaca buku. Sudah ada satu dua orang yang mengunjungi perpustakaan sekarang.

"Tunjukin identitas kalo lo emang orang lain."

Khao melirik ke sana kemari kemudian mengeluarkan tanda pengenal dari sekolah lamanya yang dulu. "Tapi gue mohon,jangan sampe ada yang tau tentang ini."

Dia percaya sekarang, itu tanda pengenal resmi dari sekolahnya tidak mungkin di rekayasa. Ada tanda tangan kepala sekolah dan cap sekolahnya di sana. Rattanakitpaisan, marga yang sama dengan Khai.

"Gue minta maaf Khai gak ada buat nyegah lo waktu itu." Ada rasa penyesalan dan kecewa yang di rasakan Phuwin.

Sebelum ada yang melihat tanda pengenal itu, dengan segera Khao menyembunyikannya lagi di saku seragamnya. "Gue butuh beberapa informasi tentang Khai, First, Pond, sama guru kedisiplinan yang meninggal satu tahun yang lalu."

"Lo pasti udah baca sebagian jurnal Khai?" Tanya Phuwin.

Khao mengangguk, "lo tau tentang jurnal itu?"

"Selain gue, jurnal itu yang paling Khai percaya."

Sedikitnya Khao bisa bernapas dengan lega karena sepertinya Phuwin satu satunya orang yang bisa dia percaya. Dua orang lebih baik daripada satu orang.

Khao menceritakan kronologinya dari awal hingga akhir, dia juga menyampaikan opininya kepada Phuwin jika ini tidak murni keinginannya untuk bunuh diri. Seseorang telah masuk kedalam pikirannya hingga dia harus melakukan hal itu.

Tidak hanya Khao, Phuwin juga menceritakan apa yang terjadi pada Khai sebenarnya. Phuwin sedikit tidak percaya jika Khai tidak menceritakan ini pada Khao, itu aneh untuk saudara kembar.

Phuwin mengatakan jika Khai mengalami depresi saat First dan teman-temannya masih mem-bully-nya dulu. Phuwin membawanya ke psikiater dan meminta saran untuk kesembuhan temannya. Khai pernah bilang kepadanya jika dia tak berani bilang kepada keluarganya karena takut dan malu. Saat itu Khai di sarankan untuk minum obat penenang hanya satu kali dalam seminggu, tapi dia keras kepala dan mengkonsumsi nya setiap hari.

"Depresi? Terus kenapa dia mau pacaran sama orang yang namanya First itu?"

"Lo pasti tau penyebab kematian orangtuanya itu Khai, dia nulis itu di jurnalnya."

Khao mengangguk, dia memang menemukan beberapa tulisan tentang kematian orang tua First di jurnalnya. "Tapi dia bilang, itu karena kecelakaan di jalan tol."

"Iya, entah ide gila dari mana dia bikin rem mobil orang tua First blong, dia juga bocorin tempat bahan bakar mobil itu."

Khao tak bisa percaya tentang ceritanya barusan, itu sama sekali bukan Khai. "Lo pasti boong?

"Khai itu benci sama First sampai kapanpun juga, dia pikir mobil itu bakal di pake First tapi dia salah."

"Jadi maksud lo, Khai berencana buat nyelakain First?"

"Iya."

"Mustahil."

Bel masuk berbunyi. Dia masih penasaran dengan yang terjadi selanjutnya, sialnya bel itu mengapa harus di nyalakan sekarang. Dia terpaksa harus menunggu sampai dia bertemu Phuwin di jam istirahat, kelas mereka berbeda.

•••

Bagian seelanjutnya di up nanti siang ya, kemaren up sekali tiga agak ngelag :(

INSIDE OUT | KHAOFIRSTWhere stories live. Discover now