Mendengar itu, Kiel langsung mempercepat langkahnya untuk menyusul Gaby. Pria itu memiting leher Gaby tanpa menyakiti perempuan itu.

"Mas Kiel!!" Pekik Gaby saat tubuhnya limbung dan punggungnya menabrak dada Kiel.

Kiel menggigit gemas pipi Gaby. "Amamamamam." Pria itu kemudian melepas gigitannya dan berkata. "Kalo ngomong yang bener aja. Tiap perkataan itu doa."

Gaby melepas lengan besar Kiel yang melingkari lehernya. "Yaudah kalo gitu aku mau doa, ya Tuhan semoga Mas Kiel bukan jodoh ku."

Kiel melotot mendengar itu. "Ya Tuhan, kalau Kiel bukan jodohnya Gaby, maka buatlah seluruh pria di dunia ini musnah."

Udah lah. Kiel ini emang nggak bisa di debat. Jadi Gaby memilih diam. Apalagi hari ini Kiel terlihat lebih cerewet dan bawel daripada biasanya.

Gaby mengacuhkan Kiel yang terus menggodanya. Perempuan itu berjalan ke arah tungku masaknya yang berasap.

Iya, Gaby sedang memasak. Masak nasi dan juga telur mata sapi untuk sarapan pagi.

"Itu apa yang dimasak?" Tanya Kiel sembari menunjuk ke panci besar.

"Nasi."

"Kenapa nggak pake rice cooker?" Timpal Kiel lagi.

Sebenernya Gaby malas sekali menjawab pertanyaan yang tidak bermutu itu. Tapi berhubung Kiel tidak bisa diam dan terus menerus bertanya, pada akhirnya Gaby dengan penuh keterpaksaan menjawab.

"Emang mas Kiel liat rice cooker disini? Dapur sekecil ini, Mas Kiel nggak bisa liat?" Tanya Gaby dengan nada kesal yang tidak bisa di sembunyikan lagi.

Kiel kemudian menggeleng pelan. Iya juga ya. Kan tidak ada rice cooker. Bahkan kompor saja satu, itu pun sepertinya kompor minyak tanah.

Aduh, kenapa sih dirinya ini? Ada apa dengan dirinya yang tiba-tiba jadi sok kenal sok dekat gini?

"Ck. Yaudah deh." Kiel pada akhirnya memilih meninggalkan Gaby sendirian di dapur yang penuh asap itu. Sudahlah, Kiel mendingan cari angin diluar saja.

Kiel menarik nafas panjang sembari memejamkan matanya, saat udara segar dan sejuk dapat ia rasakan. Tidak seperti saat ia di kota.

Pria itu berolahraga kecil di tempatnya berdiri, sekedar meregangkan otot tangan leher dan kakinya.

Beberapa kali Kiel sempat menganggukkan kepala sembari tersenyum pada beberapa petani kebun yang lewat dengan sepedanya.

Tak hanya itu, beberapa wanita juga nampak curi curi pandang ke arahnya. Tapi Kiel tak ambil pusing melihat itu.

"Mas Kiel!!!" Teriak Gaby dari dalam rumah, mengacaukan kegiatan Kiel saat ini. "Ayo makan!!" Teriak Gaby lagi.

"Dia sadar nggak sih? Suaranya kenceng sampek yang ada di pucuk gunung kayaknya bisa denger." Gumam Kiel dan kembali melangkah masuk ke dalam rumah.

"Telinga gue masih berfungsi kok. Lo nggak perlu teriak kayak orang hutan." Kiel merebut piring yang di sodorkan oleh Gaby.

"Makan dimana? Mejanya dimana? Kursinya dimana?" Tanya Kiel kebingungan saat tidak ada meja dan kursi makan.

"Disini." Gaby menarik tangan Kiel menuju ke ruang tamu. "Makan disini aja." Gaby membawa Kiel ke karpet yang berada di depan tv kecil.

Kiel melipat kakinya dan mulai makan dengan anteng. Perutnya kebetulan juga lapar sekali. Dan makanan sederhana berupa nasi dengan telur mata sapi ini terlihat sangat lezat di matanya.

***

"Loh, mbak Zia?" Teman masa kecil Gaby yang kebetulan melintas di depan rumah Gaby nampak terkejut melihat Gaby ada di teras rumah nenek Juju.

Love Attack Where stories live. Discover now