"Yang dari tadi pegang pegang nggak mau di lepas siapa? Yang tadi langsung nyariin waktu nggak sengaja melepas tangannya siapa? Yang tadi nyuruh orang orang kasih jalan buat aku lewat siapa? Mas Kiel kan?" Gaby menerocos dnegan pangan lebar. "Sadar mas, sadar."

Dengan dramatis Gaby menyadarkan Kiel. Tapi semua itu benar. Kiel melakukan itu semua untuknya.

Sedari saat Lee dan Egar menggodanya, sampai sekarang, ia benar benar dibawa kemana-mana oleh Kiel, sampai Gaby menjadi pusat perhatian.

"Aduh, ada drama rumah tangga. Minggir dah gue. Selesain dulu, baek baek yak. Kalo butuh ranjang, ada noh di gudang olahraga." Teman Kiel itu berceletuk sembari mengendap endap keluar.

Mendengar ucapan pria itu, Kiel sontak melempar botol kosong yang ia bawa di tangan kanannya hingga mengenai punggung pria itu.

"Asem lo! Adik gue ini."

Pria itu segera bersembunyi di balik pembatas backstage, "adik kok di posesifin, adik-adikan doang kali." Kekehnya, sebelum lari menjauh.

Kiel membuang nafas panjang. Untung saja backstage di bagian kiri sepi, tidak seramai di bagian kanan dan belakang.

"Gue bentar lagi mau tampil, habis itu jarak satu jam naik lagi buat perkenalan calon ketua BEM. Lo disini aja." Tutur Kiel, sembari menarik satu kursi empuk untuk Gaby.

"Duduk sini, tapi kalo mau liat gue tampil, lo bisa naik dan lihat dari samping sana," Kiel menunjuk area samping panggung besar yang tertutup oleh kain hitam panjang.

Gaby yang sudah duduk di tempatnya lantas mendongak, "emang mas Kiel mau tampil apa?"

Kiel berjongkok tepat di hadapan Gaby yang duduk manis. "Ada deh, kepo banget lo." Kiel menjepit hidung Gaby dengan telunjuk dan jari tengahnya.

Gaby cemberut, "nanti hidung aku kayak pinokio." Sungutnya tak suka.

"Ya mirip. Kembar kan, suka bohong." Kekeh Kiel. Ia lalu menyenderkan tangannya di atas paha perempuan itu. "Duh, deg-deg an gue."

"Emang mau nampilin apa sih?" Tanya Gaby. Refleks satu tangannya mengelus rambut blonde Kiel yang lembut itu.

Suasana yang sepi membuat keduanya makin dekat. Gelap, sepi, dan hanya terdengar bising riuh dari para mahasiswa dan juga mc di panggung membuat mereka seolah punya dunia sendiri.

Ini mengingatkan Kiel di masa-masa SMA. Saat ia selalu membutuhkan Gaby untuk menenangkannya setelah amarah menguasai dadanya. Gaby selalu ada di sekitarnya, perempuan itu benar benar ia ikat untuk terus berada di sampingnya. Karena secara tidak sadar, ia selalu butuh tangan Gaby yang mengelus lembut rambutnya untuk meredakan amarahnya. Ia selalu butuh bibir manis Gaby untuk mengomelinya atau berbicara melantur yang selalu membuatnya kesal.

"Mau nyanyi ya?" Tebak Gaby tiba-tiba, membuat Kiel mengangkat kepalanya.

"Kok tau?" Tanyak Kiel dengan terkejut.

Gaby tersenyum, "ya dari dulu Mas Kiel ngapain sih kalo nggak nyanyi? Yang bisa bikin cewek cewek naksir Mas Kiel kan, suara Mas Kiel yang keren itu."

"Maksud lo wajah gue nggak ganteng?" Tanya Kiel tanpa emosi seperti biasa. Padahal kalo di mode normal, Kiel pasti sudah bersungut sungut kesal, karena secara tidak langsung Gaby berkata bahwa daya pukatnya ada di suara. Bukan di wajah.

Gaby terkekeh kecil. "Iya, ganteng. Apalagi waktu jadi olaf."

Wajah Kiel seketika berubah kesal. "Mending gue jadi olaf, daripada lo, jadi keledainya." Sahut Kiel sembari menahan tawa, saat mengingat peran Gaby di acara pentas seni role play frozen itu.

Love Attack Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang