36. Cendera Mata dari Tuhan

991 133 89
                                    

Langkah Angkasa berhenti mendadak. Pandangannya beralih pada toko baju wanita yang didominasi gaun berwarna cerah. Mereka mengingatkan Angkasa pada gaya berpakaian Rindu empat tahun silam. Sebelum menjadi pecinta warna monokrom, Rindu adalah remaja yang senang dengan gaun bunga-bunga dengan aneka warna.

"Kasih tahu Davka juga, Kiara gak suka sama cowok yang terlalu banyak janji. Langsung kasih bukti nyata aja. Kalau mau ngajak makan, langsung samperin ke kosannya. Kalau mau ngajak nonton, langsung kirim foto tiketnya. Kalau mau .... Lho, Kak?"

Ocehan panjang lebar Rindu terjeda begitu ia menyadari sosok Angkasa tidak lagi berdiri di sampingnya. Gadis itu berbalik, lantas membuang napas panjang ketika menyadari Angkasa ada di belakangnya, tertinggal. Rindu pun mundur beberapa langkah, menyamakan posisi dengan Angkasa. Netranya mengikuti arah pandang lelaki itu.

"Mau beli?"

Angkasa pun menoleh. "Mau. Yuk!"

Tanpa ada kesempatan untuk menolak, Rindu pun mengikuti langkah Angkasa. Mau bagaimana lagi, tangannya diseret seperti kambing. Hingga akhirnya, mereka ada di dalam toko, berhadapan dengan seorang karyawan yang baru saja memberikan sambutan hangat.

"Mau cari baju yang bagaimana, Kak?"

"Gaun yang motifnya bunga-bunga. Kayak summer gown gitu," jawab Angkasa, penuh kemantapan.

"Yang panjang atau yang pendek?"

"Yang panjang."

"Mari, ikut saya. Tempatnya ada di sebelah sini."

Senyum di wajah Angkasa semakin lebar. Tanpa melepaskan genggaman di tangan Rindu, lelaki itu mengekori sang karyawan toko penuh antusias. Sedangkan Rindu, lagi dan lagi, mengekori langkah lelaki itu tanpa melayangkan protes sedikit pun. Bahkan, saat Angkasa menyerahkan sebuah peasant dress putih dengan corak floral ungu pastel, Rindu juga diam saja.

"Bagus, gak?" tanya lelaki itu, meminta pendapat Rindu.

Rindu tersenyum tipis. "Bagus, kok. Warnanya lucu."

"Kalau ini?" Angkasa mengambil tie-strap midi dress berwarna biru.

"Bagus juga."

"Yang ini?" Kali ini Angkasa meraih maxi dress gambar bunga mawar kecil-kecil.

"Bagus." Rindu kembali menyuarakan pendapat. Sudah ada tiga gaun di tangannya. Semuanya memang memiliki bentuk, corak, dan bahan yang bagus. Hanya saja, Rindu merasa ada yang janggal. "Tapi, kayaknya ini semua kurang cocok buat bunda, deh, Kak."

Angkasa langsung berbalik. "Kata siapa kita beli buat bunda? Itu buat kamu, Rin."

"Kok, aku?"

"Emang kamu gak kangen pakai gaun cantik? Kan, dulu selera kamu pakaian yang kayak gini. Aku aja kangen, masa kamu enggak?"

Rindu terdiam seraya memandangi satu per satu gaun yang dipilih Angkasa. Semuanya cantik dan anggun. Jujur saja, Rindu juga tergiur.

Bohong jika Rindu mengatakan tidak ingin mencoba gaya pakaian feminin seperti dulu. Ia sangat menyukai gaun, mengingat cita-cita Rindu saat kecil adalah menjadi putri Disney. Gaun bunga-bunga dan warna cerah, ikat rambut pita, dan rambut ikal panjang adalah gaya Rindu yang sebenarnya.

Namun, semenjak kecelakaan itu. Rindu selalu mencari pakaian yang sekiranya bisa menutupi luka di tangannya. Kaus lengan panjang, kardigan, dan hoodie lebih mendominasi hari-hari Rindu dibandingkan gaun cantik. Ia juga mulai meninggalkan aneka hiasan rambut yang lucu-lucu karena dirasa tidak cocok dengan pakaiannya. Warna monokrom pun memenuhi lemari karena Rindu tidak nyaman warna cerah.

Forever Only [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang