3. Roti Selai Persik

2.3K 262 107
                                    

Walaupun sedikit menjengkelkan, kita harus mengakui bahwa orang-orang dengan penampilan rupawan sering mendapatkan keistimewaan dalam kehidupan bermasyarakat. Walaupun membuat konten yang tidak bermanfaat, orang cantik dan ganteng tetap memiliki banyak penggemar. Sekalipun melakukan kesalahan, kebanyakan dari mereka juga mendapatkan keringanan sanksi sosial. Kendatipun bertindak kurang sopan, beberapa orang justru malah menyebut mereka savage. Ralat, bukan sedikit menjengkelkan, tetapi sangat menjengkelkan.

Tentu saja, Angkasa juga bisa sangat mudah mendapatkan keistimewaan semacam itu. Selain wajah, keadaan ekonomi keluarganya juga sangat mendukung terjadinya kemudahan dalam hidupnya. Apalagi Angkasa merupakan anak tunggal, untuk siapa lagi kasih sayang orang tuanya ditujukan jika bukan dirinya?

Angkasa sangat sadar bahwa dirinya cukup mampu menarik perhatian banyak orang jika terjebak keramaian. Tubuhnya tinggi dan atletis, wajahnya tampan, baritonnya seksi, aroma parfumnya pun memanjakan hidung. Ke mana pun Angkasa melangkah, pasti akan banyak pasang mata yang mengunci pandangan akan sosoknya. Ia juga sudah sangat biasa mendapatkan sanjungan, gombalan, dan pernyataan cinta dari kaum hawa. Mereka selalu menatap Angkasa dengan penuh binar dan memperlakukannya penuh kesopanan.

Namun, mengapa itu semua tidak berlaku untuk sahabatnya Davka? Entah siapa namanya, Angkasa lupa. Mengapa perempuan itu bisa begitu murka karena sebuah kesalahan yang tidak Angkasa sengaja? Mengapa kebencian begitu kuat terpancar dari kedua netranya saat menatap Angkasa?

"Jangan bilang lo lihat hantu, Sa?"

Sontak saja lelaki itu mengalihkan pandangannya. Angkasa tersenyum samar sembari mendaratkan bokongnya di samping Davka. "Enggak. Serem amat kalau gue beneran bisa lihat yang begituan."

"Terus kenapa lo ngelihatin ke atas mulu?" timpal Tristan. Ia sempat melirik lantai atas rumah Davka selama beberapa saat, sebelum akhirnya kembali menatap layar laptop di hadapannya.

"Gue kepikiran sesuatu aja," jawab Angkasa dengan enteng.

"Sesuatu apaan?"

Angkasa menoleh, menatap Davka yang tampak menunggu jawaban darinya. "Sahabat cewek Lo itu kayak gimana, sih, orangnya?"

Dahi Davka lantas berkerut. "Maksud lo Rindu?"

"Namanya Rindu?"

Davka mengangguk, mengiyakan pertanyaan Angkasa. Ia berbalik sekilas, hanya untuk menatap pintu kamar Rindu beberapa detik. "Gimana gue harus jelasinnya, ya? Kita udah lama pisah, lima tahun lebih. Baru ketemu lagi tahun lalu, makanya perlu adaptasi ulang. Dia anak yang baik, kok. Biarpun nyebelin, judes, galak, tapi dia baik." Setelah menyeruput jus jeruk miliknya, Davka kembali menatap Angkasa. "Kenapa lo nanyain Rindu? Tumben banget. Gak biasanya lo tertarik sama cewek selain Bella."

Sembari mengembuskan napas panjang, Angkasa pun menempelkan punggungnya ke sandaran sofa. "Kemarin gue ketemu dia di The Headout. Singkat cerita, gue bikin minumannya tumpah, sampai gelasnya pecah. Gue udah minta maaf, udah bilang bakalan ganti, dia gak mau dan malah pergi gitu aja."

"Serius Rindu kayak gitu?"

Angkasa mengangguk lesu. "Selain ... entah perasaan gue doang atau gimana, cara dia natap gue, tuh ... tajam banget. Kayak orang yang benci."

"Masa, sih?" Tristan kembali bersuara.

"Beneran. Masa gue bohong?" Angkasa mengembuskan napas panjang. "Gue jadi kepikiran aja, apa gue sama dia pernah ketemu sebelumnya, apa gue pernah berbuat salah."

Davka termenung. Walaupun sudah cukup lama tidak berinteraksi, tetapi Davka masih ingat seperti apa sosok Rindu Zevallia Atmaja yang menemani masa kecil hingga remajanya. Setiap kali bertemu, tidak ada hentinya Rindu menceritakan hal-hal yang tidak penting pada Davka. Ia juga selalu tertawa akan hal-hal yang tingkat kelucuannya sangat minim. Orang yang tidak dikenal selalu ia sapa, benda mati selalu ia ajak bicara. Rindu adalah definisi remaja periang yang memiliki hati hangat di mata Davka.

Forever Only [Tamat]Where stories live. Discover now