SATU

11.5K 328 10
                                    





Di pagi hari yang cerah, matahari sudah mulai menampakan sinarnya.

Tania menatap dirinya di pantulan cermin. Ia memoles Lip balm di bibir pucatnya, seraya memakai seragam sekolah ditubuhnya. Dengan senyuman manis terpahat indah diwajahnya. Seragam sudah terpakai rapi ditubuhnya namun ia tidak bisa menampik bahwa sekarang ia di rundung kegugupan.

Gadis itu, menghembuskan napas kasar berharap rasa gugupnya dapat berkurang hari ini, hari pertama ia masuk di sekolah bergengsi di mana tempatnya anak-anak orang kaya, Internasional High School. Namanya sudah bisa menjelaskan sekolah eliet yang di peruntungkan untuk kalangan atas.

Di sekolah ini, banyak anak orang kaya dan pengusaha berbondong-bondong masuk di sekolah bergengsi itu. Hingga, takayal para orang tua murid tidak segan mengeluarkan banyak nominal agar bisa masuk di Internasional High School. Meski SPP sekolah dapat menguras isi dompet.

Asik memandangi wajahnya, suara wanita paruh baya menyadarkannya dari lantai bawah. Seragam sudah terpasang rapi ditubuhnya. Ia meraih ponsel. Lalu, menaruh ke dalam saku bajunya. Seraya melangkah keluar kamar. Dengan senyum yang mengembang. Dari jauh ia sudah melihat bundanya yang tengah menyiapkan sarapan pagi. Gadis itu mendekati Hana-bundanya. Yang tengah menata makanan diatas meja.

"Tania, bunda gak bisa nganter kamu di sekolah, Bunda ada pasien di rumah sakit pagi ini, kamu ke sekolah bareng Mag Ujang ya sayang." Kata Hana dengan lembut sambil menyodorkan sepiring cookies.

Tania mengangguk mengerti dan mengambil lauk-pauk menaruh ke dalam piringnya. Ia menatap bundanya dia berkata," padahal ini hari pertama aku ke sekolah. Bunda nggak bisa tinggal bentar?"

Wanita paruh baya itu, Hana, menghela napas lalu mengusap kepala putrinya dengan lembut." Mau gimana lagi, Tan! Bunda nggak enak buat batalin. Bunda nggak ada pilihan lain. Kamu ngerti,kan maksud bunda?"

"Tapi bunda-"

"Kan, ada Mag Ujang, Tania gak sendiri bunda pagi ini sibuk. Bunda gak bisa nganter kamu." Gapapa, kan sayang?"

Tania tersenyum kecut mengulum bibir lalu mengganguk." Gapapa kok bunda, Tania bisa sendiri."

Ibu dan anak itu kembali menikmati sarapan pagi tanpa mengeluarkan suara.

"Tania," panggil Hana mengeluarkan uang lima lembar berwarna merah dari dompet. Dengan sedikit terbaru-buru. Karena pagi ini ia harus mengurus pasien gagal ginjal di rumah sakit.

"Sayang, bunda berangkat dulu. Kalo ada apa-apa jangan lupa kabarin bunda. Kamu berangkat ke sekolah bareng Mag Ujang. Bunda udah urus berkas-berkas pindahan kamu, kamu tinggal masuk aja" Ungkapnya lalu berlalu pergi.

"Hati-hati bunda." Kata Tania setelah melihat bundanya hendak melajukan mobilnya. Hana berbalik menatap Tania mengangguk mengerti.

Gadis itu menatap bangunan sekolah dari kejauhan dengan jantung yang berdebar. Ia berdehem menghilangkan rasa gugupannya lalu beranjak melangkah ke arah sekolah.

Tania teringat akan Hana, sebenarnya gadis itu ada rasa ketakutan pagi ini. Tania kali pertama pergi tanpa bundanya. Hana-bundanya sejak setahun lalu sudah menyiapkan Tania untuk masuk di sekolah itu. Tania anak bundanya satu-satunya, setidaknya dengan masuk jalur prestasi Hana tidak perlu mengeluarkan uang banyak untuk membayar SPP sekolah yang dapat menguras isi dompet.

Berjalan menuju sekolah Tania sedikit bingung, karena sekolah ini memiliki tiga lantai. Tania sibuk mencari ruang kepala sekolah. Tania tiba-tiba mendengar suara dari seseorang.

"Kamu anak baru ya di sekolah ini?"

Tania mengangguk meng-iya-kan." Mau nanya ruang kepala sekolah di mana yah?"

"Kebetulan aku mau kesana, bareng aja kalau gitu."

Tania dan laki-laki tadi hanya diam. Setelah berjalan menghabiskan lima belas menit, Tania sudah sampai di depan ruang kepala sekolah. Tania menghembuskan napas kasar lalu mengetuk pintu di depan sana dengan ragu-ragu. Dengan seorang laki-laki di dekatnya, Tania tidak tahu namanya siapa.

Tok tok!

Tania mengetuk pintu, dan mendapati pintu dalam keadaan terbuka. Suara sahutan dari dalam ruangan mengizinkan nya masuk. Tania menghela napas berusaha meredah rasa gugupnya. Tan, 'lo pasti bisa bertahan di sekolah ini selama satu tahun' gumamnya pelan.

Tania masuk mendapati lelaki paruh baya itu tengah duduk di kursi kebesarannya dengan stelan jas mahal. Tania duduk di depan Pak Chandra dengan wajah yang sedikit menunduk. Sedangkan laki-laki tadi sudah pergi.

Pak Chandra berdehem sebentar, ia menelisik Tania dari atas sampai bawah dengan senyum yang terbit di wajahnya meki wajah yang sudah mulai menua. Dan dia kembali berkata," nama kamu Tania Anveronicca kamu siswi XII IPA-1 pindahan dari bandung itu, kan?" Kata Pak Chandra sambil melihat kearah gadis itu memecah keheningan di antara mereka.

Tania mengangguk tersenyum hangat.

"Kalau begitu kamu boleh ke kelas kamu. Kelas XII 1PA-1 berada di lantai tiga."

Tania mengangguk mengerti. Ia melangkah ke arah kelasnya di lantai tiga dengan langkah pendek.

Susana kelas masih tampak sepi, Tania duduk di kursi belakang dengan tangan yang menopang dagunya. Laki-laki berkacamata menepuk pundak Tania pelan dengan senyum tipis." Lo anak pindahan itu, kan?"

Tania mengangguk. Seraya melihat ke arah laki-laki itu dengan senyum yang terbit di wajahnya. "Aku ketua kelas disini, nama gue Arka." Kata remaja laki-laki itu dengan tangan yang terulur kedepan."Semoga kamu betah sekolah di sini."

Tania menerima uluran tangan Arka." Aku Tania Anveronicca siswi pindahan!"

Arka mengangguk paham.

Laki-laki itu melangkah ke arah mejanya, meja bagian belakang dengan senyum yang terbit di wajah tampannya.

Tania menelisik kelasnya yang baru ditempatinya. Gadis itu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, atensi gadis itu tertuju pada rak-rak buku yang tertata rapi di depan sana. Tak lupa pula struktur kelas yang terpasang rapi. Dia berdecak takjub, pantas saja banyak siswi yang berbondong-bondong masuk di sekolah elite ini. Sebab sekolah ini sangat mewah dan di peruntungkan bagi kalangan atas.

Brakk!!

"G-- Maaf aku ngga sengaja." Dengan wajah yang ketakutan.

"Ngga sengaja? Buta mata lo hah?"

Atensi Tania tertuju pada seorang gadis dan laki-laki di depan sana. Dia melihat wajah laki-laki itu datar tanpa expresi yang tengah menatap gadis itu dengan wajah yang memerah padam.

"Ngakuh lo? Lo sengaja, kan? Gausah pura-pura bego."

Kedua mata Tania membulat sempurna begitu melihat laki-laki di depan sana. Mendorong tubuh gadis itu hingga terjatuh di lantai.

To be continue

Ada yang nungguin ga? Hehehe

Pada baca jam berapa nih???


Rega Argantara Where stories live. Discover now