Part 17

1.5K 58 0
                                    

670 words

▪︎▪︎▪︎

Time is ticking...

▪︎▪︎▪︎

"Gue ada sesuatu buat lo."

Geava sengaja menjaga jarak dengan Garka. Dia hanya mencoba bersikap pintar dan tidak mau memberikan Garka kesempatan untuk dekat-dekat dengannya lagi.

"Apa?"

Garka merogoh sesuatu dari saku celananya. "Turn around."

Geava mengernyit. "Ngapain? Gue ga mau." Ia tidak mau disuruh-suruh lagi sama Garka.

"I need to put it on. Its a necklace." Garka menunjukkannya di tangan. "So, turn around."

Mulut Geava terbuka melihat kalung itu. "Kenapa lo kasih gue kalung?"

"Gift," jawab Garka sambil melangkah ke belakang gadis itu.

Geava ingin menolak, tapi mulut dan tubuhnya malah diam saja seolah memberikan Garka izin untuk memakaikan kalung itu di lehernya.

Geava ingin menolak, tapi mulut dan tubuhnya malah diam saja seolah memberikan Garka izin untuk memakaikan kalung itu di lehernya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kenapa lo kasih kalung ini?" tanya Geava, memegang liontin kalung itu.

Garka berpindah di samping gadis itu lalu tersenyum tipis. "For ... memori."

"Gue harus pake tiap hari?" Geava tidak tahu kenapa dia menanyakan hal itu. Tapi pertanyaan itu lolos begitu saja dari bibirnya.

"Ga wajib," balas Garka. "Just save it."

Geava mengangguk lega dan segera memasukkan kalung itu ke dalam seragamnya. Sehingga tidak akan terlihat oleh orang.

Setelah itu Geava membeku saat ia tiba-tiba merasakan nafas hangat Garka di dekat telinga.

"I curse you," bisik lelaki itu.

"H-ha?" Geava menegang.

"Selama lo masih simpen kalung itu, lo ga akan bisa lupain gue." Garka kembali menarik mundur tubuhnya lalu mengacak rambut Geava dan tersenyum tipis.

Perasaan Geava berubah cepat dari gugup menjadi kesal.

"Ishh, bisa ga sih gak usah diberantakin," gerutu gadis itu membenahkan tatanan rambutnya kembali.

"Hm. Yaudah, gantian biar satu sama."

Garka merendahkan tubuhnya lalu menaruh telapak tangan Geava ke puncak kepalanya.

"Lakuin. Berantakin, sesuka lo."

Geava ketar-ketir. Gar ... ini lebih ga adil buat kesehatan jantung gueeee.

Rambut lo. Wangi parfum lo.

Bisa ngeliat wajah lo dari jarak sedekat ini.

Arghhk... lo nyiksa gue bangett!

Geava mengigit bibirnya. "G-ga perlu. Lagian gue gak semarah itu, kok."

Geava hendak menarik tangannya tapi ditahan oleh Garka.

"Elus."

"H-ha?"

"Gue mau ngerasain."

Glek.

Awalnya, Geava tidak mau melakukannya. Tapi setelah teringat bahwa Garka sudah tidak memiliki orang tua dan keluarganya. Hati Geava melunak. Gadis itu menghela nafas, dia kesampingkan semua egonya dan mulai mengelus pelan kepala Garka, jari-jarinya mengusapi helain-helain rambut itu dengan hati-hati.

Garka sendiri menikmatinya dan hanya memejamkan mata. Tidak mengatakan apapun. Tapi Geava tahu Garka menyukainya dari senyum tipis lelaki itu.

Tiba-tiba, Garka membuka matanya kembali lalu meraih pinggang Geava. Hanya seperkian detik Geava melihatnya, tapi tatapan Garka terlihat tidak sedingin biasanya, melainkan tatapan itu terasa hangat namun di saat yang bersamaan juga penuh oleh luka.

Garka memeluk erat Geava. Meletakkan kepalanya di bahu kecil gadis itu. Lelaki itu tidak mengatakan apapun. Geava sendiri syok dan mencoba untuk tidak pingsan di tempat. Padahal mereka sebelumnya sudah pernah berpelukan, tapi entah kenapa kali ini, rasanya berbeda. Geava merasa sangat-sangat gugup. Pipinya memanas. Sial, dia blushing parah.

"Lo bener-bener bikin gue lemah," bisik Garka dengan suara parau.

▪︎▪︎▪︎

For him.

She was perfect.
She was a perfect happiness.
She was a perfect disctraction.
She was a perfect home.

She was everything he craved for.

But...

▪︎▪︎▪︎

"Gimana? Udah dapetin cara buat menjarain papa Alura?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Gimana? Udah dapetin cara buat menjarain papa Alura?"

"Ini lagi dicari buktinya." Neo melirik masam Garka yang ada di sampingnya.

"Satu hal. Kalo lo gak bertindak cepat, Alura mungkin hancur duluan. Lo mau nyesel?"

Neo mengalihkan tatapannya dari lapangan dan kembali menatap Garka kemudian menggeleng. "Neo pengen Alura lepas dari penderitaannya."

Garka hanya berdecih. "Gue tunggu." Lalu mendorong wajah Neo ke tembok dan menekannya kuat-kuat sebelum melangkah pergi.

"Ihh! Garka punya dendam apasih sama Neo? Gangguin mulu! Ngeselin!" Neo mencak-mencak.

Garka berbalik dan menatap tajam cowok itu. "Lo mau mati?"

Neo menelan ludah kemudian melirik ke sekitar. "Tangkap Neo dulu kalo mau bunuh Neo!" ucap Neo lalu berlari kabur.

Garka hanya menatap kepergian Neo dengan tatapan dingin. Ia lalu mengambil ponselnya dari saku celana untuk mengirim pesan ke seseorang.

[Him] : he's working on it

Setelah memastikan pesan itu terkirim, pesan dan kontak penerimanya ia hapus.

▪︎▪︎▪︎

GARKA : Bad MissionWhere stories live. Discover now