Part 11

1.9K 64 0
                                    

766 words

︎▪︎▪︎▪︎

Geava tambah pusing karena itu artinya dia sekarang adalah selingkuhannya Garka. Sebisa mungkin di sekolah, Geava berusaha untuk menjauhi Garka. Jika ditanya apa Geava menyesal menerima Garka dan menyesal pergi ke rooftop. Dia menyesal. Menyesal karena tidak bisa mempertahankan keputusannya sendiri.

Tapi sekarang nasi sudah menjadi bubur. Dan Geava sedang mencari cara untuk putus sekaligus lepas dari genggaman lelaki itu.

Sial. Sial. Geava mulai berpikir jika Garka itu playboy. Bilangnya aja ga tertarik sama Alura. Padahal, bisa aja emang cowok itu yang ga puas sama satu cewek.

Geava menghentakkan kakinya. Bisa-bisanya dia jatuh dalam perangkap buaya. Bisa-bisanya dia sangat bodoh. Habisnya, saat di rooftop, Geava benar-benar berpikir jika Garka mungkin aja akan melompat dari sana. Tapi kalau dipikir-pikir lagi. Tidak mungkin orang seperti Garka semudah itu menyia-nyiakan nyawanya.

"Gar, katanya lo mau putusin Alura, kapan?" tanya Geava. Ia ingin pergi ke perpustakaan dan seperti biasa ia selalu bertemu Garka yang mungkin hendak ke atap lagi untuk membolos.

"Hm."

Geava menepis tangan Garka yang berusaha menggenggamnya.

"Jangan pegang-pegang gue."

"Kenapa?" tanya Garka, memiringkan kepalanya.

"Lo kan udah janji buat rahasiain hubungan kita. Gue gak mau dikenal sebagai pacar kedua lo atau lebih parahnya lagi selingkuhan lo."

Garka menyeriangai tipis. "Hm. Gue pergi dulu."

"Lo mau kemana?" tanya Geava.

"Urusan. Mau ikut?" Garka menatap intens ke manik mata gadis itu.

Geava belum terbiasa dengan tatapan Garka pun membuang muka. Apalagi aroma parfum lelaki itu yang menurutnya khas, seolah mematikan pikirannya untuk berpikir jernih.

"Engga. Lagian lo pasti mau bolos kan? Ngapain gue ikut bolos," dengus Geava, mengeratkan pegangannya pada buku yang ia peluk.

"Mau ngelarang?"

"Bukan urusan gue. Ga peduli juga. Kalo mau bolos yaudah bolos sana."

Tapi Garka menahan tangan gadis itu. "Gue gak akan pergi kalo lo larang."

"Gue gak peduli." Geava berusaha melepaskan tangannya. Tapi cekalan Garka makin erat. "Gar, sakit. Lepasin."

Garka tetap mencekalnya erat. "Janji dulu."

"Ck. Apa? Jangan aneh-aneh. Gue ga mau. Lepasin tangan gue."

"Janji dulu, lo harus kasih ciuman setelah gue putusin Alura."

Geava melotot. "Gak ya!" Ia langsung panik. Jantungnya berdebar-debar ga karuan.

"Di bibir."

Geava makin melotot sekaligus merinding. Pipi gadis itu memerah. "Gak mau! Gue gak mau! Plis, Gar lepasin gue! Jangan paksa gue kayak gini!"

"Beg me."

"Garrrrr! Lepasinn atau gue teriak?"

"Teriak, coba aja."

"Tolong!!!"

Garka melirik sekitar kemudian tersenyum remeh setelah melihat tidak ada seorang pun yang ada di sekitar sana.

"Ga akan ada orang yang nolong lo," ujar Garka.

"Lepasin!! Plis siapapun yang denger gue tolongin gueee!" Geava masih tidak menyerah.

Garka merunduk. Satu tangannya menggapai dagu gadis itu agar wajah cantik Geava menghadapnya.

"Diem atau gue..."

Geava melotot. "Atau apa?!"

"Hm atau..." Garka menjeda. "mau emang?" tantang cowok itu menyeringai dan kembali berdiri tegap.

"Mau apa sih?!!" Geava makin frustasi.

"Mau gue cium?"

Wajah Geava memerah sempurna. "Amit! Amit!"

"Gue pacar lo. Jadi, apa masalahnya cium pacar sendiri?"

Geava menggeleng. Garka kembali merendahkan tubuhnya. Geava melotot dan langsung menolehkan wajah Garka ke samping saat cowok itu kembali mendekatkan wajahnya.

"Heh!" Setelah itu Geava mundur sambil berusaha menyembunyikan wajahnya.

Garka tersenyum tipis. "Tangan lo lembut."

Geava makin blushing.

Garka lalu mengacak rambut Geava. "See you."

Lelaki itu akhirnya melangkah, meninggalkan Geava dengan perasaannya yang benar-benar kacau. Geava melihat arah kepergian Garka. Jantungnya masih berdetak kencang.

"Ngeselin bangset sih," kesal Geava. Hatinya benar-benar berhasil diobrak-abrik oleh lelaki pemilik mata elang itu.

▪︎▪︎▪︎

Garka pergi buat nemuin Alura. Setelah sedikit berkeliling sekolah akhirnya ia menemukan Alura. Gadis itu baru saja keluar dari sebuah ruangan. Garka langsung mengikutinya dari belakang. Alura menyadari keberadaannya. Garka mencekal tangan gadis itu dan membuka lengan sweaternya, sehingga luka lebam di lengan gadis itu terlihat jelas.

Alura tampak terkejut dan menarik tangannya kemudian menutup lengan sweaternya lagi. Lalu melangkah pergi tanpa mengatakan apapun.

Sementara Garka menyeringai dan memperhatikan kepergian gadis itu.

"Gue punya satu pertanyaan."

Langkah Alura berhenti.

"Lo beneran suka sama Neo?" Garka kembali ada di samping gadis itu.

Alura menatap Garka perlahan dengan tatapan dingin dan bibir yang tertutup rapat. Alura masih tidak mau mengeluarkan sepatah kata apapun.

"Bukannya hubungan kalian cuman sebatas kontrak? Kalian selama ini pacaran karena Neo berusaha ngelindungin lo dari papa lo kan?" Garka menjeda untuk melihat reaksi gadis itu. "Tapi itu ngebuat Neo malah jadi target dan hampir dibunuh."

Alura diam. Tapi terlihat jelas ada kerutan di dahi gadis itu yang menunjukkan sebuah reaksi.

Garka menyeringai dan mencondongkan tubuhnya untuk membisiki Alura sesuatu.

"Buat apa pertahanin seorang ayah yang bahkan bukan ayah kandung lo?"

Alura tercekat. Kali ini wajah dinginnya menunjukkan raut terkejut yang kentara.

▪︎▪︎▪︎

Damn, I gotta end this story as soon as possible so I can finally focus on my other story..

GARKA : Bad MissionWhere stories live. Discover now