34: Perang Dingin?

235 28 2
                                    

Ini sudah hampir dua minggu setelah Awan mengabaikan Bella. Keduanya seakan tengah mengibarkan bendera perang dingin secara tak kasat mata.

Bella bukanlah siswa gila organisasi dan kegiatan non akademik lainnya. Sehingga aktifitasnya di sekolah tak begitu padat. Tapi, tetap saja ia tak pernah menemukan Awan lagi.

Bella sedih jika memikirkan bahwa kenangan bersama Awan harus sirna begitu saja.

Dua hari lalu, Selina juga tiba-tiba membahas mengenai prediksi reaksi Awan pada menfess Bella minggu lalu.

Bella tak tahu kalau dengan ketikan tak beralaskan fakta di base sekolah itu bisa menjadi patokan berita yang disebarkan ke seluruh penjuru sekolah. Padahal di hari itu juga Haris mengklarifikasi bahwa tidak ada sesuatu yang istimewa antara mereka.

"Bodoh kalo Awan masih nganggep gue sama Haris balikan," ucap Bella.

"Dan bodoh juga kalo lo masih nganggep Awan udah jadian sama Shea," balas Hawa, kakaknya sekaligus satu-satunya orang yang suka me-roasting Bella.

"Tapi, beneran gue denger sendiri kalo Awan bilang ke Shea kalau dia nganggep gue cuma temen."

"Lo dengerin sampe selesai gak?" balas Hawa tak kalah ngegas. Ia berhasil membuat Bella terdiam.

"Ya, tapi 'kan udah jelas gitu, lho. Pasti abis itu Awan bilang kalau sebenarnya dia sukanya sama Shea, terus dia sekalian confess, terus ditembak, jadian deh."

Melihat bagaimana adiknya sangat ngotot dengan pendiriannya membuat Hawa ingin sekali melempar botol teh pucuk ke muka cantik itu.

"Iya, terus kepala lo yang gue tembak." Hawa berdecak sebal.

Saat mengalihkan pandangannya, ia menemukan kekasihnya yang sedang berjalan diiringi dua permaisurinya. Bella juga melihat.

Siapa lagi kalau bukan Alvaro Ardion dengan Kamelia dan Rebecca di sisi kanan-kirinya.

Teralihkan, Bella pun bertanya, "Lo kok bisa ya ikhlas-ikhlas aja liat pacar lo dikelilingi cewek mulu."

Hawa membuang napasnya kasar. "Gue gak pernah punya masalah sama temen-temennya. Mau protes kayak gimana juga level gue gak setara sama orang-orang yang namanya selalu ada di daftar pertama paralel tiap semester. Dion mau sama gue aja gue udah sujud syukur banget."

Bella mengacak-acak rambutnya frustasi setelah mendengar penjelasan tak masuk akal dari kakaknya. Apakah memang ada kutukan pada ia dan saudarinya dalam masalah asmara?

Kakaknya itu tiba-tiba mendorong bahunya sambil berkata, "Gak usah sok stress. Lo tuh sebenernya sama aja kayak Dion."

"MAKSUD?"

Sayangnya karena Dion sudah lebih dulu datang, obrolan mereka harus terhenti. "Nanti aja di rumah."

Hawa segera menggandeng Dion untuk pergi ke kantin, meninggalkan adiknya yang duduk seorang diri di depan kelasnya.

"Kapan coba gue punya pacar yang setia, ganteng, pinter, lucu kayak Kak Dion?"

Bella beranjak dari duduknya. Ia membelah koridor yang sepi di jam istirahat ini karena kebanyakan siswa-siswi tengah berada di kantin.

Saat berada di ujung koridor dan bersiap untuk berbelok, ia bertemu dengan Awan yang berjalan lawan arah dengannya.

"Awan!" sapa Bella sebelum Awan kembali menghindarinya.

Jarak keduanya masih terpaut sekitar satu meter lebih. Bella segera berlari kecil membuat rambut sebahunya berterbangan.

"Udah makan?" tanya Bella begitu ia berdiri tepat di depan Awan.

"Udah. Kenapa, Kak?"

"Aku mau ngomong sesuatu dan itu penting. Bisa 'kan?"

Aku? batin Awan terheran-heran.

Dengan isi kepala yang sedikit kosong, Awan menganggukkan kepalanya. "Bo—"

"Wan, dicariin Bu Dian."

-to be continued-

sabar ya, Bella ☺️☺️☺️

PUTIH ABU-ABU [✓]Where stories live. Discover now