Raden Ajeng membawakan Jenaka banyak pakaian. Kain batik, kebaya juga beberapa pakaian tidur, sepatu, hingga makanan yang dimasukkan ke dalam kendi yang ditutup rapat. Raden Ajeng melihat sekelilingnya.

"Sepertinya buku yang saya bawa sedikit sia-sia. Saya tidak tahu jika Tuan Jaksa memiliki buku sebanyak ini."

Jenaka langsung merampas buku yang Raden Ajeng bawa. "Tapi aku akan tetap mengambilnya. Jangan dibawa pulang lagi."

Raden Ajeng tertawa kemudian membiarkan Jenaka menyimpan buku tersebut. Barang yang dibawa Raden Ajeng masih sangat banyak. Tak hanya makanan, perempuan itu juga membawakan Jenaka berbagai jenis daun teh kering.

"Saya ingat kamu sangat suka minum teh ini. Jadi saya bawakan juga."

Jenaka menerima benda-benda itu dan meletakkan semuanya di atas meja tamu milik Pram. Melihat Raden Ajeng yang menyediakan semua ini mengingatkan Jenaka akan kesibukan ibunya yang selalu sibuk sendiri ketika Jenaka akan pergi bertamasya dengan sekolahnya.

Jenaka selalu berakhir menjadi seseorang yang membawa tas jauh lebih besar dari teman-temannya. Saat ia TK, ia sudah membawa tas besar untuk diisi dengan buku, berbagai macam snack dan minuman serta baju ganti. SD, SMP, juga lebih parah. Untung study tour terakhir SMA-nya, Jetis, kakak Jenaka, berani melawan demi adiknya yang sama sekali tak menyuarakan protes.

Jika tidak, Jenaka mungkin sudah akan membawa tas carrier yang biasanya digunakan Jetis untuk naik gunung hanya untuk perjalannya ke Yogyakarta.

"Bagaimana? Apakah ada yang kurang?"

"Kurang? Ini semua sudah lebih dari cukup Cantika. Siapa yang butuh lilin aromaterapi seperti ini?" tanya Jenaka yang tertawa melihat lilin tebal berwarna merah yang dibawa oleh Raden Ajeng.

"Lilin itu bisa mengusir nyamuk, Jenaka. Cobalah nanti malam dan aromanya sangat menyenangkan. Aku jarang menggunakannya karena di kamar sudah ada kelambu yang menghalau nyamuk."

Jenaka mengangguk. "Baiklah, kalau begitu aku menyimpannya. Sekali lagi terima kasih Cantika."

"Jika ada sesuatu yang kau inginkan kau bisa meminta apa pun. Saya akan mengusahakannya. Sekarang saya sedang mencoba mencari alasan untuk meninggalkan rumah beberapa hari untuk mencari tempat tinggal baru untuk kamu."

Pram hadir dengan teko juga beberapa cangkir dan satu piring kudapan di atas nampan. Ia memiringkan kepalanya bingung akan meletakkan benda-benda tersebut dimana karena meja tamunya telah penuh akan barang-barang yang dibawa oleh Raden Ajeng.

Raden Ajeng melihat apa yang dibawa oleh Pram segera merapikan pakaian Jenaka yang ada di atas meja untuk membuat sedikit ruang untuk piring, cangkir juga teko.

"Tuan putri, Anda membawa barang cukup banyak ya?"

"Saya tidak ingin Jenaka merepotkan Anda. Saya sudah berhutang budi atas kebaikan Tuan Jaksa yang mengizinkan Jenaka untuk tinggal di sini. Tapi saya berjanji akan mencari tempat tinggal baru untuk Jenaka setelah ini."

"Ah, tentu calon menantu seorang bupati memiliki banyak rumah di tangannya."

Wajah Raden Ajeng langsung berubah masam. Perempuan itu hanya tersenyum canggung dan Jenaka memelototi Pram karena hal itu. Pram cukup peka akan perubahan suasana di sekitarnya kemudian berdeham.

"Tapi Tuan Putri tak perlu tergesa-gesa. Saya tidak memiliki banyak teman jadi saya sangat senang jika Nona Jenaka bisa tinggal lebih lama di sini."

Jenaka sangat ingin bilang tidak mau tapi mengingat betapa banyaknya buku yang dimiliki oleh Pram, Jenaka jadi ragu sendiri. Mungkin jika rumah Pram adalah rumah biasa yang banyak pelayan berlalu lalang, Jenaka akan meminta Raden Ajeng untuk segera mencarikannya rumah baru.

Tapi di sana Pram sama sekali tidak mempermasalahkan kegemarannya dalam membaca. Dia bisa membaca banyak buku kapan pun dia mau. Bangun tidur, siang hingga sore, atau semalam penuh ia habiskan membaca tanpa ada yang mengganggu. Meski pun baru semalam Jenaka menghabiskan waktu di rumah itu tapi Jenaka tidak memungkiri bahwa rumah itu sangat nyaman.

"Tapi saya tidak bisa merepotkan Tuan Jaksa terus-menerus."

"Saya sesekali tidak merasa repot, Tuan Putri. Jenaka adalah anak yang baik."

Pram tidak bisa mengatakan bahwa ia merasa dirinya seperti memiliki seekor kucing di rumahnya. Dimana pun ia berada ia merasakan ada sosok kecil yang membuat suara-suara kecil. Rumahnya yang biasanya selalu hening menjadi sangat-sangat lebih hangat.

"Ah, begitu ... baiklah kalau begitu. Kalau begitu saya titip Jenaka. Saya akan usahakan untuk sering berkunjung."

"Pintu rumah saya akan selalu terbuka."

***

Raden Ajeng udah kayak ibu buat Jenaka. Apakah sudah siap dengan apa yang terjadi pada Raden Ajeng selanjutnya?

Surat Untuk Jenaka (Complete)Where stories live. Discover now