14. Palu, Sulawesi Tengah

6 3 0
                                    

Keesokkan harinya lucano dan irven kembali mencari tahu informasi tentang keberadaan luna yang diadopsi oleh seorang dokter. Dengan bantuan rekan kerja irven yaitu hisam. Irven berusaha untuk mempersinggahi satu per satu rumah sakit dan menanyakan beberapa dokter yang sempat ia kenal selama bekerja di Sulawesi Tengah.

Dan sudah 3 rumah sakit ia singgahi bersama lucano namun masih nihil. Matahari rasanya sudah sangat panas berada di ujung kepala. Irven dan lucano memutuskan untuk mampir ke sebuah restauran untuk makan siang terlebih dahulu.

"Luc, ini hari terakhir kita di sulteng. Nanti sore kita harus balik ke rumah. Soalnya cuti papa juga sudah habis dan besok kamu juga harus sekolah."

"Gak bisa ditambah sehari aja pa?."

"Gak bisa luc, papa udah booking tiket pesawat nanti sore jam 5. Supaya nanti sampai rumah kamu juga bisa istirahat untuk mengembalikan stamina lagi."

"Tapi papa bakal tetep bantuin nyari luna kan?."

"Iya luc, janji papa masih berlaku. Sampai kamu menemukan keluarga kamu."

"Makasih pa. Hadir lucano malah selalu membuat papa repot dan sulit."

"Kamu jangan ngomong begitu lagi luc. Ayo dilanjut lagi makannya. Habis ini kita harus balik lagi ke penginapan buat istirahat lalu prepare untuk pulang."

"Pa, lucano boleh nemuin om hisam sebentar?."

"Boleh luc, sehabis ini kita ke sana."

Sesampainya di rumah sakit, kebetulan irven dan lucano menemui hisam yang sedang sedang istirahat di ruangannya. Kemudian lucano memberikan sebuah amplop kepada hisam.

"Om, nitip ini ya."

"Ini apa luc?."

"Ini surat buat chalinda, kalau suatu hari ini om sudah menemukan keberadaan adik saya."

"Baik luc. Om akan simpan jika suatu hari nanti om sudah menemukan adik kamu."

"Terima kasih om. Lucano sekalian mau pamit pulang ke jakarta. Kapan - kapan lucano kesini lagi sama papa."

"Baik luc. Hati - hati selama di perjalanan ya."

"Sam. Terima kasih sudah ikut andil mencari keberadaan adik lucano. Aku juga mau pamitan buat balik lagi ke rumah."

"Siap ven. Kalau ada apa - apa kabari saja. Hati - hati juga. Titip salam buat istri dan anak - anakmu di rumah."

"Baik sam nanti aku salamin kepada inaranti dan anak - anak."

Sore hari diselimuti senja di langit Palu, Sulawesi Tengah. Lucano masih menatap keberadaan sekitar dan harus terpaksa meninggalkan tanah kelahirannya lagi. Kini ia sudah berada di pesawat bersama irven.

Harus seberjuang ini untuk bolak - balik jakarta - sulteng. Rasanya sangat menguras tenaga dan membuang - buang waktu saja. Itu adalah fikiran lucano disaat ia mulai putus asa dengan keadaan.

Namun beberapa kali irven juga selalu menyemangatinya untuk bangkit. Dan irven selalu meyakinkan kalau lucano bisa bertemu lagi dengan keluarga kecilnya.

Sesampainya di bandara soekarno - hatta. Pak ridwan sudah siap berada di sana untuk menjempat irven dan lucano. Selama di perjalanan lucano hanya berdiam diri dan merenung. Karena ia masih berharap bisa membawa luna bersama dirinya yang sekarang. Namun ia hanya dapat informasinya saja.

"Sudah pulang mas?." Ujar inaranti yang duduk di sofa ruang tamu.

"Sudah ma. Di mobil ada oleh - oleh buat kalian. Ambil sana."  Ujar irven kepada khandra dan deon.

Hujan Yang Memeluk LaraWhere stories live. Discover now