"Kamu mikir apa? Jangan-jangan, Rav-"

"Ssst," potong Annora yang menatap tajam Zahra.

Zahra pun tertawa, ternyata benar dugaannya.

"7 menit lagi masuk lho, kenapa dia belum datang, ya?" Ucapan Zahra membuat Annora berdiri dari duduknya.

"Kamu mau ke mana?" Tanya Zahra yang melihat Annora sudah berada di dekat pintu dan ingin keluar dari kelas.

"Cek gerbang, jangan-jangan dia dicegat di gerbang," teriak Annora yang tiba-tiba menghilang begitu saja dari pandangan Zahra.

Zahra menggelengkan kepalanya, "sungguh bucin sekali."

"Jam pertama nanti kita Bimbingan Konseling lho, dan guru BK kita di kelas ini Ustadz Abdan," ucap salah seorang siswi di dalam kelas tersebut.

Perkataan itu membuat jantung Zahra tak karuan. Zahra mengingat kembali kejadian dua pekan yang lalu. Zahra mengontrol nafasnya yang terasa amatlah sesak. Sakit itu masih ada, sangatlah sulit untuk melupakannya. Melupakan tak seindah ketika jatuh cinta. Ini tidak indah, ini amatlah pedih. Bagaimanapun juga dia harus ikhlas, tapi sepertinya ikhlas hanyalah sekedar ucapan, karena nyatanya sulit.

Zahra duduk di bangkunya, menyeka air matanya, dia tidak boleh terlihat lemah, dia harus kuat dan harus berusaha kuat.

***

"Huft," Ravindra terduduk di ujung tangga lantai tiga setelah berlari-lari dari parkiran sekolah menuju lantai tiga. Keringat Ravindra juga sudah mengucur. Perdana masuk sekolah lagi, paginya malah tidak menyenangkan. Tapi syukurlah dia tidak telat, jika telat, habislah dia.

Ravindra masih duduk dan mengusap keringatnya, sungguh, ini tidaklah menyenangkan, pagi-pagi sudah berkeringat.

"Ups," langkah Annora terhenti ketika melihat Ravindra yang sedang duduk di ujung tangga. Annora tadi berniat ingin menuju gerbang, mengecek keberadaan Ravindra, eh ternyata nih anak sudah di sini.

"Telat?"

Ravindra mendongak, dan melihat keberadaan Annora, "masih 5 menit lagi," jawabnya seraya memperlihatkan cengirnya.

"Cape?"

"Enggak kok, udah biasa mah ini."

Annora memutar bola matanya malas, dia tahu Ravindra pasti cape, Ravindra gengsi aja mau bilang.

"Orang berangkat sekolah itu, 30 menit sebelum masuk, bukan 10 menit sebelum masuk," sindir Annora.

"Aku datang 30 menit sebelum masuk lho. Hanya saja tadi ada sedikit masalah di jalan. Tapi syukurlah aku bisa berlari cepat dari parkiran ke lantai tiga ini, jadinya ga telat-telat amat," tutur Ravindra menjelaskan kepada Annora.

"Noh ada lift," ungkap Annora seraya menunjuk sebuah lift.

Netra Ravindra beralih melihat sebuah lift. Kemudian Ravindra memukul jidatnya sendiri, sial, kenapa baru tahu sekarang.

"Hehe," Ravindra tertawa dengan terpaksa melihat lift tersebut, kalo gitu tadi dia tidak perlu berlari-lari, dia tidak akan berkeringat, dan tetap keren saat sampai kelas.

"Ga papa lah, Ravindra mah kuat," celetuk Ravindra.

"Hidih," decak Annora malas. Kenapa nih anak jadi sombong sekarang.

"Karena ada kamu," ceplos Ravindra menatap Annora.

"Apa!" Ucap kaget Annora.

"Eng-enggak, mak-maksudnya, kamu udah sampe dari tadi?"

Annora mengerutkan keningnya. Jauh banget ngalihkan pembicaraannya.

"Ya, aku kan ga kayak kamu," cibir Annora, lalu pergi menuju kelas meninggalkan Ravindra.

Annora Untuk Ravindra [End]Where stories live. Discover now