make it make some sense

1K 235 64
                                    

Lisa mengerutkan kedua alis hingga terdapat jembatan vertikal di antaranya.

Pun jemarinya sibuk berkutat dengan rentetan keyboard yang terhubung dengan layar datar dihadapan.

"Istirahat dulu." Ujar Yeji sembari mendorong segelas kopi ke arah sang kawan, "Makin hari Seok Jin makin gila saja."

"Selalu bertambah tapi tidak pernah berkurang. Akupun bingung harus mengkategorikan hal itu dalam kekurangan atau kelebihannya." Cerca Lisa sembari meraih iced coffee latte favoritnya, "Ngomong-ngomong, kenapa belum pulang?"

"Sebentar lagi. Aku akan menemani unnie sampai kau mengirim draft itu kepada si gila."

"Kalau begitu kau akan menginap disini, dong? Aku sih tetap pulang. Sepertinya draft ini tak bisa kurampungkan hanya dalam satu malam." Keluh Lisa kemudian.

Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam lebih sedikit. Hanya tersisa dua sekawan itu pada ruangan mereka. Rekan-rekannya pun sudah lebih dulu melarikan diri. Dan tentu saja si anak baru harus menanggung semua pahit yang di tanam oleh sang atasan.

"Btw, unnie," Yeji mendekat ke arah Lisa sembari menatap wanita yang surainya dikuncir tinggi-tinggi, "Aku masih penasaran dengan hubunganmu dan Jaemin. Apakah... kalian itu mantan sepasang kekasih?"

Terkejut. Lisa jelas tersedak disana. Namun sekuat tenaga dirinya berakting seakan semua baik-baik saja, "Kkami hanya tidak berhubungan baik sejak pertama kali bertemu."

Yeji, menggeleng tak puas ditempatnya, "Unnie, dengarkan aku. Pertanyaanku hanya harus kau jawab dengan iya atau tidak. Aku tak butuh penjelasan ambigu sedemikian rupa."

"Tidak."

Karena kami memang tidak berkencan sungguhan. Jadi, aku tidak sedang mengatakan sebuah kebohongan, ya!

"Aneh sekali." Yeji mengernyit heran.

"Apanya yang aneh. Kau saja yang berpikir kelewat macam-macam. Bahkan, kemarin kami berjanji untuk tidak saling bertemu lagi."

Wanita berparas light fury itupun memicing curiga, "Tapi kenapa di pesta kemarin Jaemin terlihat begitu posesif pada unnie? Ia bahkan bermaksud menculikmu saat itu."

"Kau tidak tahu, kan. Mungkin saja ia hendak menenggelamkanku di pantai jika kau tak menolongku." Timpa Lisa sembarangan.

"Unnie, meskipun dia menyebalkan. Tapi Jaemin bukan psikopat pembunuh. Janganlah kau berprasangka seperti itu."

"Apa ini? Kukira kau ada dipihakku? Tapi kenapa aku mencium aroma pengkhianatan?"

"Tidak. Aku tetap tidak akan membocorkan rahasia seputar unnie yang bekerja disini. Tapi unnie.."

Pun Lisa menoleh ke arah Yeji yang tak merampungkan kalimatnya.

"Bagaimana jika ia tiba-tiba, tidak sengaja tahu? Unnie tidak pernah mendengar pepatah 'sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan terjatuh juga', ya?"

"Kau sedang mendoakan hal buruk terjadi padaku?"

"Tidak. Hanya saja, kita tidak tahu, kan?"

"Iya. Maka sampai saat itu tiba, aku akan mencoba bertahan dan mengais rezeki sebanyak mungkin disini."

"Hmm.. kembali lagi ke topik utama. Kenapa aku merasa jika Jaemin tertarik padamu, ya?"

Malas menanggapi Yeji yang mulai melantur, pun Lisa kembali menghadap layar laptopnya -menyibukkan diri dengan pekerjaannya, "Jangan memuntahkan omong kosong."

"Sungguh. Aku tak pernah melihat ekspresi Jaemin yang seperti malam itu."

"Kau ini mengatakan apa sih?"

WonderwallWhere stories live. Discover now