came like a postcard

903 203 48
                                    

12 years later

Sesosok wanita cantik bersurai ash grey dengan dress putih brokatnya sedang tercengang menatap pantulan yang ada di depan cermin.

"Waw, cantik sekali." Ucap lelaki yang sedari tadi duduk pada sofa tepat di belakang wanita itu.

"Memang biasanya aku tidak cantik?" Ucap si wanita bersurai ash grey sembari menoleh pada sang lawan bicara.

Si lelaki terkekeh, "Ya cantik. Tapi ini sungguh mencengangkan."

"Ahaha. Bagaimana? Kau bangga kan?" Lisa, dengan surainya yang ditata manis bak seorang puteri di negeri dongeng pun terlihat berkacak pinggang menghadap Jeno disana.

Lelaki itu, mengenakan setelan hitam rapi dengan bunga mawar putih bertengger pada saku jasnya. Surainya tersisir klimis sedemikian rupa -tak seperti hari biasa.

Pun ia tersenyum sembari bangkit dari duduknya yang nyaman dan berjalan ke arah Lisa untuk mensejajarkan wajah mereka, "Tentu saja."

"Permisi, kalian harus bersiap-siap. Pemberkatannya akan segera di mulai."

Lisa dan Jeno mengangguk hampir bersamaan. Keduanya berjalan beriringan menuju tempat utama dalam gedung ini.

Ornamen putih, baby blue, dan abu muda terlihat menghiasi venue. Bunga mawar yang telah di rangkai cantik pada tiap vas raksasa di sudut-sudut ruangan pun menambah manis nuansanya.

"Kenapa tiba-tiba jantungku berdebar cepat, ya?" Ucap Lisa sembari memegang dadanya.

Jeno mengulas senyum sembari memijit pundak Lisa, "Tenang saja. Semuanya akan berjalan lancar."

Dua orang yang berjaga nampak bergerak beriringan untuk membukakan pintu bagi Lisa serta Jeno. Tatapan manusia yang lebih dulu berada di sana pun seketika teralih pada keduanya.

Alunan musik syahdu menggema menghiasi indera pendengaran. Kursi-kursi yang berjejer dengan tile nampak belum terisi penuh namun tak dapat di katakan lenggang pula.

Seseorang yang sedari tadi menatap kehadiran Lisa pun menghampirinya, menarik tangan wanita itu untuk segera duduk di kursi depan. Orang tersebut adalah sang ibu, yang juga sedang menggenggam tissue pada tangannya yang lain.

"Apakah riasan ibu luntur?" Katanya dengan mata yang memerah.

Lisa tertawa sembari menggeleng, "Aman, bu."

Manik Lisa beralih ke arah sang ayah. Lelaki itu duduk dengan tegang bersama mimik yang juga menahan haru.

Dan Haechan, Lisa menatap sang adik yang juga sedang menatapnya. Pandangan mereka bertemu selama beberapa detik tanpa mengucapkan sepatah kalimatpun.

Di detik selanjutnya, lelaki yang juga berpenampilan rapi seperti Jeno itu segera menghampiri sang kakak. Memeluk Lisa dengan erat, mencium pipi kanan Lisa dalam-dalam, sebelum menenggelamkan keningnya pada pundak kakaknya.

Lisa menepuk dan membelai punggung Haechan. Ia tertawa kecil walau tak dapat dipungkiri jika matanya mulai berkaca-kaca, "Jangan begini, kau akan merusak riasanku." Wanita itu melepas pelukan sang adik. Namun Haechan seakan enggan karena masih membutuhkan kekuatan dari Lisa.

Jeno, yang berada di tengah-tengah mereka pun hanya bisa tertawa disana.

"Mohon maaf, silahkan pengantin pria berdiri di atas altar." Seorang wanita berpakaian rapi, yang tadi juga memanggil Lisa serta Jeno itu harus melerai adegan drama dari Lee bersaudara.

Dan saat pelukan terlepas, pintu kembar pun terbuka, mempersilahkan semua tamu lain yang akhirnya berdatangan memenuhi kursi.

Pintu kembali ditutup ketika tamu undangan sudah berada pada tempatnya. Alunan lagu berubah menjadi lebih syahdu -membuat bulu kuduk siapapun yang mendengarnya meremang seketika.

WonderwallWhere stories live. Discover now