CHAPTER 3

144 20 0
                                    

    Mereka semua kini berkumpul di ruang keluarga. Tak ada yang saling berbicara beberapa saat dan hanya duduk dengan canggung kecuali Klaus yang sedang sibuk meracik minumannya di belakang hingga Luther membuka percakapan. " Kurasa kita harus mulai" Ucapnya sambil berdiri. " Jadi, aku berpikir kita bisa mengadakan upacara pemakaman di halaman saat petang. Mengucapkan sepatah kata, di tempat favorit ayah" lanjutnya

" Ayah punya tempat favorit?" Tanya Alisson

" Kau tahu, di bawah pohon ek. Kami sering duduk di sana. Kalian belum pernah?" Tanya Luther

" Akankah ada jamuan? Teh? Kue? Roti lapis mentimun selalu yang terbaik" Celetuk Klaus yang datang dengan tangan dipenuhi minuman

" Tidak. Dan buang itu. Ayah tak mengizinkan merokok" Jawab Luther

" Itu rokku?" Tanya Alisson melihat rok yang sedang dikenakan Klaus

" Apa? Oh, ya, ini. Aku menemukannya di kamarmu. Sedikit kuno, tapi..." Jawab Klaus berdiri di hadapan Luther " Sangat menyegarkan" Lanjutnya

" Dengarkan. Ada hal penting yang harus kita bicarakan, oke?" Ucap Luther

" Seperti apa?" Tanya Diego bersuara untuk pertama kalinya

" Seperti bagaimana dia mati" Jawab Luther

" Dan ini dia" Gumam diego malas

" Aku tak mengerti. Mereka bilang serangan jantung" Ucap Vanya kebingungan

" Ya, menurut koroner" Jawab Luther

" Bukannya mereka tahu?" Tanya Vanya

" Teoretis" Jawab Luther

" Teoretis?" Tanya  Alisson

" Tak ada kata teoretis dari hasil koroner, Luther. Mereka tidak hanya melihat mayat sedetik dan mengatakan ' Oh, dia mati karena serangan jantung'. Mereka memeriksa segalanya hingga isi perut" Ucap Y/n. " Jadi jika mereka mengatakan kalau ayah meninggal karena serangan jantung, begitulah adanya. Lagipula itu masuk akal, untuk seumuran ayah, terkena serangan jantung memang lumrah " lanjutnya

" Aku hanya bilang, setidaknya, sesuatu terjadi" Ucap Luther.  " Terakhir kali aku bicara dengannya terdengar aneh" lanjutnya

" Oh! Mengejutkan!" Celetuk Klaus yang tidak jelas karena mulutnya dipenuhi minuman

" Aneh bagaimana?" Tanya Alisson

" Ia terdengar tegang. Katanya aku harus hati-hati dalam mempercayai" Jawab Luther

" Luther, dia paranoid dan pemarah yang mulai kehilangan dinginnya yang tersisa" Ucap Diego berjalan mendekati Luther

" Tidak. Dia pasti tahu sesuatu yang akan terjadi" Ucap Luther. " Dengar, aku tahu kau tak suka melakukannya, tapi bicaralah dengan ayah" lanjutnya menatap Klaus

" Aku tak bisa begitu saja memanggil
ayah di alam baka dan bilang, ' Ayah, bisakah kau berhenti main tenis dengan Hitler dan ngobrol sebentar?'" Ucap Klaus

" Sejak kapan? Itu keahlianmu!" Ucap Luther

" Pikiranku sedang tak bagus" Jawab Klaus

" Kau mabuk?" Tanya Alisson

" Ya!" Jawab Klaus tertawa. " Bagaimana bisa tidak? Mendengarkan omong kosong ini" lanjutnya

" Kalau begitu, sadarlah, ini penting" Ucap Luther. " Lalu ada kabar hilangnya monokel" lanjutnya

" Siapa peduli dengan monokel" Gumam Diego

" Benar. Itu tak berharga. Siapa pun yang mengambilnya, kupikir itu pribadi. Seseorang yang dekat dan dendam dengannya" Ucap Luther

An Unusual Story (Y/N X TUA)Where stories live. Discover now