40.

1.3K 48 4
                                    


Jika kalian ingin dihargai, maka harus bisa menghargai. Hargai karya ini kalau kalian suka. Dengan cara vot+men. Karena vote itu ngebantu banget buat aku nulis part selanjutnya. 




“Vina Anying!”

Umpatan itu berasal dari mulut Agas yang baru saja sampai dikamar Galvin. Langkahnya terhenti kala melihat Galvin yang tengah menjambak rambutnya dengan airmata yang terus membasahi kedua pipi laki-laki, itu. 

Tidak hanya itu, Galvin juga mengeluarkan gumaman yang membuat Agas yakin kalau tadi, Vina bicara sesuatu pada Galvin dan menyebabkan anak ini menjadi seperti sekarang. 

Maafin Avin, Vin. Avin minta maaf udah ngerepotin Vina terus,’

Kalimat dengan isakan itu terus saja Galvin keluarkan. Agas kelimpungan sendiri karena Galvin tak menghentikan jambakan, itu. Bisa botak nanti Galvin, kan? 

“Heh, sadar Vin. Lu kenapa? Jangan kek gini dong ah!” seru Agas terus berusaha melepaskan tangan Galvin. 

Agas terus berusaha hingga hampir setengah jam lamanya. Kini, Galvin sudah lebih tenang. Nafasnya masih sedikit memburu. Peluh sebesar biji jagung terus bercucuran membasahi dahinya. Tak tega juga jika melihat Galvin seperti saat ini. Tapi Agas bisa apa? 

“Gas... ”

Agas tersentak kala mendengar namanya keluar sangat lirih dari mulut Galvin. Agas mendekat, menanyakan apa yang Galvin butuhkan saat ini.

“Lu butuh sesuatu? Butuh apa?” tanya Agas menatap manik teduh Galvin yang kini tengah menatap Agas sendu. 

Aish, jika saja Galvin tidak sedang dalam keadaan seperti ini, maka Agas akan pastikan kepala Galvin akan kena tabok darinya. Ayolah, siapapun jangan membayangkan tatapan sendu Galvin pada Agas saat ini, karena jujur saja, Agas pun sedikit jijik. Dia kira Agas ini belok napa, ya? Kalian jangan berfikir macam-macam, cukup satu macam dan Agas sudah punya dunianya sendiri! Tidak belok!

“Maaf,” lirih Galvin, lagi.  Kini, maniknya sedikit berembun.

Agas mengernyit mendengar ucapan Galvin. Apa maksudnya? “Apaan sih, Vin. Gak jelas, lu!” ucap Agas jengah. 

“Maaf karena gue selalu ngerepotin lu. Maaf, gue jadi temen yang nyusahin buat, lu. Gue minta maaf,” lirih Galvin.

“Ck, ngomong apa sih, lu? Gue gak suka lu ngomong gitu! Ada kalanya lu bantu gue! Dan rasanya udah jadi kewajiban buat gue untuk bantu, lu. Udah, jangan banyak fikiran. Lu harus sembuh besok. Inget kan lu besok tanggal berapa?” ucap Agas menepuk pelan tangan Galvin.

Galvin tersenyum. Namun dalam sirat matanya seperti ada gurat sedih, kecewa, dan... Bahagia secara bersamaa. 

“Gas, boleh gue minta tolong, nggak?”



GALVINA (End)Where stories live. Discover now