28.

1K 46 2
                                    

Rajin kali ya aku up? 
Harus dong, aku gak mau kalian nunggu lama...


🍃🍃🍃

Hembusan angin malam yang dingin tidak membuat sosok remaja dengan jaket hitam membalut badannya pergi dari tempatnya kini menyendiri.  Galvin, ya, dia Galvin.

Setelah mendapat bentakan dari Vina, tadi, Galvin tidak langsung pulang ke–rumahnya. Galvin terduduk lesu ditaman area rumah sakit. Hatinya sakit, sedikit tidak percaya atas apa yang Vina ucapkan tentang Papahnya, tapi itulah kenyataannya. 

Tuhan... Kenapa masalahnya semakin rumit? Kenapa harus seperti ini? 

“Gue gak mau kehilangan lu lebih jauh lagi, Vina. Gue gak sanggup.” lirihnya. 

Bram muncul kembali? Mau apa? Bukankah sudah bertahun-tahun lamanya Bram menghilang? Lantas untuk apa kini kembali jika kehadirannya hanya membwa masalah saja? 

Isakan demi isakan terdengar lirih. Galvin tidak dapat menahan tangisnya, lagi. Bentakan yang kesekian kali dari Vina membuat hatinya kembali rapuh.

“Gue emang bodoh! Gue bodoh!” rutuknya.

Sesak didada semakin terasa, sakit pun kini Galvin rasakan. Entah kenapa, dada Galvin memang sering sekali terasa sakit.

“Gue mau Vina.” lirihnya. 

Galvin terus merutuki kebodohannya yang telah membuat Vina seperti, ini.  Kenapa sesal terdalam harus kembali Galvin rasakan? 

Suara notif dari handphone miliknya mengalihkan perhatian Galvin. Dengan segera, Galvin melihat siapa yang mengirimnya pesan. 

[Selamat melewati episode berikutnya.]

Beberapa kata yang tertera dilayar ponsel miliknya. Apa maksudnya? Siapa yang mengirim pesan, ini? Kenapa no nya tidak dikenal?

Beberapa pertanyaan dibenak Galvin setelah membaca pesan, itu. No yang memang tidak dikenali oleh Galvin.

“Siapa? Apa maksudnya?” tanyanya pada diri sendiri. 

Galvin menggelengkan kepalanya. Gegas Galvin berdiri dan mulai melangkah meninggalkan tempat, itu. Saat ini dirinya hanya ingin pulang dan menemui Santi. 

🍃🍃🍃

“Avin! Kamu dari mana aja, Nak?” tanya Santi saat melihat Galvin membuka pintu utama. 

Kini jam menunjukan pukul 22:00. Dan Galvin baru pulang. Kemana saja? 

Bukan menjawab pertanyaan yang Santi tanyakan, Galvin malah memeluk Santi tiba-tiba. Santi yang mendapatkan perlakuan mendadak dari sang Putra pun hampir linglung kebelakang. Untung saja Santi masih kuat menahan tubuh Galvin. 

“Kamu kenapa?” tanya Santi lembut. 

Galvin menangis dipelukan Santi. Hanya Santi yang saat ini dirinya punya. Hanya Santi yang bisa memberikan dirinya semangat. Iya, hanya Santi. 

“Mamah jangan pergi.” lirih Galvin didalam pelukan Santi. Pelukan Galvin begitu erat, seolah takut kehilangan untuk yang kesekian kalinya. 

GALVINA (End)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora